Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 111-117 ini berbicara mengenai ahli kitab, terkhusus berbicara mengenai ahli kitab dari kalangan Yahudi. Kebanyakan mereka dengki terhadap orang-orang muslim.
Baca sebelumnya: Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 101-110
Ayat 111
Ahli Kitab itu tidak membahayakan umat Islam, kecuali sekadar menyakiti hati dengan perkataan yang keji, atau dengan menjelek-jelekan sifat Nabi dan menjauhkan manusia dari agama Islam.
Segala usaha dan tipu daya mereka akan hilang tak berbekas ditelan oleh keteguhan iman dan ketabahan berjuang yang dimiliki oleh kaum Muslimin sebagaimana diungkapkan dalam ayat ini.
(1) “Mereka sekali-kali tidak akan mendatangkan mudarat kepada kamu selain gangguan-gangguan berupa celaan saja.” Mereka hanya mencaci, mencela, memburuk-burukkan Islam, mencoba menimbulkan keraguan dan mengumpat Nabi.
(2) “Dan jika mereka berperang dengan kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang.” Mereka tidak pernah berhasil menimbulkan kerugian besar di kalangan Muslimin.
(3) “Kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan,” untuk mencapai kemenangan. Memang belum pernah mereka mendapat kemenangan di dalam peperangan melawan Islam, meskipun mereka bersekutu dengan kaum musyrikin.
Ayat 112
Dengan kekafiran dan keingkaran para Ahli Kitab (Yahudi), serta tindak tanduk mereka yang keterlaluan memusuhi umat Islam dengan berbagai cara dan usaha, Allah menimpakan kehinaan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali bila mereka tunduk dan patuh kepada peraturan dan hukum Allah dengan membayar jizyah, yaitu pajak untuk memperoleh jaminan keamanan (Habl min Allah) dan mereka memperoleh keamanan dari kaum muslimin (Habl min al-nas).
Tetapi hal ini tidak dapat mereka laksanakan dalam pergaulan mereka dengan Nabi dan para sahabatnya di Medinah, bahkan mereka selalu menentang dan berusaha melemahkan posisi kaum Muslimin dan tetap memusuhi Islam. Karena itu mereka mendapat kemurkaan Allah, ditimpa kehinaan dan terusir dari Medinah.
Ayat 113
Orang Yahudi adalah suatu kaum yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan buruk, antara lain mereka kafir kepada ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa alasan yang benar, tetapi mereka semua tidak sama. Ada di antara mereka yang beriman, sekalipun kebanyakan di antaranya adalah orang-orang fasik.
Abdullah bin Salam, Sa’labah bin Sa’id, Usaid bin ‘Ubaid dan kawan-kawannya adalah orang-orang Yahudi dari Ahli Kitab yang menegakkan kebenaran dan keadilan, tidak menganiaya orang, memeluk agama Islam dan tidak melanggar perintah-perintah Allah.
Mereka membaca ayat-ayat Alquran dengan tekun dan penuh perhatian pada waktu malam yang diawali dengan terbenamnya matahari dan diakhiri dengan terbitnya fajar, ketika orang tidur nyenyak, dan mereka juga sujud mengadakan hubungan langsung dengan Allah swt.
Ayat 114
Mereka beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat dengan iman yang sungguh-sungguh, iman yang tidak dicampur dengan kemunafikan. Beriman kepada Allah berarti beriman pula kepada yang wajib diimani dan dipercayai, mencakup rukun iman seperti beriman kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab samawi, qada dan qadar dan sebagainya.
Beriman kepada hari akhirat, berarti menjauhi segala macam maksiat, karena yakin apabila mereka berbuat maksiat di dunia mereka di azab di hari kemudian dan mereka mengadakan kebajikan karena mengharapkan pahala dan keridaan Allah.
Setelah mereka menyempurnakan diri dengan sifat-sifat dan amal perbuatan yang baik seperti tersebut di atas, mereka juga berusaha untuk menyelamatkan orang lain dari kesesatan, membimbing mereka kepada jalan kebaikan dengan amar makruf, dan mencegah mereka dari perbuatan yang dilarang agama dengan jalan nahi mungkar.
Selanjutnya mereka secara bersama-sama dan berlomba-lomba mengadakan pelbagai kebajikan. Oleh karena mereka telah memiliki sifat-sifat mulia dan amal baik seperti tersebut, Allah memasukkan mereka kepada golongan orang yang saleh.
Baca juga: Nabi Ibrahim Adalah Muslim, Bukan Yahudi ataupun Nasrani
Ayat 115
Orang-orang Yahudi yang masih fasik senantiasa mengadakan provokasi kepada teman-temannya yang sudah beriman dan masuk Islam, bahwa mereka akan rugi dengan imannya itu.
