BerandaTafsir TematikTafsir Surat Ar-Rahman Ayat 19-21: Fenomena Pertemuan Dua Lautan

Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 19-21: Fenomena Pertemuan Dua Lautan

Lazimnya, ketika air dicampur dengan air maka akan saling menyatu. Namun ternyata ada beberapa air yang tidak menyatu ketika disandingkan. Peristiwa ini bahkan telah terjadi di laut dan samudera, tempat air yang berlimpah. Di Selat Gibraltar yang berlokasi di antara Benua Eropa dan Afrika, terdapat dua air lautan yang tidak bercampur, meski saling bersanding. Pengetahuan terbaru juga menemukan bahwa fenomena ini terjadi di Laut Madura dan juga di Danau Labuan Cermin, Kalimantan Timur beberapa hari. Begitulah fenomena pertemuan dua lautan.

Fenomena tersebut dalam Islam bisa dipahami sebagai ayat kauniyah, atau tanda-tanda Allah pada alam semesta. Namun di dalam Al-Quran, fenomena bertemunya dua lautan ternyata telah diterangkan. Al-Quran Surat Ar-Rahman ayat 19-20 menyebutkan bahwa atas kuasa Allah, dua air laut bisa bertemu tanpa saling menyatu.

Baca juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 17: Peredaran Bumi, Bulan, dan Matahari serta Empat Musim dan Iklim Bumi

Tafsir Surat Ar-Rahman ayat 19-20

Adapun bunyi Surat Ar-Rahman ayat 19-20 adalah sebagai berikut:

مَرَجَ ٱلْبَحْرَيْنِ يلْتَقِيَانِ . بينهُمَا برْزَخٌ لَّا يبْغِيَانِ

“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”

Dalam Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim Tanthawi Jauhari menfsirkan “maraj al-bahrain” aliran air yang bertemu. Dua air tersebut adalah air laut yang asin dan air laut yang tawar rasanya. Keduanya tidak tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Tantawi Jauhari penyebab kedua lautan tersebut tidak saling bercampur satu sama lain dikarenakan adanya pembatas yang bersifat illahiyah.

Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya al-Tahrir wa al-Tanwir menguraikan pendapat bahwa yang dimaksud dengan al-bahrain adalah Sungai Eufrat di Irak dan teluk Persia di pantai Basrah serta di lokasi pantai Bahrain. Kemungkinan lain menurut Ibnu Asyur adalah dua laut yang dikenal ketika wahyu diturunkan, yaitu berlokasi di Laut Merah dan Laut Oman.

Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghayb menafsirkan “marajal bahrain” sebagai dua air laut yang bertemu dan berdampingan. Karena pada dasarnya memang secara karakteristik air yang berdampingan pasti bercampur, hanya saja yang pencampuran tersebut dicegah oleh Allah. Air laut seperti itu adalah lautan yang memiliki keistimewaan tersebut yang menurut Ar-Razi disebabkan oleh karakteristik air itu sendiri, yang mana antara air laut satu dengan lainnya tidaklah sama. Karakteristik itu meliputi salinitas (kadar garam), suhu, massa, densitas, dan sebagainya.

Baca juga: Mensyukuri Eksistensi Laut Bagi Umat Manusia

Thantawi Jauhari sedikit berbeda dengan Ar-Razi dan Ibnu Asyur dalam dalam memberikan penjelasan “maraj al-bahrain”. Ia berpendapat bahwa terdapat keterlibatan sungai terhadap perpisahan arus aliran air laut tersebut. Adanya siklus air juga berperan penting. Sebab ketika air laut menguap maka akan timbul hujan yang mengaliri sungai-sungai. Sedangkan sungai-sungai tersebut mengalirkan air yang bermuara ke laut. Namun, di setiap air kadar garam yang dikandung dan karakteristik air berbeda-beda, sehingga beberapa kali ditemui air yang tidak menyatu. Fenomena air di Danau Labuan Cermin dan di Selat Madura bisa dijelaskan jika merujuk keterangan Jauhari ini.

