BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanUpaya Penguatan Pertahanan Nasional dalam Perspektif Mufasir Nusantara

Upaya Penguatan Pertahanan Nasional dalam Perspektif Mufasir Nusantara

Pertahanan nasional merupakan salah satu isu yang senantiasa menjadi perhatian dalam konteks kehidupan bangsa dan negara. Dalam konteks ini, Alquran sebagai sumber ajaran utama umat Islam juga memberikan pandangan yang relevan terkait dengan konsep dan tantangan dalam mencapai pertahanan nasional. Artikel ini membahas bagaimana pandangan mufasir dalam memandang pertahanan nasional serta tantangan yang dihadapi dalam konteks modern.

Konsep Pertahanan Nasional menurut Mufasir

Pertahanan nasional atau disebut juga pertahanan negara merupakan hal krusial yang dibutuhkan dalam kehidupan bernegara untuk menjamin keamanan warga negara.

Setidaknya terdapat dua jenis pertahanan nasional, yakni pertahanan militer dan nirmiliter. Pertahanan militer merupakan usaha mempertahankan negara yang dilakukan oleh angkatan bersenjata atau militer. Sementara itu, pertahanan nirmiliter merupakan upaya mempertahankan negara yang dilakukan oleh kalangan sipil seperti polisi, organisasi pemuda, pelajar, agamawan, dan lain sebagainya.

Semakin zaman berkembang, ancaman dan tantangan terhadap keamanan negara juga turut berkembang, tidak hanya berasal dari luar melainkan juga dari dalam negeri.

Tantangan atau ancaman dari luar ini biasa disebut dengan ancaman tradisional, berupa ancaman militer. Contoh ancaman jenis ini antara lain agresi suatu negara ke negara lain, pelanggaran terhadap batas teritorial, spionase yang dilakukan intelejen negara lain, dan ancaman lainnya.

Sementara itu, terdapat pula ancaman non tradisional (non militer), seperti menyebarnya ideologi radikalisme agama, penyebaran wabah penyakit, pencucian uang, bencana alam, kemiskinan, peredaran narkoba, hingga perdagangan manusia (human trafficking).

Alquran memberikan gambaran yang luas tentang konsep pertahanan nasional. Hal ini meliputi aspek-aspek seperti kekuatan militer, ekonomi, sosial, dan budaya. Beberapa ayat dalam Alquran menyoroti pentingnya persatuan, keadilan, dan keberanian dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa.

Salah satunya terdapat dalam Q.S. Ali Imran [3]: 200, di mana Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Dari ayat di atas, terdapat beberapa lafaz yang dapat digarisbawahi, yakni isbiru, sabiru, dan rabitu. Para mufasir telah banyak menuangkan ijtihadnya dalam sebuah tafsir terkait makna dari lafaz-lafaz di atas.

Buya Hamka dan M. Quraish Shihab misalnya, mereka merupakan dua ulama Indonesia yang dijadikan rujukan oleh banyak cendekiawan, karena kedua tokoh tersebut merupakan ulama besar yang memiliki pemahaman luas dalam bidang tafsir Alquran dan keilmuan Islam lainnya. Mereka juga dikenal karena karya-karya mereka yang monumental dan pengaruhnya yang luas dalam pengembangan pemikiran Islam di Indonesia.

Baca juga: Menelaah Kembali Konsep Darul Islam dan Darul Harb

Buya Hamka dalam tafsirnya al-Azhar menjelaskan bahwa lafaz isbiru dalam surah tersebut memiliki makna bersabar dengan meneguhkan hati dan menahan nafsu, serta bersabar dalam menjalani perintah Allah.

Kemudian lafaz sabiru bermakna peningkatan kesabaran, sabar tidak hanya pada diri sendiri tapi juga sabar pada orang lain termasuk musuh yang selalu mencari celah untuk merusak. sedangkan rabitu bermakna sebuah kewaspadaan dan siap siaga untuk menjaga perbatasan negeri atau wilayah Islam dari serangan yang berasal dari negeri lain. (Buya Hamka, al-Azhar, hlm. 1048)

Sementara M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa Q.S. Ali Imran [3]: 200 merupakan perintah Allah kepada hamba-Nya untuk bersabar. Menurutnya, sabar di sini dibagi menjadi tiga, yakni sabar dalam mempersatukan perbedaan baik pendapat maupun keimanan (Q.S. al-A’raf [7]: 87), kesabaran dalam menjaga persatuan dan kesatuan (Q.S. al-Anfal [8]: 46), sabar dalam melaksanakan salat dan doa (Q.S. Taha [20]: 132), dan sabar dalam menghadapi musibah (Q.S. al-Baqarah [2]: 155).

