Tuntunan Al-Quran Seputar Vaksinasi Covid-19

tuntunan Al-Quran seputar vaksinasi covid-19
tuntunan Al-Quran seputar vaksinasi covid-19

Vaksinasi Covid-19 kini tengah didistribusikan dan beberapa sudah mencapai pada tahap kedua. Namun sebagian dari masyarakat kita, masih bersikeras menolak untuk divaksinasi karena alasan tidak jelas kehalalannya. Mengutip berita di laman kompas.com, Menteri Agama, Gus Yaqut menyampaikan keprihatinannya. Terdapat 36 persen masyarakat ternyata masih meragukan kehalalan vaksin yang sedang gencar-gencarnya dan menjadi program utama pemerintah.

“Soal vaksin ini, masih ada 36 persen masyarakat kita yang masih meragukan, karena vaksin dianggap tidak halal, dianggap haram. Jadi saya kira tugas kita semua memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa vaksin ini penting dan harus dilakukan,” tandas Gus Yaqut. Terlepas dari status pelabelan halal pada vaksin yang sebetulnya sudah dibahas oleh MUI, sejenak mari kita tengok kembali tuntunan Al-Quran berkaitan dengan ikhtiar memperoleh kesembuhan yang bisa kita tarik dalam konteks vaksinasi covid-19 ini.

Baca Juga: Covid-19 dan Kisah Ketakutan Kepada Selain Allah dalam Al Quran

Sebagai bentuk ikhtiar

Melansir keterangan republika.co.id hasil wawancaranya dengan ketua MUI bidang Dakwah, KH. M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pencegahan itu lebih baik daripada pengobatan dan penyembuhan.

Ia menyampaikan sebuah pepatah Arab, ‘al-wiqayah khairun min al-‘ilaj’. Pepatah ini senada dengan adagium yang populer di kalangan masyarakat Indonesia, ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’. Orang-orang yang sadar akan pentingnya kesehatan diri, mesti mendahulukan kesehatan preventif (pencegahan) ketimbang kesehatan kuratif (pengobatan dan penyembuhan).

Di situ dilanjutkan bahwa vaksinasi adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid. Ia berbentuk semacam protein rekombinan yang jika diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan fisik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.

Vaksinasi adalah salah satu bentuk ikhtiar mencegah penularan covid-19 yang kini tengah melanda bumi pertiwi dan seluruh belahan dunia. Dalam QS. Al Ra’d [13]: 11 Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

Potongan ayat ini seringkali digunakan sebagai motivasi bahwa Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik kecuali dengan jerih payah dan usahanya sendiri.

Imam al-Qurtubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanuhu min al-Sunnah wa Ayi al-Furqan menjelaskan, melalui ayat ini Allah Swt. hendak memberitahu bahwa Dia tidak akan mengubah keadaan kaum sehingga salah satu di antara mereka ada yang berinisiatif dan tampil untuk mengubahnya. Boleh jadi dari golongan mereka sendiri, pengamat, atau orang lain serta faktor penyebab yang masih memiliki ‘keterkaitan’. Al-Qurtubi lalu mencontohkan kasus kekalahan perang Uhud yang disebabkan karena penyelewenagan para pasukan pemanah.

Jika membaca keterangan Imam Baidhawi dalam kitabnya Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, pesan penting dari ayat di atas adalah bahwa memotivasi diri dan orang lain agar berbuat yang terbaik dan berikhtiar semaksimal mungkin merupakan sesuatu yang positif. Hanya saja perlu dicatat, konteks ayat ini lebih menitikberatkan untuk merawat anugerah yang telah diberikan oleh Allah Swt. Anugerah di sini sifatnya umum, bisa berupa talenta, kekayaan, kesehatan dan nikmat-nikmat yang lain.

Baca Juga: Doa Nabi Ayyub as dalam Al-Quran untuk Kesembuhan Penyakit

Ada satu hadis riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah yang berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak menurunkan suatu penyakit kecuali diturunkan pula baginya obat.”

Dari hadis ini, bisa diambil kesimpulan bahwa ketika Allah Swt. memberikan satu penyakit kepada hamba-Nya, maka kepadanya pula akan diberikan obat yang bisa menyembuhkan. Siapa saja yang sedang terkena musibah penyakit, tentu ia dituntut untuk berusaha sebisa mungkin mendapatkan obat agar teraih kesembuhan dari penyakitnya itu.

Satu hal yang juga harus kita garisbawahi, ketika kita telah berusaha dan mendapatkan kesembuhan, maka kita harus berkeyakinan penuh bahwa yang menyembuhkan penyakit kita adalah Allah Swt. semata.

Baca Juga:Mengenal Tafsir Maqashidi: Penafsiran Berbasis Pendekatan Maqashid Syariah

Mewujudkan kemaslahatan bersama

Term maslahah memiliki beberapa makna. Mengutip kamus bahasa Arab otoritatif, Lisan al-‘Arab, kata ini bisa berarti kebermanfaatan, kebaikan, kelayakan, keselarasan dan kepatutan, yang kesemuanya diimplementasikan melalui perbuatan baik atau menghindari kemudaratan.

Sejatinya, kehadiran syariat Islam bukan saja untuk menguji sejauh mana loyalitas para pemeluknya, tetapi juga untuk tujuan kemaslahatan secara personal, kolektif dan alam semesta. Ada lima tujuan pokok dan inti dari syariat Islam sesuai konsensus para ulama; memelihara agama (hifdz al-din), memelihara akal (hifdz al-‘aql), memelihara jiwa (hifdz al-nafs), memelihara kepemilikan (hifdz al-mal) dan memelihara keturunan (hifdz al-nasl).

Allah SWT berpesan dalam QS. Al-An’am [6]: 48

وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ  ٤٨

“Dan Kami tidak mengutus para rasul kecuali sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Maka barangsiapa beriman dan berbuat kemaslahatan, maka bagi mereka tidak akan takut dan sedih.”

Ayat ini menegaskan tentang misi utama para rasul yang tidak lain untuk membawa kemaslahatan bagi umat melalui kabar gembira serta peringatan. Misi mulia ini dijamin oleh Allah SWT dengan surga kelak di hari akhirat. Merujuk keterangan al-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib, ayat ini sebetulnya hendak meneguhkan misi kenabian yang menggabungkan antara dimensi iman dan dimensi kemaslahatan umat.

Keduanya adalah kekuatan mahadahsyat untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang diridhai dan dicintai Allah Swt; masyarakat yang makmur, jauh dari ancaman penyakit, sejahtera dan mendapatkan berkah-Nya.

Dalam konteks kasus covid-19 di Indonesia, kemaslahatan publik bisa diartikan sebagai perjuangan bersama-sama menekan angka penularan infeksi virus Corona. Selain menerapkan protokol kesehatan, upaya ini tentu juga harus dilakukan dengan vaksinasi.

Oleh karena itu, dirasa perlu adanya himbauan atau seruan serta kesepakatan untuk menindaklanjuti dan mengambil bagian dari gerakan vaksinasi covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Bukan hanya untuk kemaslahatan perorangan, keluarga, tetapi dalam skala yang lebih besar untuk kemaslahatan umum. Kita semua sama-sama berharap, semoga Allah Swt. segera memulihkan keadaan ini seperti sedia kala. Amin.

Wallahu a’lam