Kemajuan suatu negara bisa terlihat dari tingkat literasi masyarakatnya. Namun sangat disayangkan, Indonesia masih menduduki peringkat terendah dalam bidang literasi. Padahal, apabila masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim mau mengkaji Al-Quran secara detil, maka akan ditemukan pesan-pesan yang menunjukan bahwa Islam sangat menjunjung budaya literasi.
Secara sederhana, literasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk merujuk pada kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca dan menulis. Seiring berkembangnya zaman, maka istilah ini juga mengalami perluasan hingga masuk pada kemampuan mengolah dan memahami informasi dari proses membaca, menulis, berbicara hingga menghitung.
Melalui Al-Quran, Allah swt. telah berpesan kepada umat manusia akan pentingnya kemampuan membaca dan menulis. Umat Islam dalam hal ini sering merujuk pada surat Al-‘Alaq. Akan tetapi masih banyak ayat lain yang berbicara akan hal itu, salah satunya pada ayat pertama surat Al-Qalam.
Baca juga: Tadabbur Atas Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5: Wahyu Pertama Perintah Membaca
Makna huruf nun menurut mufassir
Surat Al-Qalam diawali dengan ayat sebagai berikut:
ن
وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
“Nun. Demi qalam dan apa yang mereka tulis”
Pada awal ayat dibuka dengan huruf ن yang umum dipahami seperti huruf-huruf yang digunakan sebagai fawatihus Suwar bahwa tidak ada yang tahu kecuali Allah swt. Meskipun demikian, beberapa mufassir mencoba menjelaskan maksud huruf tersebut.
Satu diantara yang menjelaskan makna nun ialah Fakhruddin ar-Razi. Dalam Mafatihul Ghaib, ia menyebutkan beberapa pendapat diantaranya:
Pertama, bahwa nun yang dimaksud ialah nama ikan yang menahan Nabi Yunus dalam perutnya. Pendapat ini didasarkan pada Surat Al-Anbiya’ ayat 78 dan riwayat Ibnu Abbas, Mujahid dan Muqatil.
Kedua, bahwa nun termasuk salahsatu nama Allah. Huruf nun merupakan akhir dari lafad al-Rahman sehingga huruf الر , حم , ن ketika digabungkan akan membentuk lafad الرحمن . pendapat ini juga dikutip dalam Tafsir al-Qurthuby.
Baca juga: Memahami Kalimat Ta’awwudz Sebelum Membaca Al-Quran dengan Metode Tadabbur
Ketiga, menurut riwayat dari Ibn Abbas, Qatadah dan al-Dhahak yang mengatakan bahwa nun bermakna dawat (tinta). Ini juga dinuqil oleh al-Alusi dalam Ruhul Ma’ani dan beberapa mufassir lain. Ini merupakan pendapat yang banyak diikuti
Qalam sebagai objek sumpah
pemaknaan huruf nun sebagai tinta mungkin bisa berhubungan dengan rangkaian kalimat selanjutnya dalam ayat tersebut yakni “demi qalam dan apa yang dituliskan”.
Menurut Ibnu Kathir, lafad وَالْقَلَمِ secara dzahir berarti “demi pena yang digunakan untuk menulis”. Ini merupakan sumpah pertama dari Allah swt dalam al-Quran yang turun setelah al-‘Alaq 1-5. (Ibn Kathir, Tafsir Al-Quranul Adzim, 293)
Ar-Razi mengartikan Al-Qalam dalam dua aspek. Pertama, jika dilihat dari jenisnya maka bermakna semua qalam yang digunakan menulis oleh para malaikat dan manusia. Kedua, berdasar dzat yang bersumpah, maka qalam yang dimaksud sudah maklum.(ar-Razi, Mafatihul Ghaib, 30:599).
Sumpah Allah menggunakan Al-Qalam (pena) menurut Ali As-Shabuni bertujuan untuk mengingatkan manusia atas nikmat-Nya yang telah diberikan yakni berupa ajaran menulis yang dari situ akan memperoleh pengetahuan (Ali as-Shabuni, Shafwatut Tafasir,3:401)
Baca juga: Pendekatan Maqashid dalam Penafsiran Al-Quran, Prof. Mustaqim: Tafsir itu Tidak Hanya On Paper
As-Shabuni meneruskan penjelasannya bahwa sumpah diucapkan sebagai cara meyakinkan akan kebenaran informasi kepada pendengar atau mereka yang diajak bicara. Kebenaran itu merupakan mutlak tanpa ada keraguan sedikit. Namun sumpah juga terkadang bermakna lain yaitu sebagai pengingat kepada orang yang mendengar bahwa yang dipakai bersumpah ialah suatu hal yang mulia, bermanfaat dan berharga sehingga ini perlu direnungkan lebih dalam.
Terakhir, As-Shabuni berpendapat bahwa Allah swt dalam ayat ini seakan-akan hendak mengabarkan betapa bermanfaatnya sebuah pena. Dengan pena, orang dapat mencatat ajaran agama dari Allah yang disampaikan kepada Rasul-Nya dan mencatat segala pengetahuan dari Allah yang baru ditemukan. Dengan qalam, orang-orang dapat mencerdaskan dan mendidik bangsanya
Pentingnya budaya literasi
Quraish Shihab pun juga berpendapat bahwa kata al-Qalam bila dimaknai dengan cara sempit sehingga hanya dipahami sebagai pena tertentu. Selain itu ada pemaknaan secara luas yakni segala alat tulis apapun sehingga semua alat hingga barang elektronik juga termasuk. Adapun Quraish Shihab lebih condong pada pandangan yang terakhir. (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,14:379)
Sedangkan lafad مَا يَسْطُرُونَ (apa yang mereka tulis), menurut Quraish Shihab kata “mereka” merujuk pada malaikat, para penulis wahyu atau seluruh manusia sehingga lafad tersebut diartikan segala tulisan yang dapat dibaca.
Dari makna keseluruhan ayat tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa Allah bersumpah dengan segala manfaat dan kebaikan yang diperoleh dari tulisan. Secara tidak langsung ini merupakan anjuran kepada umat Islam untuk giat membaca dan menulis karena dengan keduanya akan diperoleh manfaat yang banyak.
Al-Maraghi dalam tafsirnya pun menyadari akan keagungan qalam (pena). Ia mengatakan bahwa Allah swt tidak akan bersumpah kecuali dengan perkara-perkara yang besar. Sumpah dengan matahari, bulan, dan sebagainya menunjukan akan besarnya ciptaan tersebut. Bila Allah bersumpah dengan pena dan tulisan, maka itu juga menunjukan luasnya ilmu pengetahuan (Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, 29:47)
Oleh karenanya sebagai umat Islam sudah menjadi keharusan untuk semangat dalam memperjuangkan literasi. Tidak hanya aktif membaca dan menulis untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain. Sedangkan yang paling utama ialah iqra’ bismi rabbika (bacalah dengan menyebut Nama Tuhanmu) yakni dengan niatan Lillahi Ta’ala dan Taqarrub ila Allah. Wallahu a’lam[]