Dewasa ini banyak berkembang metode pembelajaran Al-Quran. baik itu dalam bentuk buku ajaran maupun pertemuan yang biasa disebut Halaqah. Beberapa metode yang berkembang luas di Indonesia seperti metode iqra’, baghdadi, ummi dan lain lain. Di kalangan pondok pesantren yang berbasis Al-Quran biasa menggunakan metode Talaqqi.
Berbeda dengan metode pengajaran Al-Quran lain, metode Talaqqi tidak menggunakan buku acuan. Talaqqi adalah sebuah pengajaran dimana murid belajar secara langsung berhadapan dengan gurunya, murid membaca Al-Quran dan didengarkan oleh gurunya. Apabila ada kekeliruan, akan langsung dikoreksi.
Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek L merupakan salah satu contoh yang menggunakan metode tersebut. Umumnya, Talaqqi dilakukan pada waktu pagi setelah para santri melaksanakan shalat subuh berjamaah dan setelah salat Manghrib.
Dalam praktiknya, waktu subuh diisi oleh pengajar –dalam hal ini sosok kiai yang mengajar langsung- membaca ayat Al-Quran dengan jelas kemudian ditirukan para santri. Tak jarang setelah Talaqqi berlangsung, pengajar menjelaskan intisari ayat Al-Quran baik itu Sababun Nuzul maupun pesan yang dimaksud pada ayat Al-Quran tersebut.
Hal ini penting dilakukan, sebab dampaknya selain para murid dapat melafalkan ayat Al-Quran dengan baik (secara zahir) juga memahamkan tentang isi kandungan ayat Al-Quran.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Tafsir Juz ‘Amma Karya Kh. Masruhan Ihsan
Adapun saat maghrib, yang bertugas sebagai pengajar merupakan santri senior yang telah menyelesaikan ngaji sima’an kepada kiai. Biasanya santri senior merupakan santri yang sedang atau telah menghafalkan Al-Quran. Namun tak jarang juga diisi oleh santri senior yang tidak menghafal Al-Quran, namun memiliki kompetensi mengajar dan kefasihan.
Berbeda dengan Talaqqi di waktu Subuh, setelah maghrib merupakan Talaqqi setoran hafalan Al-Fatihah dan juz 30. Meski berbeda, Talaqqi di waktu ini memiliki kualifikasi yang lebih ketat. Sebab guru dan murid berhadap-hadapan satu persatu.
Dalam ber Talaqqi, pengajar bukan semata membaca ayat, melainkan mengoreksi bacaan murid-murid yang kurang pas. Satu ayat akan diulangi beberapa kali sampai bacaan murid sesuai dengan standar yang dipatenkan oleh guru. Murid diwajibkan menirukan tiap makhorijul huruf sebagaimana yang diajarkan gurunya.
Dikarenakan metode ini tidak menggunakan buku acuan sebagaimana Iqra maupun baghdadi, Talaqqi bisa dikatakan menggunakan tradisi oral. Pada masa lampau, tradisi oral memiliki kualifikasi yang sama ketatnya seperti tradisi tulis menulis. Sebut saja dalam hadis, kualitas hadis ditentukan pada kualitas rawinya yang bersambung kepada Rasulullah.
Talaqqi juga memiliki sanad keilmuan yang bersambung pada guru-guru sebelumnya sampai kepada nabi Muhammad. Metode talaqqi telah dilestarikan sejak zaman Rasulullah, sahabat maupun tabiin dan terus diwariskan kepada murid-murid generasi berikutnya.
Apa yang diajarkan di Komplek L, merupakan turunan dari silsilah keilmuan diatasnya. Secara general, kiai Munawwir Krapyak merupakan pionir dari metode Talaqqi di pesantren ini. Beliau membawa ilmu Al-Quran setelah menempa pendidikan sepanjang 16 tahun di Makkah dan telah mendapatkan lisensi mengajar Tahfidz Al-Quran.
Metode Talaqqi mengacu pada Q.S Al-Qiyamah[75]: 16-18 yang berbunyi:
Q.S 75:16
لَا تُحَرِّكْ بِهٖ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهٖۗ, اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهٗ وَقُرْاٰنَهٗ ۚ, فَاِذَا قَرَأْنٰهُ فَاتَّبِعْ قُرْاٰنَهٗ ۚ
Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur’an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
Dalam tafsirnya, Imam Qurtubi mengutip sunan tirmidzi, Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika Jibril menurunkan ayat, Nabi Muhammad mengikuti apa yang dibacakan Jibril karena ingin segera menghafalkannya. Maka turunlah ayat ini sebagai teguran kepada nabi untuk tidak tergesa-gesa. (al-Jami’ al-Quran, Jilid 21, Hal. 425)
Setelah teguran tersebut, tiap turunnya wahyu nabi selalu mendengarkan sampai selesai kemudian baru menghafalkannya.
Abdul Jalil, salah seorang dosen di UIN Sunan Kalijaga pernah mengatakan bahwa hal yang penting diperhatikan sebelum menghafal Al-Quran adalah tahsin Al-Quran. maksudnya memperbaiki membaca Al-Quran.
Tolak ukur baik membaca Al-Quran bukan hanya dari kelancarannya. Melainkan juga pelafalan tiap huruf yang dibaca. Oleh sebab itu pentingnya peran guru dalam mengoreksi cara membaca tersebut. Sebab guru memiliki kemampuan analisa bacaan Al-Quran yang baik dan benar.
Baca Juga: Surah Al-Mumtahanah Ayat 8-9 dan Pesan Relasi Muslim-Non Muslim dalam Tafsir Al-Ibriz
Talaqqi menjadi salah satu solusi memperbaiki atau belajar membaca Al-Quran dengan baik. Alangkah lebih baiknya jika dimulai sejak dini. Sebab di usia tersebut, seseorang mudah menerima informasi dan pengajaran.
Akhir kata, Talaqqi menekankan kefasihan ketepatan cara membaca lafal Al-Quran. Pengajar sangat berhati-hati dalam menyimak bacaan muridnya. Sehingga untuk menuntaskan belajar dengan metode ini dibutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu dibutuhkan keikhlasan hati dan niat yang tulus dalam belajar.
Ketatnya standar yang digunakan bukan untuk menyulitkan murid. Melainkan guna melatih murid supaya dapat membaca Al-Quran dengan fasih, baik dan benar, Bukan sekedar lancar.