Sebagai jawaban dan bantahan atas perbuatan buruk mereka itu, ditegaskan bahwa kebajikan apa saja yang telah dikerjakan oleh mereka yang telah beriman, mereka tetap akan memperoleh pahala dari amal perbuatannya dan tidak akan dihalangi sedikit pun menerimanya.
Allah Maha Mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa di antara mereka. Karenanya, amal perbuatan mereka tidak akan disia-siakan tetapi akan diberi pahala yang berlipat ganda.
Ayat 116
Ayat ini turun berkenaan dengan orang Yahudi dan kaum musyrik yang selalu mencerca dan menghina Nabi Muhammad saw, serta pengikut-pengikutnya. Mereka mengatakan, “Kalau Muhammad dan pengikut-pengikutnya memang orang yang benar dan dapat dipercaya, kenapa mereka selalu dalam kemiskinan dan kemelaratan, padahal kitalah yang kaya-kaya dan banyak anak.”
Mereka selalu membanggakan hal ini kepada orang-orang yang beriman dan mencoba menariknya agar berpihak kepada mereka dan kembali menganut agama nenek moyang mereka. Hal ini biasa dilakukan orang kafir pada masa dahulu terhadap nabi-nabi yang diutus Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
وَقَالُوْا نَحْنُ اَكْثَرُ اَمْوَالًا وَّاَوْلَادًاۙ وَّمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِيْنَ
Dan mereka berkata, ”Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.” (Saba’/34:35)
Maka sebagai jawaban atas penghinaan dan tantangan itu diturunkanlah ayat ini yang menegaskan bahwa banyak harta dan anak tidak akan melepaskan mereka dari siksaan di akhirat kelak.
Ayat 117
Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan itu seperti angin dingin yang berhembus sangat kencang menghabiskan segala tanaman yang ditanam, sehingga pemiliknya tidak dapat memetik hasilnya walau sedikit pun. Meskipun pada lahirnya mereka telah menafkahkan hartanya untuk kepentingan umum seperti membangun benteng pertahanan, jembatan-jembatan, sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan lain-lain dengan harapan yang besar bahwa kebaikan mereka itu akan mendapat ganjaran dari Allah dan dapat menolong mereka di akhirat nanti, namun harapan itu akan sia-sia belaka. Firman Allah:
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا
Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (al-Furqan/25:23).
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍۢ بِقِيْعَةٍ يَّحْسَبُهُ الظَّمْاٰنُ مَاۤءًۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَهٗ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا
Dan orang-orang yang kafir, amal perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila (air) itu didatangi tidak ada apa pun. (an-Nur/24:39)
Sebenarnya Allah tidak menganiaya orang kafir karena tidak memberi ganjaran bagi amal perbuatan mereka yang baik, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya diri sendiri karena tidak mau beriman, padahal bukti-bukti telah banyak sekali di tangan mereka yang menunjukkan kebenaran dan kerasulan Nabi Muhammad saw.
Menurut kajian ilmiah, salah satu fenomena penting yang terjadi pada tanaman yang terkena hawa (angin) yang sangat dingin di antaranya adalah fenomena rusaknya sel-sel, terutama sel daun. Seperti telah umum diketahui bahwa kira-kira 70% dari kandungan sel adalah air. Ketika terkena hawa yang sangat dingin maka air di dalam sel membeku.
Apabila air sudah membeku maka terbentuklah kristal-kristal es yang volumenya lebih besar daripada air. Adanya pembekuan itu menyebabkan dinding-dinding sel hancur karena tergerus molekul-molekul air yang mengembang karena pembekuan. Kenampakan fenomena ini dari luar: daun terlihat menjadi kering seperti terbakar. Fenomena ini seperti sering terjadi pada tanaman teh di pegunungan Jawa Barat yang dikenal dengan fenomena Ibun Bajra (Embun Api).
Perumpamaan harta yang dibelanjakan tidak sesuai dengan kehendak Allah, akan membawa kehancuran bagi pelakunya, seperti cairan sel yang menghancurkan dirinya sendiri ketika kena hawa dingin.
Dalam ayat di atas juga diperlihatkan akibat perubahan perilaku cuaca terhadap kehidupan, dalam hal ini tanaman pertanian. Secara biologis, suatu perubahan cuaca yang tidak biasa, misal kenaikan maupun penurunan suhu yang tajam, akan sangat mengganggu proses metabolisme tumbuhan. Akibatnya jelas, yaitu akan terjadi disfungsi dari berbagai organ yang ada yang mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal, atau tanaman akan mati.
Baca setelahnya: Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 118-122
(Tafsir Kemenag)