Khatmul Quran menjadi salah satu dari sekian banyak upaya umat Islam untuk menghadirkan Alquran dalam kehidupan sehari-sehari. Terutama saat Ramadan—bulan diturunkannya Alquran yang memiliki keutamaan lebih daripada sebelas bulan lainnya, maka umat muslim lebih giat untuk menghidupkan kalam Allah tersebut. Di antara model khataman Alquran yang berkembang di masyarakat adalah dengan dibaca dalam salat tarawih, seperti yang dilaksanakan di Pondok Pesantren al-Fatah Temboro, Magetan.
Tradisi Khatmul Quran Berawal dari Masa Nabi Saw.
Khataman Alquran adalah istilah yang digunakan bagi sebuah tradisi pembacaan Alquran dari surah Alfatihah hingga surah Annas sesuai dengan urutan Mushaf ‘Utsmani. Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
“Seorang lelaki berkata: ‘Wahai Rasulullah, apa amalan yang paling disukai Allah?’ beliau menjawab, ‘al-hal wal-murtahal’. Maksudnya membaca Alquran dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (H.R. Tirmidzi).
Berbicara mengenai khatmul Quran yang dikerjakan dalam salat, Rasulullah dan sahabat terdahulu juga mengerjakannya pada qiyamullail. Diterangkan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, Rasul melaksanakan salat qiyamu Ramadhan dengan malaikat Jibril untuk menata urutan surah dalam Alquran sebanyak dua kali. Adapun para sahabat, Ibnu Rajab mengatakan bahwa kebiasaan mereka setiap Ramadan ialah membaca Alquran dalam salat dan selainnya. Di antaranya adalah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ibrahim An-Nakha’i, dan Qatadah (Lathaif al-Ma’arif, 191).
Baca juga: Tadarus Alquran di Masa Rasulullah Saw.
Salat tarawih (berjamaah) dengan khataman pada awalnya adalah perintah dari Umar bin Khattab, agar orang-orang dapat mendengarkan seluruh Alquran saat salat, dan lebih utama untuk mengkhatamkan lebih dari sekali selama bulan Ramadan (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 27/147).
Bahkan sebagian ulama menyatakan hal itu sunah karena sangat dianjurkan memperbanyak membaca Alquran saat Ramadan. Namun, beberapa ulama juga berpendapat dalam konteks hari ini, hendaknya imam mengetahui kondisi jamaah sehingga tidak sampai membuat makmum menjadi malas mengikuti tarawih.
Ponpes Temboro Menggelar Khatam Alquran dalam Sehari Sekali
Sampai hari ini, masih banyak pesantren di Indonesia yang mengadakan khatam Alquran salat tarawih sebagai usaha mereka untuk mengikuti tradisi orang-orang saleh terdahulu dan sebagai upaya dalam menjaga hafalan Alquran, terutama pondok pesantren yang berbasis tahfiz.
Biasanya salat tarawih dilakukan pembacaan satu juz dalam tiap harinya sehingga akhir Ramadan dapat khatam Alquran 30 juz. Namun, di Masjid Trangkil Darussalam Pesantren al-Fatah Temboro, digelar tradisi khatam tersebut dalam waktu satu malam yang kegiatan tersebut sudah berlangsung selama 12 tahun.
Sama seperti tarawih pada umumnya, dimulai setelah salat Isya dengan 23 rakaat beserta witirnya. Setiap rakaatnya sang imam biasa membaca 11/2 juz Alquran. Dalam pelaksanaanya terdapat enam imam pilihan yang dapat bergantian hingga rakaat terakhir. Salat dimulai dari pukul 20.00 hingga 03.00 WIB atau menjelang sahur.
Baca juga: Anda Sedang Khataman Alquran? Berikut Anjuran Para Ulama Mengenainya
Pemilihan imam salat juga diadakan seleksi dari ustaz ataupun santri al-Fatah sendiri. Di antara persyaratan tersebut selain wajib hafiz Quran, imam salat tarawih ini juga harus fasih dalam bacaan dan tajwidnya di atas rata-rata imam yang lain.
Ustaz Barlei Musaddad, salah satu pengasuh Ponpes al-Fatah Temboro, mengatakan bahwa kegiatan tersebut dilakukan untuk mengikuti para salaf, di mana seharusnya salat tarawih dilaksankan dengan tenang dan santai, juga menunaikan hak-hak Alquran, yaitu membacanya dengan tartil dan tajwidnya secara baik meskipun pembacaannya sampai 30 juz Alquran.
Menurutnya salat tarawih tidak perlu cepat-cepat karena tarawih sendiri berarti istirahat. Hal itu sebagaimana pula diterangkan dalam kitab Fathul Muin (1/306): “Dinamakan tarawih karena orang yang salat tersebut istirahat karena lamanya salat mereka setelah tiap dua kali salam.”
Selain itu mengkhatamkan Alquran merupakan fadha’il al-a’mal (amalan utama) yang dilakukan dalam rangka memperbanyak hal-hal yang bersifat ubudiyah sekaligus menambah amalan di bulan Ramadan yang sangat luar biasa pahalanya, apalagi dikerjakan dalam salat. Diterangkan oleh Imam Alawi al-Haddad, ia mengutip Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang berkata;
Baca juga: Melihat Tradisi Khataman Alquran sebagai Objek Penelitian
“Barangsiapa yang membaca Alquran dan dia dalam keadaan mendirikan salat, maka baginya setiap huruf 100 kebaikan. Dan jika dia salat sambil duduk maka baginya 50 kebaikan dari setiap hurufnya. Dan barangsiapa yang berada di luar salat dan dia dalam keadaan suci, maka baginya 25 kebaikan setiap hurufnya. Dan jika dalam keadaan tidak suci, maka baginya 10 kebaikan dari setiap hurufnya.” (Risalatul Mu’awwanah, 9).
Keutamaan pahala dan limpahan berkah dari Alquran inilah yang menjadi niat serta tekad kuat para ustaz dan santri untuk melaksanakan tradisi khataman dalam salat tarawih, meskipun harus menghabiskan waktu selama delapan jam. Antusias jamaah yang mengikuti salat tarawih terbilang lumayan banyak, yaitu sekitar empat puluh hingga lima puluh orang, baik dari kalangan santri, masyarakat setempat, hingga luar daerah. Dikatakan warga Malaysia juga banyak yang hadir ke Temboro saat Ramadan hanya untuk mengikuti salat tersebut.
Dalam keikutsertaan jamaah salat (terutama santri) tidak diperbolehkan ada paksaan kerena memang cukup berat pelaksanaannya. Namun demikian, bagi santri dan santriwati yang tidak kuat maka diwajibkan untuk mengikuti jamaah salat tarawih yang satu juz, atau jamaah tarawih lima juz dan 10 juz. Mengingat selain kelompok khatam Alquran tersebut, ada kelompok jamaah tarawih lainnya yang tersebar di seluruh masjid di lingkungan pondok. Meskipun dikatakan tarawih terlama, tetapi pada praktiknya, peminatnya selalu bertambah dan hingga kini sudah ada sepuluh kelompok jamaah salat tarawih tiga puluh juz Alquran di pesantren al-Fatah Temboro. []