Kriteria Akhlak Mulia dalam Islam dan Empat Sifat Sebagai Pilarnya

Akhlak Mulia
Akhlak Mulia

Islam merekatkan akhlak mulia – yang sarat pahala dan keutamaan ini – dengan ibadah, muamalah, dan adat kebiasaan. Segala bentuk ibadah atau pendekatan diri sang hamba kepada Tuhannya selalu diselimuti oleh tata akhlak tertentu. Hal yang sama dapat kita jumpai dalam kebiasaan atau adat yang ditetapkan agama tidak pernah lepas dari akhlak mulia.

Mari kita selintas melihat bagaimana keterangan soal akhlak mulia dalam berbagai ibadah dalam Islam. Pertama dalam ibadah shalat. Nabi saw bersabda: “Jika mendengar iqamat, bersegaralah kalian melaksanakan shalat. Laksanakanlah shalat dengan tenang dan tidak terburu-buru.” (HR Bukhari dan Muslim)

Shalat memiliki hikmah bagi jiwa sang hamba yang melaksanakan shalat, di antaranya seperti disebutkan dalam firman Allah swt.: “..Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar..”(al-‘Ankabut [29] : 45)

Akhlak mulia kedua dalam ibadah puasa. Allah swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah [2] : 183).

Nabi saw menambahkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a.: “Puasa adalah perisai (dari siksa api neraka). Bilamana salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia bertutur kata yang tidak baik atau berkata senonoh (Jorok (rafats) artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi, perbuatan yang tidak senonoh, atau hubungan seksual ). Jika ada seseorang memeranginya dan memancing amarahnya, hendaklah ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (HR Bukhari dan Muslim; hadits sahih)

Baca Juga: Pengertian Akhlak Menurut Para Mufasir dan Hakikat Perbuatan Manusia

Kemudian ketiga dalam ibadah haji, Allah swt. berfirman,“..Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji..” (al-Baqarah [2] : 197)

Keempat dalam ibadah zakat, Allah swt. berfirman:, “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka..”(al-Taubah [9] : 103)

Allah swt. juga berfirman, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daipada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti..” (al-Baqarah [2] : 263)

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan menerima)..” (al-Baqarah [2] : 262)

Lalu kelima dalam bahtera rumah tangga, Allah berfirman, “..(Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik..” (al-Baqarah [2] : 229)

“..Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut..” (an-Nisa [4] : 19)

Dalam hal jual beli dan muamalah yang lain, abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bersikap curang maka ia tidaklah termasuk bagian dari kami.” (HR Muslim; hadits sahih). Ada lagi hadis yang lain yang menyatakan: “Sebaik-baik (mukmin) di antara kalian adalah (mukmin) yang paling baik dalam melunasi utangnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Syaddad bin Aus meriwayatkan bahwa Nabi saw. Bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan dalam setiap tindakan. Bila kalian bertempur maka lakukanlah dengan cara yang baik dan bila kalian menyembelih, jadikanlah sembelihan tersebut baik pula dengan (cara) menajamkan alat tersebut. Berikanlah rasa nyaman kepada hewan sembelihannya.” (HR Muslim)

Berkaitan dengan keterangan akhlak mulia yang tertera dalam Ayat Al-Quran dan Hadis di atas, kita juga perlu memahami pilar atau dasar yang menjadi landasan bagi akhlak-akhlak yang lain. Akhlak-akhlak yang lain itu harus didasarkan pada pilar-pilar itu. Sebab, akhlak-akhlak yang lain dapat ditegakkan apabila berada di atas pilar-pilar itu.

Imam Ibnu Qayyim dalam al-Madarij menuturkan bahwa akhlak mulia berdiri di atas empat pilar utama yang saling mendukung antara satu dan yang lain. Empat pilar itu adalah kesabaran, keberanian, keadilan, dan kesucian.

Pertama, Sifat Sabar akan membantu seseorang untuk lebih tahan banting, mampu menahan amarah, tidak merugikan orang lain, bersikap lemah-lembut, santun, dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.

Kedua, Sifat Selalu Menjaga Kesucian Diri dapat mendorong seseorang untuk tidak tergelincir ke dalam perkataan dan tindakan yang merendahkan dan menjatuhkan martabatnya. Selain itu, dapat mendorongnya untuk selalu lepat pada perasaan malu yang merupakan kunci segala kebaikan. Sifat menjaga kesucian ini juga menghindarkannya untuk terlibat dalam perbuatan keji, kikir, dusta, menggunjing, dan mengadu domba.

Ketiga, Sifat Berani menjadikan seseorang kuat untuk menjaga harga diri, mudah untuk membumikan norma dan akhlak mulia, serta ringan tangan. Dengan begitu, ia tidak ragu mengeluarkan atau berpisah dengan harta yang dicintainya. Sifat ini juga mempermudah untuk menahan amarah dan bersikap santun. Dengan modal keberanian, seseorang dapat menggenggam erat ketegasan jiwanya serta mengekangnya dengan tali baja yang tak mudah putus.

Baca Juga: Inilah 9 Ayat yang Menjelaskan Nabi Muhammad saw Sebagai Sosok Panutan

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasul saw. bersabda, “Keberanian bukanlah seperti ditunjukkan dalam bergulat, melainkan dalam menguasai jiwa ketika marah.” (HR Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, hakikat keberanian seseorang adalah kemampuan untuk melawan musuh besarnya, yaitu hawa nafsu.

Keempat, Sifat Adil dapat mengasah sikap seseorang untuk terus berupaya meluruskan perangainya, membantunya antara bersikap terlalu berlebihan dan bersikap terlalu kurang. Sifat ini mendorong untuk terus bersikap dermawan dan murah hati; sikap tengah-tengah antara kikir dan boros. Selain itu, sifat ini dapat menyuntikkan sifat pemberani; sikap tengah-tengah antara pengecut dan nekat. Adil juga dapat melahirkan sifat santun; penengah antara sifat pemarah dan rendah diri. Wallahu A’lam.