Dalam ayat tersebut juga disebutkan bahwa salah satu bentuk sabar terdapat juga pada lafadz rabitu yang bermakna sabar dalam mempertahankan kedaulatan negara. Aksi membela dan mempertahankan negara tentu membutuhkan kesabaran baik dalam menyusun strategi maupun ketika aksi di lapangan. (M. Quraish Shihab, al-Misbah, hlm. 323-324)

Upaya Penguatan Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Internal dan Eksternal

Pertahanan negara merupakan aspek penting dalam keberlangsungan suatu negara, terutama dalam menghadapi ancaman internal yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah. Ancaman ini dapat berupa subversi yang mencakup aspek sosial, ekonomi, ideologi, politik, dan budaya. Ancaman lainnya adalah penyusupan dan intervensi asing dalam urusan domestik negara.

Ancaman ini, jika tidak diwaspadai, dapat menyebabkan ketegangan sosial dan pemberontakan yang berujung pada pembentukan negara baru. Untuk menghadapi ancaman tersebut, diperlukan penguatan dalam bidang keamanan, ideologi, politik, dan ekonomi. Angkatan bersenjata dan kualitas alutsista yang baik juga penting dalam menjaga keamanan negara.

Buya Hamka dalam tafsirmya menjelaskan bahwa ketika menghadapi musuh hendaknya waspada dengan segala kemungkinan buruk yang terjadi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memperhatikan kualitas alutsista sebagaimana yang terdapat dalam redaksi ribat al-khayl dalam Q.S al-Anfal [8]: 60 yang berarti tambatan kuda perang.

Selain itu, beliau juga mengutip pendapat dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk mengajarkan kepada anak-anak untuk berenang dan memanah, serta hendaklah mereka dapat melompat ke punggung kuda sekali lompat.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Hasyr Ayat 9: Sifat-Sifat Kepahlawanan Kaum Ansar

Buya Hamka menjelaskan bahwa pendapat tersebut selaras dengan surat al-Anfal tersebut. Namun maknanya harus sesuai dengan konteks zaman. Jika di masa Rasulullah dan sahabat perang menggunakan pedang dan tombak, maka di zaman ini persenjataan tentunya semakin berkembang, seperti adanya kapal perang, panser wagon, jip militer, pesawat tempur, dan lainnya.

Strategi mempertahankan negara bertujuan membuat musuh gentar, seperti yang disebutkan dalam redaksi turhibuna bihi aduw Allahi wa aduwwakum, yang berarti dapat menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.

Jika strategi pertahanan negara dirancang dengan baik, termasuk persiapan alutsista yang berkualitas bagi angkatan bersenjata, musuh akan berpikir ulang untuk menyerang kehormatan suatu negara.

Menurut M. Quraish Shihab, mempersiapkan persenjataan dan kekuatan pendukung lain untuk pertahanan nasional dilakukan untuk menjaga kedaulatan negara, bukan untuk menindas atau menjajah negara lain.

Langkah awal untuk menangani ancaman bagi ketahanan negara adalah dengan penanaman rasa nasionalisme religius dan penguatan ideologi negara sebagai pemersatu seluruh elemen bangsa.

Baca juga: Tren Tik Tok “Welcome to Indonesia” dan Nilai Nasionalisme Religius dalam Al-Qur’an

Sesuai dengan semangat dalam Q.S. Ali Imran [3]: 200, Buya Hamka menjelaskan bahwa mempertahankan negara merupakan perintah agama sebagaimana yang tercantum dalam penutup surat Ali Imran tersebut. Ayat tersebut memberikan semangat bagi rakyat Indonesia untuk mempertahankan keamanan negaranya sebagai rasa syukur atas nikmat kemerdekaan.

Dalam mewujudkannya, dibutuhkan kesabaran dan strategi, karena mempertahankan suatu negara memerlukan perencanaan yang matang dan strategi jitu. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap makna Q.S. Ali Imran ayat 200, diharapkan masyarakat dapat memperkuat ketahanan nasional mereka, baik dalam aspek keamanan, ideologi, ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain sejenisnya. Wallahu a’lam.

Lidya Karmalia
Lidya Karmalia
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Peminat kajian Alquran dan tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Delapan Aspek Maqashidi Surah Qaf

0
Kajian Alquran yang berbasis maqāṣidī semakin banyak didiskusikan. Hal ini memberikan kabar gembira bahwa kajian Alquran tidak stagnan, justru bersifat progresif. Banyak kajian yang...