Saat ingin mendengar lantunan bacaan Al-Quran, apa yang menjadi pilihan pertama kita untuk memperolehnya? Mungkin membacanya sendiri dan meresapi maknanya.
Bukan hal lumrah meminta orang lain yang bagus suaranya, untuk membacakan beberapa ayat dari Al-Quran, lalu kita mendengarkan suaranya sembari meresapi makna-maknanya. Terlebih bila kita sendiri seorang yang memiliki posisi lebih tinggi daripada orang yang bisa kita suruh. Semisal kita seorang guru, dan yang kita suruh adalah murid kita.
Baca juga: Mana yang Lebih Utama, Membaca Al-Quran dengan Hafalan atau dengan Melihat Mushaf?
Namun hal itu ternyata berkebalikan dengan tradisi yang berkembang diantara para ulama’ salaf. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri gemar meminta sahabat yang memiliki suara bagus, untuk membacakan Al-Quran dan mendengarkannya dengan seksama. Nabi tidak pernah mempermasalahkan bahwa Al-Quran diturunkan padanya, dan yang membacakan memperoleh Al-Quran dari Nabi. Berikut keterangan para ulama tentang tradisi tersebut:
Nabi Gemar Mendengarkan Bacaan Para Sahabat
Imam Al-Bukhari dalam Sahih Bukhari mencantumkan judul hadis yang berbunyi:
باب مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَسْمَعَ الْقُرْآنَ مِنْ غَيْرِهِ
“Bab orang yang suka mendengarkan Al-Quran dari orang lain” (Sahih Bukhari/4/1925)
Dalam bab tersebut, beliau mencantumkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn Mas’ud. Abdullah berkata:
قَالَ لِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « اقْرَأْ عَلَىَّ الْقُرْآنَ » . قُلْتُ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ « إِنِّى أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِى »
“Nabi SAW berkata padaku: “Bacakan Al-Qur’an padaku!” Aku berkata: “Aku membacakan Al-Qur’an padamu sementara ia diturunkan padamu?” Nabi berkata: “Aku suka mendengarnya dari selainku”” (HR. Bukhari).
Di tempat lain, Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan dari ‘Abdullah ibn Mas’ud. Abdullah berkata:
قَالَ لِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « اقْرَأْ عَلَىَّ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ « نَعَمْ » . فَقَرَأْتُ سُورَةَ النِّسَاءِ حَتَّى أَتَيْتُ إِلَى هَذِهِ الآيَةِ ( فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا ) قَالَ « حَسْبُكَ الآنَ » . فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ
“Nabi SAW berkata padaku: “Bacakan al-qur’an padaku!” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, aku membacakan Al-Quran padamu sementara ia diturunkan padamu?” Nabi berkata: “Ya”. Lalu aku membacakan Surat An-Nisa’ sampai pada ayat ini: “Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu) (QS. An-Nisa [4] 41)” Nabi berkata: “cukup untuk saat ini”. Lalu aku menoleh padanya, dan saat itu kedua matanya bercucuran” (HR. Bukhari).
Baca juga: Sujud Tilawah, Sujud Tatkala Membaca Ayat Sajdah
Imam al-Ghazali mengutip beberapa riwayat bahwa Nabi Muhammad nampak bahagia mendengar bacaan para sahabat, selain ‘Abdullah ibn Mas’ud. Diantaranya adalah Salim Maula Abi Khudzaifah dan Abi Musa Al-Asy’ari. Nabi Muhammad bahkan memuji suara Abi Musa dengan menyebut bahwa Abi Musa telah diberi salah satu seruling dari beberapa seruling yang dimiliki Nabi Dawud. Para sahabat sendiri tatkala berkumpul, suka menyuruh salah satu dari mereka untuk membacakan Al-Quran (Ihya’ Ulumuddin/1/279).
Komentar Para Ulama
Imam Ibn Hajar mengomentari hadis yang diriwayatkan Ibn Mas’ud di atas, dengan mengutip keterangan Imam Ibn Bathal. Bahwa Nabi Muhammad meminta Ibn Mas’ud membacakan Al-Quran padanya, agar Nabi dapat meresapi dan menghayati ayat yang dibacakan Ibn Mas’ud. Sebab seorang pendengar bacaan orang lain dapat lebih mudah meresapi sebuah ayat, daripada ia mendengar bacaannya sendiri yang tentu agak terganggu sebab konsentrasinya terhadap tajwid bacaannya (Fathul Bari/14/273).
Sedang Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim berkomentar terkait hadis yang sama, bahwa ada beberapa hal yang bisa digali dari hadis tersebut. Pertama, kesunnahan mendengar bacaan Al-Quran, memperhatikannya, menangis saat mendengarnya serta meresapi maknanya; kedua, kesunnahan meminta orang lain membacakan Al-Quran untuk didengarkan; ketiga, di dalamnya tergambar kerendah hatian seorang ahli ilmu dan memiliki derajad kemuliaan, meski di hadapan para muridnya (Syarah Sahih Muslim/3/154).
Baca juga: Menangis saat Membaca Al Quran, Sikap Lebay atau Ada Ajarannya?
Sedang dalam At-Tibyan, Imam An-Nawawi berkomentar, bahwa banyak keterangan yang menunjukkan para ulama salaf meminta orang lain yang bersuara bagus untuk membacakan Al-Quran pada mereka, dan mereka mendengarkan bacaan Al-Quran tersebut. Dan tradisi ini, menurut An-Nawawi, adalah sesuatu yang telah disepakati atas kesunnahannya. Dan ini merupakan tradisi orang pilihan, para ahli ibadah, serta orang-orang salih (At-Tibyan/90). Wallahu a’lam[]