Nasihat merupakan salah satu metode pendidikan yang cukup efektif dalam membentuk keimanan, akhlak, jiwa dan rasa sosial seseorang. Memberi nasihat juga dapat memberi kemanfaatan dan perubahan besar untuk membuka dan menyadarkan hati seseorang terhadap hakikat sesuatu, mendorongnya untuk berperilaku yang baik dan positive thinking (berpikir positif). Metode nasihat ini telah disebutkan secara eksplisit oleh Allah SWT dalam firman-Nya QS. az-Zariyat ayat 55:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin”
Tafsir Surah az-Zariyat Ayat 55
Al-Suyuthi dalam Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul menjelaskan sebab turunnya ayat ini bahwa diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah bahwa tatkala turun ayat fa tawalla famaa anta bi malum (maka berpalinglah engkau dari mereka, dan kamu sekali-kali tidak tercela) (Q.S. az-Zariyat ayat 54).
Lantas para sahabat merasa gundah. Mereka mengira bahwa wahyu tidak akan turun lagi. Artinya telah terputus dan azab Allah segera datang. Maka turunlah ayat selanjutnya yakni ayat ini yang menegaskan bahwa peringatan yang diberikan Nabi saw tetap bermanfaat dan relevan sepanjang zaman (shalih li kulli zaman wa makan) bagi orang yang beriman.
Baca juga: Tafsir Tarbawi: Larangan Bullying dalam Pendidikan Islam
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw selaku khatamul anbiya wal mursalin (penutup para nabi) agar tetap memberikan peringatan dan nasihat, karena keduanya akan bermanfaat bagi orang yang mendapat petunjuk-Nya. Ibnu Katsir menambahkan peringatan dan nasehat itu akan tetap bermanfaat selama hati mereka tetap beriman kepada-Nya.
Penafsiran serupa juga disampaikan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, ia menafsirkan “dan tetaplan selalu memberi peringatan. Sebab peringatan itu dapat memberikan pencerahan baik penglihatan maupun keyakinan orang-orang Mukmin. Al-Qurthuby misalnya menafsirkan adz-dzikra dengan al-idzah (nasihat) sebab nasihat itu akan bermanfaat bagi orang Mukmin. Adapun Qatadah memaknai adz-dzikra dengan Alquran sebab nasihat melalui Alquran itu akan bermanfaat bagi orang Mukmin.
Pentingnya Metode Nasihat dalam Pendidikan Islam
Bagi seorang pendidik memberikan nasehat kepada peserta didiknya merupakan kewajiban baginya. Tentu pemberian nasehat itu harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan mendidik, bukan menggurui bahkan terlalu overload. Pemberian nasihat di sini dapat berupa verbal maupun non verbal. Apabila ditilik ulama kita dalam memberikan wejangan (baca: nasihat) selalu berimbang. Dalam artian, tidak hanya secara verbal tapi juga non verbal atau keteladanan.
Baca juga: Tafsir Surah Al Baqarah Ayat 256: Islam Menjunjung Tinggi Kebebasan Beragama
Cara verbal kerap kita jumpai di ceramah-ceramah agama. Sebut saja, Kiai Anwar Zahid, kiai kondang asal Kanor, Bojonegoro, beliau selalu menyampaikan pitutur (baca: nasihat) dengan humoris, santai dan tetap memperhatikan materi keislaman di dalamnya. Beliau mengemasnya dengan diksi bahasa yang sederhana dan dikontekstualisasikan dengan pengalaman hidup audiensnya sehingga dakwahnya diminati dan tenar di mana-mana. Berbeda dengan Kiai Anwar Zahid, Ulama tafsir kita, Quraish Shihab yang hidup di lingkungan akademis, beliau memberikan nasehat berdasarkan keilmuannya, menggunakan bahasa santun, sejuk dan mendamaikan.
Sedang cara non verbal dapat dilakukan dengan pembiasaan kehidupan sehari-hari misalnya dengan keteladanan. Rasulullah saw sering kali memberi contoh (berbuat lebih dulu) sebelum menyuruh (mengatakan). Artinya bagi seorang pendidik, dituntut tidak hanya lihai dan gemar menasihati, namun juga dituntut memberikan teladan sebelum berkata.
Karenanya, metode nasihat sangat penting bagi peserta didik agar ia bisa membedakan mana yang benar dan salah, mana yang tidak sopan dan sopan sehingga itu menjadi bekal bagi dirinya untuk menjadi manusia yang unggul dan berakhlakul karimah. Wallahu A’lam.