Alquran bukan sekadar kitab petunjuk spiritual, tetapi juga lumbung keajaiban yang terus mengundang rasa ingin tahu. Salah satu ayatnya, yang membahas tentang “laut yang tidak bercampur,” sering menjadi perbincangan hangat di antara para ilmuwan, cendekiawan, dan umat Islam pada umumnya.
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِۙ ١٩ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِۚ ٢٠ ( الرحمن/55: 19-20)
“Dia membiarkan dua laut mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman: 19-20)
Baca Juga: Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 18-20
Tafsir Klasik: Sebuah Bukti Kekuasaan Ilahi
Dalam pandangan ulama klasik seperti keterangan dalam Tafsir Al-Jalalayn dan Ibnu Katsir, ayat ini adalah penegasan kebesaran Allah. Mereka bersepakat bahwa “batas” yang disebutkan dalam ayat adalah penghalang tak kasat mata yang menjaga dua laut tetap unik dengan sifat masing-masing.
Imam Al-Razi, dalam Mafatih al-Ghaib, menggambarkan fenomena ini sebagai simbol keteraturan semesta yang diatur oleh kekuasaan Allah. Tafsir ini mengajak kita untuk menyadari keterbatasan manusia di hadapan Sang Pencipta, mengingatkan bahwa ilmu manusia hanya setitik dibandingkan luasnya pengetahuan-Nya.
Penemuan Ilmiah: Rahasia di Balik Laut yang Tak Bersatu
Sains modern hadir untuk menyingkap sebagian misteri ayat ini. Dalam dunia oseanografi, terdapat istilah halocline dan thermocline—lapisan pemisah antara dua massa air yang berbeda kadar garam atau suhunya.
Contohnya ada di Selat Gibraltar, tempat Laut Mediterania dan Samudera Atlantik bertemu. Perbedaan salinitas dan suhu menciptakan batas alami yang mencegah kedua laut ini bercampur secara langsung.
Dr. William Hay, ahli geologi kelautan, menegaskan bahwa fenomena seperti ini mustahil diketahui di masa Nabi Muhammad tanpa alat canggih. Penemuan ini justru memperkuat keyakinan bahwa Alquran bukan hanya kitab, tetapi juga sumber inspirasi untuk eksplorasi ilmiah.
Baca Juga: Arkeologi Alquran: Hikmah dari Peradaban Kaum ‘Ad
Mukjizat atau Hukum Alam?
Pertanyaan besar yang muncul: apakah ini murni mukjizat atau penjelasan ilmiah? Jawabannya bisa jadi keduanya. Mukjizat tidak selalu berarti sesuatu yang melawan hukum alam; ia adalah pengaturan Allah yang sempurna dalam mekanisme alam.
Sheikh Tantawi dalam Tafsir Al-Jawahir berpendapat bahwa ayat-ayat ilmiah dalam Alquran bertujuan untuk mendorong manusia berpikir, bukan menggantikan penelitian ilmiah. Laut yang tidak bercampur adalah bukti kebesaran Allah, sekaligus panggilan untuk merenungi keteraturan semesta.
Ancaman pada Harmoni Laut
Namun, harmoni yang Allah ciptakan ini kini berada di ujung tanduk akibat ulah manusia. Pencemaran laut, limbah plastik, dan tumpahan minyak menjadi ancaman besar bagi ekosistem laut. Data UNEP menunjukkan bahwa 8 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun, menciptakan kerusakan yang tak terbayangkan.
Fenomena ini mencerminkan firman Allah, surah ar-Rum ayat 41, bahwa kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Ayat ini adalah peringatan keras bagi manusia untuk introspeksi. Kerusakan alam bukan hanya ancaman bagi ekosistem, tetapi juga bagi keberlangsungan hidup manusia sendiri.
Baca Juga: Empat Rupa I’jaz Al-Quran Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
Hikmah: Laut Sebagai Cermin Kehidupan
Fenomena laut yang tidak bercampur mengajarkan kita banyak hal: harmoni, keteraturan, dan tanggung jawab. Islam menekankan bahwa alam adalah amanah, bukan komoditas untuk dieksploitasi sesuka hati.
Dalam konteks krisis lingkungan global, kita diingatkan akan sabda Nabi Muhammad:
“لَا تُسْرِفْ فِي الْمَاءِ وَلَوْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ”
“Janganlah kalian boros dalam penggunaan air, meskipun kalian berada di tepi sungai.” (HR. Ahmad, no. 6768)
Pesan ini menjadi sangat relevan di era eksploitasi berlebihan telah menyebabkan ketidakseimbangan alam.
Fenomena laut yang tidak bercampur adalah pengingat indah bahwa ilmu dan iman bisa berjalan beriringan. Tafsir klasik mengajak kita untuk mengagumi kekuasaan Allah, sementara sains memperdalam apresiasi kita terhadap keajaiban ciptaan-Nya.
Namun, lebih dari sekadar takjub, fenomena ini juga memanggil kita untuk bertanggung jawab. Laut bukan hanya mukjizat, tetapi juga aset yang harus kita rawat. Dan yang lebih penting, ia adalah tanda bahwa Allah selalu mengarahkan perhatian kita pada hal-hal yang benar-benar berarti. Wallah a’lam