Kalau berbicara tentang kitab tafsir tertua dari Nusantara, maka sudah pasti jawabannya Turjuman al-Mustafid karangan Syekh Abdur Rauf Singkel. Namun jika menyebut mushaf al Quran tertua dari Nusantara, kayaknya masih asing di telinga muslim Indonesia.
Turjuman al-Mustafid didaulat sebagai tafsir tertua karena penulisnya lahir pada tahun 1620 dan meninggal pada 1693 M. Catatan para peneliti menyebut salinan kitab ini yang paling awal berasal dari abad ke-17. Kemudian salah satu penerbit dari Turki yakni Mathba’ah al-Utsmaniyyah menerbitkan pada tahun 1884 M.
Sementara mushaf Al Quran tertua dari Nusantara yang diketahui keberadaanya sampai sekarang adalah mushaf dengan kode MS 96 D 16. Dalam catatan Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran, mushaf tertua se-Asia Tenggara ini bertahun 1606 dan berasal dari Johor (Malaysia) dan sekarang tersimpan di perpustakaan Rotterdam Belanda.
Meskipun dalam kolofon (catatan yang ada di akhir naskah) mushaf ini menyebut dari Johor, ternyata sebagian ditulis dengan bahasa Jawa aksara Arab (pegon), bukan Melayu. Seperti ini tulisannya;
“Tamat dina tsalats wulan Ramadan Akhtar ‘Abd Idris Faqran sa(m)pun kurang pangapura sakehing kang amaca yen kurang wewuhana yen luwih lungana denira sang utama.”
“Selesai pada hari ketiga bulan Ramadhan (oleh) Abd Idris Faqran. Mohon tidak memaklumi (atas kesalahan apapun). Jika ada apa pun yang tidak memadai, silakan tambahkan. Jika ada yang berlebihan, mohon dihilangkan, hai kamu yang lebih mengetahui (dalam ilmu).”
Selain ada kolofon tersebut, terdapat juga satu kolofon dengan bahasa Belanda. Seperti ini tulisannya.
“Anno 1606. Is desen Alcoran den 20en Julij voor Malacca, den Heere Admiral Matelief de Jonghe, van den Bisschop van Johor, op syn ernstich anhauden geschJJonken. Waermede hij met victorie, ende goede gesontheyt wederom door des Heeren genaede tJhuis gekomen synde, dese Librarie van Rotterdam vereert heeft.”
“Tahun 1606. Pada tanggal 20 Juli di lepas pantai Malaka, salinan Al Quran ini didermakan atas desakan Mufti Kesultanan Johor kepada LakJamana Matelief de Jonge. Semoga dengan belas kasih Tuhan, kembali ke rumah dengan kemenangan dan kesehatan yang baik, dia membanggakan perpustakaan Rotterdam ini dengan salinan Al Quran itu.”
Di balik dua kolofon tersebut, ternyata mushaf ini menyimpan rimbun data luar biasa yang mampu menyambungkan khazanah peradaban mushaf Al Quran di Nusantara.
Baca juga: Hizb Mushaf Al-Qur’an, Apakah Sama dengan Hizb Wirid? Begini Penjelasannya!
Sejarah Mushaf MS 96 D 16
Dalam menggali sejarah mushaf al Quran tertua dari Nusantara ini, lazim bagi kita untuk merujuk sebuah artikel anggitan Peter G. Riddel. Artikel karangan peneliti senior dari Australian College of Theology di Melbourne School of Theology ini berjudul “Rotterdam MS 96 D 16: The Oldest Known Surviving Qur’an from The Malay World”.
Dalam penelusurannya, Riddel menyebut bahwa kemungkinan besar mushaf Al Quran merupakan pemberian dari delegasi kesultanan Johor kepada Laksamana Matelief de Jonge di salah satu kapal yang dipimpinnya.
Singkat cerita, ekspedisi Laksamana Matelief de Jonge berlangsung sejak tahun 1605. Ia bersama rombongan sebelas kapal lainnya berangkat dari markas Rotterdam. Matelief memang memiliki rencana untuk menggeser kekuatan portugis yang sebelumnya telah menguasai Malaka.
Sejalan dengan itu, Kesultanan Johor juga pernah memiliki pengalaman pahit dengan Portugis. Perlu diketahui bahwa kesultanan Johor itu berdiri setelah kekalahan Malaka terhadap Portugis. Johor yang sebelum kekalahan itu menjadi bagian dari Malaka, akhirnya memisahkan diri dan mendirikan kesultanan baru yang diinisiasi oleh Sultan Mahmud dan Sultan Alauddin pada tahun 1518.
Kemudian pada tahun 1586 dan 1587 Portugis kembali berhasil menjarah kesultanan Johor. Kejadian tragis inilah yang menyebabkan kesultanan Johor menyambut baik aliansi dengan kekuatan baru Belanda.
Pada bulan Mei hingga Agustus 1606, Laksamana Matelief de Jonge mengepung Portugis di Malaka. Di tengah masa pengepungan itu, kesultanan Johor mengirimkan delegasi untuk kesepakatan aliansi. Delegasi itu pun menghadiahkan pedang yang bertahtakan permata sebagai tanda persahabatan. Di sini, Riddel menduga kemungkinan besar pemberian mushaf al Quran juga.
Riddel pun berasumsi bahwa penulisan mushaf al Quran tertua dari Nusantara ini tidak dikerjakan di semenanjung Melayu kemudian dibawa ke Johor. Selain itu, pemberian hadiah pedang dan mushaf al Quran sebagai wujud diplomasi politik dan agama yang tinggi antara Laksamana Matelief de Jonge dan kesultanan Johor saat itu.
Edisi ini hanya menjelaskan sejarah singkat mengapa mushaf tertua Nusantara yang berasal dari Johor dan dengan bahasa Jawa ini bisa sampai ke perpustakaan Rotterdam Belanda. Di kesempatan lain aka nada lanjutan khusus tentang potret mushaf ini.