Zainab al-Ghazali: Mufassir Perempuan Pertama Abad ke-20

Zainab al-Ghazali (sumber: teller report)

Zainab al-Ghazali mufassir perempuan yang mampu mendobrak keterpurukan perempuan Mesir, ketika masa Perancis menduduki Mesir tepatnya pada tahun 1800 an, ketika itu adanya ekploitasi lahan-lahan sewa, menjadikan para perempuanlah yang turun ke jalan untuk mempertahankan kepemilikan mereka dan bukan pria. Banyak dampak yang tertimpa pada perempuan, ruang gerak mereka menjadi terbatas.

Kejadian tersebut mempengaruhi pemikiran Zainab al-Ghazali, meski dia masih tergolong muda, keresahannya mampu membangkitkan perempuan Mesir serta memobilisasi perempuan kembali kepada Islam, hingga ia mampu menjadi seorang mufassir perempuan pertama pada abad ke 20-an.

Latar Belakang Zainab al-Ghazali

Menurut sumber jurnal yang di tulis oleh Ummi Zainab Mohammad dan  Muhammad Azizan Sabyan dengan judul Zainab al-Ghazali: Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam. Bahwa seorang tokoh mufassir perempuan ini yang mempunyai nama lengkap Zainab Muhammad al-Ghazali al-Jubaili. Beliau dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1917M/ 1335 H di Mayeet Ghumar al-Daqiliyah, daerah Buhairah, Mesir. Keluarga beliau sudah tidak diragukan lagi, memiliki jalur nasab yang mulia yaitu dari jalur keturunan para sahabat Rasulullah SAW.  Ayah beliau dari keturunan khalifah Umar al-Khattab ra. sedangkan, ibunya pula dari jalur keturunan saiyidina al-Hasan bin Ali bin Abi Talib.

Lingkungan keluarga telah membentuk keperibadian Zainab al-Ghazali menjadi perempuan yang sangat berpegang kepada ajaran ahli sunnah dan al-Quran. Ketika beliau masih kecil, ayah beliau sering membawa beliau bersama untuk menunaikan solat subuh di masjid dan menghadiri majlis-majlis ta’lim yang turut dihadiri oleh ulama-ulama al-Azhar. Ayahnya berharap, Zainab bisa belajar agama Islam dari majlis majlis tersebut.

Baca Juga: Bint ِِAs-Syathi: Mufasir Perempuan dari Bumi Kinanah

Beliau juga belajar di beberapa sekolah kerajaan. Seterusnya, rihlah mempelajari ilmu agama dengan beberapa Masyayikh al-Azhar yang terdiri dari pada tokoh ulama Al-Azhar al-Syarif seperti Syeikh Ali Mahfuz, Syeikh Muhammad Sulaiman al-Najjar dan Syeikh al-Majid al-Labban. Melalui cara ini Zainab mampu belajar menggabungkan antara disiplin ilmu modren dan pengajian tradisi yang berorentasikan pengajaran secara lansung dari para Masyayikh. Perjuangannya turut membuahkan sebuah karya tafsir yang berjudul Nazarat Fi Kitabillah.

Tafsir Nazarat Fi Kitabillah: Karya Zainab al-Ghazali

Tafsir Nazarat Fi Kitabillah yang memiliki pendekatan tarbawi berukuran sederhana. Jilid pertama mengandungi tafsir dari surahal-Fatihah, hingga surah Ibrahim a.s. telah dicetak dan diterbitkan oleh Syarikat Dar al-Syuruq pada 1995. Setelah empat tahun kewafatan Zainab, yaitu tahun 2011, barulah jilid yang kedua diterbitkan oleh Syarikat Dar al-Tauzi’ wa al-Nasyr al-Islamiyah dan mengandungi tafsir surah-surah al-Quran al-Karim.

Kiprah Pemikiran Zainab al-Ghazali Berawal dari Menulis

Zainab seorang mufassir perempuan yang begitu berbakat dalam bidang penulisan. Beliau sempat menjadi editor di majalah al-Da’wah, hujjah-hujjah yang diberikan sangat berlandaskan dengan nash-nash agama Islam yang dikemas dalam bentuk tulisan. Berharap para perempuan dapat mengambil hikmah ilmu pengetahuan dari yang beliau tulis.

Apabila Zainab mengadakan suatu pertemuan ramah tamah di rumahnya, Zainab mengeluarkan pernyataan yang sangat bernash, yaitu Islam menyediakan segala-galanya untuk laki-laki dan perempuan. Islam memberikan wanita semuanya yaitu kebebasan, hak dalam ekonomi, politik, dan sosial. Wanita muslim perlu mempelajari Islam agar mereka tahu Islam memberikan mereka semua akan hak-hak mereka.

Beliau merupakan sosok perempuan yang pemberani, tangguh dan pantang menyerah, adapun suatu kejadian pada saat mesir akan mengadakan konser music terbesar pada masanya, dan konser tersebut dihadiri banyak perempuan. Keluarlah kalimatnya yang membuat hati para perempuan terkoyak kembali bangkit ke jalan Allah SWT, “Siapa yang ingin mati syahid dan berada di Surga?” teriaknya dengan lantang kepada jama‟ah. Tanpa berpikir panjang ribuan jamaah yang didominasi oleh wanita muslimah bangkit dan membongkar tenda dan peralatan konser yang sudah disiapkan.

Peristiwa ini mendapat perhatian lansung oleh perdana mentri Mesir waktu itu. Musthafa Basya an-Nuhas. Ia lansung membatalkan acara konser yang digelar untuk menyambut kedatangan tokoh orientalis asal Prancis ke Kairo.

Kemudian cara Zainab mengajarkan ataupun mempelajari kandungan Al-quran dengan mengikuti cara para sahabat Nabi saw. mempelajari Al-Quran setiap malamnya Zainab dan para pemuda berkumpul untuk membawa 10 ayat Al-Quran,merenungi hukum-hukumnya dan meresapi titah-perintahNya yang mengatur prilaku dalam kehidupan masyarakat Muslim, Mereka dalami maksud dan tujuannya serta mengambil hikmahnya.

Setiap harinya Zainab melakukan rutinitas proses belajar dan mengajar, mengajak pemuda tersebut memiliki keberanian dan berani terjun lansung mengumandangkan dakwah keadilan dan kebenaran yang akan menjadi guru dan Pembina dalam membentuk generasi selanjutnya. Wallahu ‘alam