Tadarus Alquran di Masa Rasulullah Saw.

tadarus Alquran di masa Rasulullah
tadarus Alquran di masa Rasulullah

Salah satu bentuk ibadah yang semarak dilakukan di bulan Ramadan adalah tadarus Alquran. Tadarus berasal dari kata darasa yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, dan mengambil pelajaran. Tadārus berdasarkan wazan tafā’ala mempunyai makna li al-musyarakah (saling), yang berarti mempelajari Alquran bersama orang lain, bergantian membaca, saling mengoreksi dan seterusnya.

Dengan definisi tadārus seperti ini, bisa diasumsikan bahwa kegiatan yang mempunyai substansi yang sama sudah dilakukan dan dtradisikan sejak zaman Rasulullah saw. dan para sahabat, hanya saja cara mereka bertadarus Alquran bermacam-macam, tidak sama persis dengan tadārus muslim hari ini. Di antara mereka, ada yang sekadar membaca hingga khatam, menghafalnya, dan ada pula yang mentadaburi isi dan kandungannya.

Baca Juga: Menilik Akar Tradisi Tadarus Al-Quran dalam Al-Quran dan Hadis

Alquran diturunkan pada bulan Ramadan

Allah memuliakan bulan Ramadan dengan diturunkan Alquran. Hal ini sebagaimana terekam dalam surah al-Baqarah ayat 185,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ

Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). (Q.S. al-Baqarah [2]: 185)

Penurunan Alquran juga diceritakan di ayat yang lain, yaitu

ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ‏

Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan (Lailatul qadr). (Q.S. al-Qadr [97]: 1).

Berdasar penjelasan para pengkaji di bidang Alquran, kitab ini memiliki dua kali fase turun, yaitu fase turun inzali (turun secara langsung dari Lawh Mahfuz ke langit dunia) dan fase turun tanzili (turun secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun).

Menurut at-Tabari (3/188), turunnya Alquran dari Lawh Mahfuz ke langit dunia (Baitul Izzah) dalam jumlah dan bentuk yang utuh yaitu pada pada malam Lailatul Qadar, tepatnya pada 24 Ramadan. Mufasir yang digolongkan ke mufasir era klasik ini mengambil pendapat tersebut dari riwayat Ibnu Abbas dan Watsilah bin al-Asqa.

Sementara pada 17 Ramadan, Alquran diwahyukan kepada Rasulullah saw. untuk pertama kalinya. Ali as-Shabuni (3/581) menerangkan bahwa saat itu usia Nabi mencapai 40 tahun, beliau sedang bertahanut di gua Hira, Jibril datang membawa wahyu surah al-‘Alaq ayat 1-5. Dan mulai saat itu, tiap kali Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad, beliau menerimanya, menghafalnya, dan membacakannya kepada sahabat laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, tadarus Alquran sudah dilakukan sejak setelah pertama kali diturunkan.

Baca Juga: Tips Mendapat Malam Lailatulqadar Ala M. Quraish Shihab

Pembelajaran Alquran generasi awal Islam

Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk membacakan dan mengajarkan Alquran kepada umatnya dengan pelan (tartil) agar memudahkan mereka untuk mendengar bacaan dan menghafalnya. Para sahabat juga membantu dalam proses pembelajaran Alquran kepada sahabat lain dengan berbagai cara. Khabbab bin al-Artt adalah satu dari sahabat yang mengajarkan Alquran. Beliau mendatangi muridnya dari rumah ke rumah. Di antara muridnya ialah, Abd Allah bin Mas‘ud, Sa‘id bin Zaid dan Fatimah bint al-Khattab.

