Berdasarkan kajian terhadap sejumlah referensi kitab tafsir, terdapat 13 tempat dalam Al-Qur’an disunnahkan baca doa atau wirid khusus. Penasarankah Anda dengan rincian ketiga belas tempat itu, juga seperti apa bacaan doa dan wirid khususnya? Jika iya, sila simak uraiannya di bawah ini.
Akhir Surah Al-Fatihah
Sebagaimana telah dimafhum pembacaan surah Al-Fatihah pada biasanya memang dipungkas bacaan amin. Hal ini berdalilkan sejumlah hadis nabi, antara lain hadis riwayat Abu Hurairah yang termaktub dalam kitab tafsir karya eksponen sufi abad ke-3 hijriah, Imam Sahl al-Tustari (w. 283 H).
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم إذ قال الإمام ولا الضالين قولوا آمين فإن الملائكة يقولون آمين فمن وافق تأمينه تأمين الملائكة غُفِرَ له ما تقدم من ذنبه
Rasulullah saw. bersabda, “Sesudah imam membaca wa laa adh-adhaaalliin, maka ucapkanlah amin oleh kalian semua. Sungguh para malaikat juga mengucapkan amin. Siapa saja yang ucapan aminnya berbarengan dengan ucapan aminnya para malaikat, maka diampuni segala dosanya di masa lalu”. (HR. Imam Bukhari).
Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitab tafsirnya, menjelaskan secara lebih detail tentang bahasan ini. Pertama, tentang tata cara pengucapan amin. Boleh diucapkan panjang di awal dan akhirnya: aa-m-ii-n, sama seperti pengucapan yaa-s-ii-n. Boleh juga diucapkan pendek di awal dan panjang di akhirnya: am-ii-n, sama dengan pengucapan yam-ii-n.
Baca juga: Empat Klasifikasi Ayat-Ayat Humanis dalam Surah Al-Insan Versi M. Abid Al-Jabiri
Ada pula yang membolehkan panjang di awal dan akhir, serta mim-nya bertasydid: aaa–mm-iin sebagaimana bacaan amin pada QS. Al-Ma’idah [5] ayat 2. Pendapat ini disitir Abu Nashr al-Qusyairi (w. 514 H) dari bacaan amin-nya Imam Hasan al-Bashri (w. 110 H) dan Imam Ja’far ash-Shadiq (w. 148 H).
Kedua, tentang makna dari bacaan amin. Mayoritas ulama menyepakati amin bermakna allaahumma istajib lanaa (ya Allah, kabulkanlah bagi kami). Sedangkan menurut Imam at-Tirmidzi, amin itu bermakna laa tukhayyib rajaa’ana (tolong jangan kecewakan harapan kami).
Sementara itu, pakar bahasa bernama Imam al-Jauhari (w. 393 H) menyatakan amin bermakna kadzalika fal-yakun (demikian itu, maka terwujudlah!). Lain lagi makna amin versi hadis yang konon dianggap sebagai hadis dhaif, yakni:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا مَعْنَى آمِينَ؟ قَالَ رَبِّ افْعَلْ
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Saya pernah bertanya: wahai Rasulullah, apakah makna amin? Sabda beliau, ‘ya Tuhan, kehendakilah!’.” (HR. ats-Tsa’labi).
Ketiga, Imam Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil hadis tentang kesunnahan membaca amin di akhir surah Al-Fatihah. Di antaranya ialah hadis riwayat Imam Ahmad (4/316), Imam Abu Daud (no. hadis 932), dan Imam Tirmidzi (no. 248), ketiganya dari sahabat bernama Wa’il bin Hujr al-Hadhrimi.
Baca juga: Mengenal 8 Huruf HijaiyahTambahan dalam Ilmu Tajwid
Keempat, batasan waktu disunnahkan baca amin di akhir Al-Fatihah. Kesunnahan ini berlaku di luar salat, juga lebih-lebih di dalam salat. Entah itu salat sendirian ataupun berjamaah, serta saat jadi imam maupun makmum. Lugasnya, kesunnahan ini berlaku tanpa batasan selama dalam kondisi wajar.
