BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Mewarisi Pekerti Adiluhung Rasulullah SAW

Tafsir Tarbawi: Mewarisi Pekerti Adiluhung Rasulullah SAW

Dalam tradisi Jawa, kita mengenal istilah pekerti adiluhung untuk menggambarkan sosok yang berbudi pekerti luhur atau dalam Islam sering disebut akhlakul karimah. Sebagai seorang muslim, kita seyogyanya mewarisi pekerti adiluhung tersebut dari Rasulullah SAW.

Pekerti adiluhung Rasul SAW ditegaskan dengan, “kaana khuluqul qur’an, seluruh perilaku dan perangai Nabi adalah cerminan dari nilai-nilai luhur yang ada dalam Al Quran” Allah SWT bahkan memujinya sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya Q.S. al-Qalam [68]: 4:

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (Q.S. al-Qalam [68]: 4)

Baca juga: Rasulullah Pun Pernah Mempraktikan Metode Bandongan

Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 4

Ayat ini secara eksplisit menegaskan betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW, sehingga Allah SWT memujinya dan menyebutnya dalam Al Quran. Sebagaimana dituturkan as-Suyuthi dalam Lubabun Nuqul fi Asbab al-Nuzul, asbabun nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Kitabud Dalail dan al-Wahidi dengan sanad yang berasal dari ‘Aisyah. Bahwa tidak ada seorangpun yang memiliki dan mewarisi akhlak yang lebih mulia daripada akhlak Rasulullah.

Apabila seseorang memanggil beliau, baik sahabat, keluarga ataupun penghuni rumahnya, beliau selalu menjawab, “Labbaika (Saya memenuhi panggilanmu)”. Lalu, ayat ini turun sebagai penegasan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang sangat terpuji.

Al-Qurthuby dalam al-Jami’ li Ahkamil Qur’an menafsirkan kata khuluq dengan budi pekerti luhur, tingkah laku atau karakter terpuji. Ibnu Abbas dan Mujahid berkata, ‘ala khuluq yaitu ‘ala dinin adzim minal adyan (di atas kemuliaan agama dari beberapa agama).

Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Aisyah bahwa khuluquhu kana Alquran (akhlaknya adalah Alquran). Pakerti adiluhung Rasul saw tidak hanya dilukiskan dengan kata innaka (sesungguhnya engkau), akan tetapi juga dengan tanwin pada kata khuluqin. Sedangkan huruf lam yang terdapat pada kata ‘ala berfungsi untuk mengukuhkan kandungan kata ‘ala sehingga berbunyi la’ala (bahwa akhlak rasulullah tidak hanya sekadar di atas atau terpuji saja, melainkan benar-benar amat terpuji).

Adapun lafaz adzim di bagian akhir ayat adalah penyifatan khuluq oleh Allah. Jika Allah swt menyifati sesuatu dengan lafaz adzim (agung) maka tidak terbayangkan bagaimana mulianya keagungan akhlak baginda Rasul.

Al-Thanthawi misalnya dalam Tafsir al-Wasith mengatakan sebagaimana perkataan Imam al-Razi bahwa kata khuluq bermakna mulkahu nafsaniyyah (kepemilikan pribadi). Artinya, psikis Rasulullah sudah menunjukkan akhlak yang mulia. Sedangkan al-adzim, al-Qurthuby melukiskannya dengan tingginya derajat, tampak kemuliaannya, dan kedudukan yang agung.

Penafsiran terperinci juga disampaikan oleh Muhammad ‘Ali al-Shabuny dalam Shafwah al-Tafasir, bahwa akhlak Rasulullah saw meliputi ilmu dan bijaksana, tegar dan tidak mudah menyerah, banyak beribadah dan dermawan, sabar dan syukur, tawadhu’ dan zuhud, kasih sayang dan welas asih, sopan dalam bergaul dan beretika, dan akhlak-akhlak mulia lainnya.

Arti pernyataan Aisyah bahwa akhlak Rasulullah adalah Al Quran menunjukkan bahwa Rasulullah telah menjadikan perintah dan larangan Al Quran sebagai karakternya. Tatkala Al Quran memerintahkan sesuatu maka beliau akan melaksanakannya. Dan kapan saja Al Quran melarang, maka Rasul pasti meninggalkannya.

Hamka dalam Tafsir al-Azhar mengemukakan sebagaimana telah ditegaskan dalam H.R. Bukhari Muslim dari Anas bin Malik, “Aku telah menjadi pembantu Rasul saw selama 10 tahun, namun tidak pernah mengatakan, “huss” walaupun sekali saja. Dan belum pernah mengomentari perbuatanku dengan mengatakan, “mengapa kamu lakukan itu?” Dan tidak pernah mengomentari apa yang belum aku kerjakan, “mengapa kamu belum mengerjakan juga?” Beliau adalah manusia yang paling baik akhlaknya.

Beliau tidak pernah memakai pakaian dari sutra. Tidak ada sesuatupun yang lebih lembut daripada telapak tangan Rasul. Dan aku tidak pernah mencium wangi-wangian yang semerbak melebihi keringat Rasul.

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Membudayakan Mauidzah Hasanah dalam Pendidikan Islam

Mewarisi Pekerti Adiluhung Rasulullah SAW

Pekerti adiluhung merupakan akhlak luhur yang memiliki seperangkat nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya, kasih sayang dan welas asih, arif dan bijaksana, adil, menghormati sesama, tidak mementingkan kepentingan pribadi, menjunjung tinggi rasa persaudaraan, dan pekerti luhur lainnya.

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Pentingnya Penguasaan Teknologi Bagi Pendidik

Rasulullah sebagai representasi manusia berbudi pekerti luhur, la’ala khuluqin adzim seperti yang digambarkan dalam ayat di atas. Dalam Maulid al-Barzanji yang ditulis Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhamamd al-Barzanji, tepatnya di halaman 123, mengisahkan sebagai berikut,

وَيُحِبُّ الْفُقَرَاءُ وَالْمَسَاكِيْنُ وَيَجْلِسُ مَعَهُمْ وَيَعُوْدُ مَرْضَاهُمْ وَيُشَيِّعُ جَنَائِزَهُمْ وَلاَ يُحَقِّرُ فَقِيْرً

“Rasulullah mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir”

Hadis di atas menandai bahwa Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan seseorang baik antara “orang besar dan orang kecil” dalam memperlakukan jenazah mereka. Artinya Rasulullah adalah sosok yang egaliter, sosok yang memandang semua manusia sama, sama-sama harus dihormati,– meminjam bahasa Gus Dur – memanusiakan manusia. Jasa orang besar juga diapresiasinya, pun begitu pula dengan orang-orang kecil. Sebagaimana dalam sabda-Nya,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا

“Bukanlah umatku orang yang tidak berbelas kasih kepada orang kecil dan bukan pula umatku orang yang tidak menghormati orang besar”

Kandungan hadis ini bersifat umum, tidak hanya terkhusus bagi umat Islam saja. Namun sebagai umat Islam, kita punya tanggungjawab moral untuk mewarisi dan meneladani akhlak Rasulullah.

Pendidik misalnya harus memiliki dan mewarisi sifat kasih sayang kepada peserta didik agar mereka dapat menerima pendidikan dan pengajaran dengan hati yang senang lagi nyaman. Ayat keempat dari surah Al-Qalam memberikan gambaran bagaimana akhlak dan pekerti adiluhung Nabi Muhammad saw begitu mulia. Dan teladan terbaik (uswatun hasanah) bagi kita semua umatnya. Semoga kita semua mampu mewarisi dan meneladani akhlak Rasul. Amin.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...