Dalam salah satu kisah, saat Umar bin Khathab diberi tahu bahwa adiknya, Fatimah dan iparnya telah masuk Islam, Umar langsung mendatangi rumah mereka. Saat beliau mendengar suara Khabbab sedang membaca Alquran dengan sebuah shahifah (lembaran) bersama Fatimah dan suaminya, dirinya sempat marah sampai memukul keduanya, namun hatinya pun tersentuh ketika membaca lembaran surah Ṭaha, dan beliau pun memeluk Islam. (150 Kisah Umar bin Khattab: 4-6)

Dari riwayat tersebut ada beberapa hal yang dapat dipahami. Pertama, tadarus Alquran dilakukan di rumah-rumah pribadi, seperti rumah Rasulullah; Dar al-Arqam; juga Fatimah. Kedua, selain metode membaca dan menghafal, pembelajaran Alquran juga dengan menulis, sahabat memiliki catatan Alquran sebagai koleksi pribadi atau untuk digunakan sebagai sarana belajar Alquran. Ketiga, bahwa perempuan pada masa itu juga belajar Alquran, ini didukung oleh riwayat yang telah disebut di atas bahwa Rasul dan para sahabat mengajarkan wahyu Alquran kepada kaum lelaki dan perempuan.

Fakta sejarah bahwa jumlah surah Makkiyah lebih banyak dari Madaniyah memberi isyarat bahwa sejak periode Makkah sudah banyak sahabat yang memfokuskan kegiatan mempelajari dan menghafalkan ayat-ayat Alquran, meskipun kondisi muslimin di masa itu masih tidak aman, sering menghadapi banyak tantangan dan problem hingga mereka terpaksa untuk hijrah dua kali, ke negeri Habasyah dan Madinah.

Ketika sudah hijrah ke Madinah, selain di rumah-rumah sahabat, pembelajaran Alquran sudah mulai dilakukan di tempat-tempat publik, seperti di shuffah, dan masjid. Di masjid ini para sahabat sering berkumpul dan duduk dengan bentuk halaqah untuk melakukan tadarus Alquran bersama Rasulullah saw. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. juga sering memotivasi para sahabatnya agar bertadarus di masjid,

“Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, untuk membaca Alquran dan saling mempelajarinya, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan rahmatNya, para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhlukNya yang berada di dekatNya.” (H.R. Muslim)

Tadarus dilakukan dengan musyafahah. Mereka mempelajarinya dengan talaqqi dan mendengar bacaan Alquran dari Nabi atau sahabat. Perhatian lebih Nabi dan para sahabat dengan cara musyafahah ini sejatinya juga berguna untuk menjaga kemurnian Alquran, yaitu dengan membacanya secara benar (tajwid) tanpa tambahan atau kekurangan serta kesalahan. Misalkan cara membaca idgham, imalah dan isymam yang tidak bisa dipelajari dari tulisan saja.

Pengajaran Nabi kepada para sahabat menghasilkan banyak qurra’, baik itu penghafal Alquran (hafiz) atau para pengajar Alquran atau dua-duanya. Para qari’ inilah yang meneruskan pengajaran Alquran pada generasi selanjutnya, yaitu ke sahabat lain dan tabi’in dan seterusnya sampai kepada umat sekarang dengan sanad yang bersambung kepada Nabi Muhammad. (Azami, The History of Quranic Text: 72-85)

Baca Juga: Semarak Ramadhan: Resepsi Khatmil Qur’an Santri dan Alumni Putri Congaban

Interaksi khusus dengan Alquran di bulan Ramadan

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Rasulullah adalah manusia yang paling lembut terutama pada Ramadan ketika malaikat Jibril menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan, dan Jibril mengajarkannya Alquran.” (H.R. Bukhari)

Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma’arif, halaman 243, menerangkan bahwa hadis tersebut menunjukkan kesunahan memperbanyak tadarus Alquran di malam hari bulan Ramadan. Hal itu pula telah dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang saleh terdahulu, mereka memberikan perhatian luar biasa kepada Alquran khususnya selama bulan Ramadan.

Sahabat Usman bin Affan misalnya, dikatakan bahwa beliau menghidupkan setiap malam-malam bulan Ramadan dengan membaca Alquran di setiap rakaat salatnya. Sahabat lain, seperti Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari, mereka mengkhatamkan Alquran di setiap pekan bulan Ramadan.

Adapun Imam Malik, setiap masuk bulan Ramadan, beliau meliburkan pengajian dengan jamaah yang luar biasa banyaknya hanya untuk fokus kepada Alquran. Demikian pula dengan Imam asy-Syafi’i yang setiap hari di bulan Ramadan beliau mampu mengkhatamkan Alquran sebanyak dua kali di waktu sore dan malam hari, sehingga dalam satu bulan beliau khatam 60 kali. Wallah a’lam