Akhir Surah Al-Baqarah
Bacaan yang sunnah dibaca di akhir surah Al-Baqarah adalah amin. Kesunnahan ini bersumber dari keterangan salah satu sahabat Nabi saw. bernama Mu’adz bin Jabal (w. 18 H).
Keterangan tersebut dapat ditemukan dalam kitab tafsir Ma’aalim at-Tanziil karya al-Baghawi (w. 516 H), Zaad al-Masiir fii ‘Ilm at-Tafsiir karya Ibnu al-Jauzi (w. 592 H), serta Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim karya Imam Ibnu Katsir.
Akhir Surah Al-Isra’
Rasulullah saw. menamakan ayat terakhir surah Al-Isra’ dengan sebutan aayatul-‘izzi atau ayat keagungan/kemuliaan. Ayat itu berbunyi:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا
Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya”. (QS. Al-Isra’ [17]: 111).
Baca juga: Mengaplikasikan Ilmu Isytiqaq pada Lafadz Salat dalam Al-Quran
Imam Ibnu Juzay al-Kalbi al-Gharnathi (w. 740 H) dalam kitab tafsirnya bertajuk at-Tashiil li-‘Uluum at-Tanziil, menerangkan kandungan ayat pemungkas surah Al-Isra’ di atas dengan mengutip penjelasan Imam ath-Thabari (w. 310 H) sebagai berikut.
وحكي الطبري (إلى أن قال) وَكَبِّرْهُ معطوف على قل ويحتمل هذا التكبير أن يكون بالقلب وهو التعظيم أو باللسان وهو قوله أن يقول الله أكبر مع قوله الحمد لله الذي لم يتخذ ولدا الآية
Wa hakaa ath-Thabari (ila an qaala) “wa kabbirhu” ma’thuufun ‘alaa “qul”. Wa yuhtamalu hadzaa at-takbiiru an yakuuna bil-qalbi wa hua at-ta’zhiimu. Au bil-lisaani wa hua qauluhu an yaquula “Allahu Akbar” ma’a qaulihi “Alhamdulillah alladzii lam yattakhidz waladan…” al-aayah.
Ringkasnya, ulama kelahiran Thabaristan itu meriwayatkan bahwa perintah bertakbir pada ujung ayat tersebut seyogianya dilakukan dengan hati dan lisan. Bertakbir dengan hati berarti mengagungkan Allah sepenuh hati.
Adapun bertakbir dengan lisan berarti mengagungkan Allah dengan ucapan “Allahu Akbar (Allah Yang Mahabesar)”, disertai ucapan tahmid sesuai dengan perintah pada ayat tersebut, yakni:
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ
Alhamdulillah alladzii lam yattakhidz waladan wa lam yakun lahuu syariikun fii al-mulki wa lam yakun lahuu waliyyun min adz-dzulli
Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan.
Akhir Surah Al-Waqi’ah
Bacaan yang disunnahkan di sini adalah bacaan tasbih dan tahmid sebagai wujud pengakuan atas keesaan Allah swt. Hal ini berpatokan pada penafsiran Imam Abu al-Laits as-Samarqandi (w. 373 H) terhadap ayat terakhir surah Al-Waqi’ah. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab tafsirnya yang terkenal dengan nama Bahr al-‘Uluum.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ يعني اذكر اسم ربك بالتوحيد ويقال نزه الله تعالى عن السوء يعني قل سبحان الله وأثن على الله تعالى ويقال صلى الله تعالى
Maksud ayat: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar”, yakni sebutlah nama Tuhanmu dengan cara mengesakan-Nya. Ulama lain berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah menyucikan Allah dari hal ahwal keburukan, yakni ucapkanlah: subhaanallah atau Mahasuci Allah, serta menghaturkan pujian kepada Allah swt. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa ayat itu berarti perintah salat atau menyembah Allah swt.
Bersambung... artikel berikutnya..