Secara bahasa, kata libās memiliki arti pakaian. Pakaian, secara umum dipahami sebagai sesuatu yang digunakan untuk menutupi tubuh agar bagian intim tertutupi, memberikan kenyamanan dengan melindungi kulit dari cuaca panas maupun dingin, serta sebagai penghias diri atau penambah keberhargaan diri. Kata libās dalam Alquran disebutkan beberapa kali, salah satunya pada potongan Q.S. al-Baqarah [2]: 187 berikut.
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ
Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.
Pada teks ayat di atas, lafaz libās diarahkan pada pengertian pasangan suami-istri. Berdasarkan keberfungsian pakaian yang dipahami pada umumnya, berikut jawaban ragam tafsir mengenai keselarasan makna antara fungsi pakaian dan relasi antara suami-istri.
Penutup Kejelekan
Disebutkan dalam kitab Mufradāt Alfāz al-Qur’ān (h. 735) karya ar-Ragib al-Asfahani, kata libās pada ayat tersebut adalah bentuk kinayah (kiasan) dari az-zauj (suami atau istri), yang mana dimaknai dengan segala sesuatu yang menutupi manusia dari kejelekan atau keburukan. Dikatakan juga dalam kitab Tafsīr Jalālayn (h. 39), bahwa potongan ayat tersebut merupakan kiasan yang mengarahkan pada artian suami-istri yang saling bergantung dan membutuhkan.
Sebagaimana pula dalam kitab Mu’jam wa Tafsīr Lughawy li Kalimāti al-Qur’ān (juz 4, h. 145), lafaz libās pada potongan ayat tersebut bermakna bahwa masing-masing dari suami maupun istri, saling menutupi kekurangan satu sama lain. Hal ini sesuai penggambaran pakaian yang menyentuh pemakainya sebagai penutup, keduanya saling bersentuhan satu sama lain.
Baca juga: Surah Ala‘raf (189): Berpasangan dan Memiliki Keturunan adalah Fitrah
Quraish Shihab dalam bukunya, Seksualitas dan Interaksi: Pendidikan dari Perspektif al-Qur’an dan Sunnah (h. 33), mengungkapkan bahwa perumpamaan pakaian atau libās tidak hanya sekadar saling membutuhkan sebagaimana kebutuhan seseorang kepada pakaian. Namun, ia berfungsi juga sebagai penutup kekurangan pasangan, seperti halnya pakaian yang berfungsi menutup aurat (kekurangan manusia).
Dalam hal ini, aurat mengandung dua pengertian. Pertama, makna hakiki, yakni menutupi bagian tubuh yang dilarang diperlihatkan kepada nonmahram. Kedua, makna kias, yakni berupa kekurangan, kejelekan, dan keburukan pasangan.
Baca juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 36: Hikmah Besar dari Berpasang-pasangan
Istri adalah pakaian bagi suami, dan suami adalah pakaian bagi istri. Peran ini menimbulkan ketersalingan dalam menjaga segala aib yang dimiliki antara satu sama lain, sebagaimana fungsi pakaian menutup bagian tubuh yang tidak boleh diumbar. Selayaknya manusia biasa yang tidak jauh dari kesalahan, seyogianya keduanya tidak mengumbar aib satu sama lain dan saling menjaga kehormatan.
Pelindung dan Pemberi Kenyamanan
Disebutkan dalam kitab Tafsīr al-Baghawī (juz 1, h. 228), bahwa lafaz libās bermakna sakan, yaitu ketenangan, ketenteraman, dan kenyamanan. Sebagaimana fungsi pakaian yang melindungi dan memberi kenyamanan, masing-masing dari suami maupun istri hendaknya saling menciptakan ketenteraman, kenyamanan, dan ketenangan di antara keduanya. Hal ini sejalan dengan Q.S. al-A’raf [7]: 189 yang berbunyi: wa ja’ala minhā zaujahā liyaskuna ilaihā, yakni “Dia menjadikan pasangannya agar dia cenderung dan merasa tenteram kepadanya.”
Bukankah menjadi perjalanan hidup yang indah, apabila dibersamakan dengan pasangan yang memberikan ketenteraman, dan membersamai pasangan dengan ketenteraman pula? Seumur hidup adalah perjalanan yang panjang. Maka perlu diupayakan untuk saling menciptakan kenyamanan dan pelindungan satu sama lain, supaya membentuk hubungan yang sehat, sehingga berdampak pula pada keharmonisan keluarga.
Menjaga Keberhargaan Diri
Pakaian merupakan tanda pengenaan bagi makhluk yang berakal. Berbeda dengan hewan yang tidak berpakaian, sebab tidak memiliki akal yang sempurna seperti manusia. Sebagaimana halnya dengan pakaian yang menjaga kehormatan dan harga diri, pasangan suami-istri hendaknya saling menjaga martabat satu sama lain. Terutama ketika dalam kondisi saling berjauhan. Lebih-lebih pada era modern sekarang ketika fitnah dapat tersebar dengan mudahnya.
Baca juga: Empat Model Pasangan Keluarga dalam Alquran
Kehormatan istri dan suami tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling bertaut satu kesatuan. Sebab, rusaknya kehormatan istri menimbulkan kerusakan pada kehormatan suami pula, begitupun sebaliknya. Aib-aib yang dimiliki pasangan hendaknya menjadi sebuah rahasia pribadi, tidak diumbar dan disebarkan. Menjadi tantangan yang amat berat bagi orang-orang yang hidup di era digital ini, zaman media sosial tidak jarang menjadi sarana mudah menyebarnya informasi.
Kesimpulan
Begitu Allah mengumpamakan pasangan hidup dengan istilah sederhana yang amat bermakna, yakni libās atau pakaian. Apabila ditinjau lebih dalam, pada hakikatnya pakaian itu menutupi, memberikan kenyamanan, memelihara, serta menghiasi raga. Sebagaimana pasangan suami istri, keduanya saling menutupi aib satu sama lain, menciptakan dan memelihara kenyamanan satu sama lain, menjaga martabat, serta saling menghiasi dan melengkapi perjalanan kehidupan satu sama lain. Upaya ini ditujukan untuk menemukan pemenuhan bersama (mutual fullfilment) dan realisasi diri (self realisation) dalam rangka menggapai ketaatan yang sempurna.
Wallāhu a’lamu.