Penjelasan lebih mutakhir mengenai fenomena alam yang termaktub dalam Al-Quran juga bisa ditemukan dalam tafsir Kemenag. Dalam menafsirkan Surat Ar-Rahman ayt 19-21 penafsiran Kemenag bercorak tafsir bil ‘ilmi karena mengutip penelitian ilmiah disiplin keilmuan fisika, kimia, dan oceanografi. Dalam tafsir Kemenag dijelaskan bahwa keterpisahan dua luatan yang berdampingan tersebut memiliki faktor yang kompleks seperti tekanan angin, rotasi bumi, topografi dasar laut, rapat massa, temperature suhu udara, perbedaan iklim dan material lain yang berhubungan.

Lautan yang air lautnya tidak saling menyatu ini bisa ditemukan di Selat Gibraltar (selat yang memisahkan Spanyol di Benua Eropa dan Maroko di Benua Afrika) dan laut di sebelah timur Pulau Jepang. Dalam tafsir Kemenag, penjelasan al-bahrain mengandung makna dua lautan yang bertemu seperti di Selat Gibraltar bahwa dua laut yaitu Samudera Atlantik dan Laut Mediterania memang bertemu namun tidak saling menyatu. Menurut penjelasan Kemenag, di beberapa Samudera seperti Pasifik, Atlantik, dan Hindia terdapat arus yang bergerak melawan permukaan laut yang dikenal sebagai Pacific Equatorial Undercurrent atau disebut Cromwell Current. Arus ini bergerak ke timur menentang arus Pacisic South Equatorial Current yang bergerak ke barat. Pertentangan aliran arus ini kemudian yang membuat lautan seperti di Selat Gibraltar dan juga Laut Timur Jepang terdapat batasan dan tidak menyatu meskipun saling berdampingan.

Tafsir Surat Ar-Rahman ayat 21: men-tadabbur-i alam sebagai ungkapan syukur

Surat Ar-Rahman ayat 19-20 memang menjelaskan fenomena yang terjadi di alam, yaitu pertemuan dua lautan. Namun firman Allah tidak berhenti. Surat Ar-Rahman ayat 20 tersebut dilanjutkan dengan ayat 21 yang berbunyi:

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Susunan kalimat dalam ayat tersebut adalah termasuk kalimat istifham (kalimat pertanyaan). Penggunaan kalimat istifham oleh Allah dalam Al-Quran menurut Al-Mahalli dan Al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn dimaksudkan sebagai sebuah penegasan. Pertanyaan Allah tersebut yang ditujukan kepada manusia tidak perlu dijawab. Pertanyaan tersebut adalah peneguhan dari Allah bahwa nikmat yang telah dilimpahkan di dunia ini sangatlah banyak.

Baca juga: Empat Tipologi Bencana dalam Perspektif al-Quran

Penjelasan mengenai nikmat-Nya salah satunya adalah melalui tanda-tanda dan fenomena alam seperti pertemuan dua laut dalam Surat Ar-Rahman ayat 19-21. Namun itu hanya sebagian kecil saja. Banyak sekali nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya setiap detik dan setiap menit. Peristiwa alam hanyalah salah satu permisalan. Ia adalah sarana bagi manusia untuk selalu mengingat Allah dan selalu bersyukur atas segala nikmat hingga yang tak terjangkau logika manusia sekalipun. Karena dengan men-tadabbur-i alam dapat mempertebal keimanan kita dan menambah rasa syukur kita kepada Allah SWT. Wallahu a’lam[]

Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Peminat Literatur Islam Klasik dan Kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Empat Kunci Kesuksesan Hidup dalam Surah Az-Zumar Ayat 10

0
Sukses baik di dunia maupun di akhirat merupakan hal yang didambakan bagi setiap orang. Untuk meraih kesuksesan tersebut tentu memerlukan usaha dan tekad yang...