BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanTinjauan Tafsir terhadap Jihad, Perang dan Teror dalam Al-Quran

Tinjauan Tafsir terhadap Jihad, Perang dan Teror dalam Al-Quran

Maraknya aksi teror yang terjadi beberapa dekade terakhir di berbagai belahan dunia membuat kita semua resah, terutama jika pelakunya adalah seorang muslim dan menyeret-nyeret ajaran Islam dalam rangka melegitimasi tindakan mereka.

Aksi-aksi teror ini ber-‘kontribusi’ dalam menjauhkan umat manusia dari Islam. Citra Islam sebagai agama menjadi tercoreng. Umat muslim sebagai pemeluk agama Islam juga ikut ter-stigma negatif. Padahal jika bercermin pada data yang ada, mayoritas korban terorisme juga adalah orang beragama Islam yang dianggap kafir oleh kelompok teroris. Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga.

Global Terrorism Index menyebutkan bahwa 78% kematian akibat terorisme pada 2014 terjadi di negara dengan mayoritas populasi muslim. Hassen Chalghoumi, seorang aktivis muslim di Paris menyatakan, 95 persen korban terorisme adalah muslim. The National Counterterrorism Center (NCTC) menunjukkan data bahwa, muslim menderita 82-97 persen akibat aksi terorisme dalam lima tahun terakhir.

Celakanya, tindakan-tindakan teror di atas selalu diatasnamakan sebagai ajaran Islam, dengan mengutip berbagai ayat dan hadis yang telah dimanipulasi. Yang paling sering dijadikan pembenar adalah ajaran jihad dan qital, yang ditujukan kepada setiap yang berbeda, baik non-muslim maupun muslim yang telah dianggap murtad.

Jihad diselewengkan oleh mereka dengan pemaknaan tunggal, yaitu perang fisik. Padahal sebagaimana keterangan dari para ulama tafsir, bahwa makna jihad sangat banyak dan beragam. Kata jihad sendiri dalam Alquran terulang sebanyak 41 kali, dengan konteks dan pemaknaan yang berbeda-beda.

Ayat-ayat jihad yang turun di Mekah misalnya, tidak ada satu pun yang berarti perang, terbukti tidak sekali pun Nabi melakukan ‘kontak’ fisik dengan kaum kafir Quraish selama di Mekah, padahal ayat-ayat jihad sudah turun pada saat itu.

Justru yang terjadi di Mekah pada saat itu, Nabi berdakwah sungguh-sungguh dengan penuh kesabaran dan sikap yang baik. Meski kaum Quraish selalu menyakiti beliau dan mendiskriminasi para sahabatnya.

Baca Juga: Maqashid Al-Quran dari Ayat-Ayat Perang [1]: Mempertahankan Agama Tidak Selalu Harus dengan Kekerasan

Secara bahasa jihad berasal dari kata jahd yang berarti kesukaran atau juhud yang berarti upaya atau kemampuan. Adapun secara istilah, para ulama memaknai jihad sebagai upaya sungguh-sungguh menjelaskan nilai-nilai ajaran Islam. Karena itu, sebagaimana ditulis oleh Quraish Shihab, bahwa yang dimaksud oleh Alquran dengan jihad adalah berjuang menggunakan segala kemampuan dan daya yang dimiliki untuk menghadapi segala macam lawan agama dan musuh kemanusiaan, baik itu nafsu, kebodohan, penyakit, ketamakan, kemiskinan dan lain-lain. Arena jihad juga bisa bermacam-macam dari mulai hati, lisan, tenaga, pikiran, harta, dan seterusnya.

Terkait keragaman makna jihad ini, sebuah riwayat yang sangat populer dari Nabi saat pulang dari Tabuk menerangkan bahwa perang adalah hanya bagian kecil dari jihad, dalam kondisi terpaksa dan dalam rangka membela diri, itu pun disertai sejumlah etika dan rambu-rambu. Sedangkan jihad yang besar adalah perlawanan terhadap nafsu dan egoisme. Dalam riwayat lain Nabi juga menyatakan bahwa bagi perempuan, jihad adalah haji dan umroh.

Tujuan jihad adalah litakuna kalimatullahi hiya al-‘ulya, yaitu menebarkan nilai-nilai luhur dan kebaikan yang bersumber dari Allah SWT. Bukan untuk menyerang, menyakiti, apalagi menumpahkan darah, yang tentu perbuatan-perbuatan tersebut sangat dibenci oleh Allah. Dalam sebuah hadis, Nabi menerangkan bahwa robohnya ka’bah, dalam sebuah riwayat hancurnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding hilangnya nyawa seorang manusia yang tanpa hak (HR Turmudzi: 1455).

Upaya pelaksanaan jihad yang bersifat fisik perlu juga diintegrasikan dengan dua prasyaratnya, yaitu ‘ijtihad’ yang menekankan daya akal pikir yang rasional dan mujahadah yang berorientasi pada ikhtiar bathiniyah menyingkirkan nafsu kepentingan, baik harta maupun kekuasaan. Dengan ketiga hal ini lah dapat dicapai tujuan di atas.

Tentu jihad sangat berbeda jauh dengan radikalisme dan terorisme. Karena jihad bertujuan untuk memelihara kehidupan dan membuatnya lebih baik, sedangkan teror adalah menyerang korban yang tidak bersalah. Jihad pelakunya yang mendapat pahala, sedangkan teror korban lah yang mendapatkannya (ke-syahid-an). Secara bahasa pun sudah berbeda, jihad adalah istilah tersendiri, sedangkan teror dalam bahasa Arab adalah irhab.

Sebagai catatan terakhir, jika kelompok teroris pro kekerasan itu mengaku pengikut Nabi dan mengklaim sebagai kelompok sunnah, coba lah merenungi kembali sejarah kehidupan Nabi. Jika dikalkulasi dari keseluruhan masa kenabian beliau yang 23 tahun (8000 hari), dibanding dengan jumlah total perang beliau yang 80 hari, itu artinya perang hanyalah 1% dari kehidupan beliau sebagai Nabi. Lalu kenapa mereka hanya mau mengikuti yang 1%, itu pun tidak tepat, dan meninggalkan yang 99% ? Sungguh ironis!

Baca Juga: Alasan Penting Harus Ada yang Memperdalam Ilmu Agama Menurut Al Quran

Simpulan atas uraian di atas adalah bahwa jihad dalam Alquran mempunyai beragam makna, intinya adalah upaya kerja keras. Adapun perang adalah bagian kecil dari jihad, yang bertujuan untuk mempertahankan diri atau menghalau ancaman yang sudah di ambang pintu, sebagai langkah emergency, bukan untuk menghapus kekafiran tetapi menghilangkan permusuhan (hirabah). Teror berbeda jauh dengan jihad, karena teror adalah menebar ketakutan dan mengorbankan yang tidak bersalah, sedangkan jihad adalah perjuangan dalam semua aspek demi terciptanya kehidupan manusia yang berperadaban menuju kebahagian dunia dan akhirat (sa’adat al-darain).

M. Najih Arromadloni
M. Najih Arromadloni
Pengurus MUI Pusat, Adviser CRIS Foundation dan Pengajar di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum, Lumpur Losari Brebes
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU