3 Persamaan Menarik Antara Al-Qur’an dan Nabi Muhammad

3 Persamaan Menarik Antara Al-Qur’an dan Nabi Muhammad
Al-Qur’an dan Nabi Muhammad

Mengkaji Al-Qur’an dan Nabi Muhammad tidak akan pernah menemui titik akhir. Pasalnya, keduanya adalah samudra tak bertepi. Semakin dipelajari, keduanya semakin menampakkan keindahan dan sesuatu yang baru. Ini bukti bahwa keduanya berasal dari Allah Yang Maha Tak Terbatas.

Mengingat keduanya memiliki sisi yang transenden, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Siti Aisyah bahwa akhlak Nabi adalah akhlak Al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa, Rasulullah adalah Al-Qur’an yang berjalan, sementara Al-Qur’an adalah Rasulullah yang terfirmankan. Artinya keduanya tak mungkin terpisahkan.

Melihat relasi yang saling berkelindan antara Al-Qur’an dan Nabi Muhammad, mari kita mengkaji apa saja persamaan keduanya di dalam Al-Qur’an. Untuk itu, berikut akan diulas tiga kesamaan keduanya yang termuat dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Sebagai Cahaya

Persamaan pertama yang ditemukan adalah keduanya “sebagai cahaya”. Al-Qur’an dan Nabi Muhammad disebut sebagai cahaya oleh Allah. Keduanya adalah cahaya Allah untuk umat manusia. Secara umum ada dua sifat cahaya, ia terang bagi dirinya (dzāhirun linafsihi) dan menerangi yang lain (mudzhirun lighairihi).

Dengan demikian, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad adalah cahaya yang terang benderang, sekaligus menjadi penerang bagi kehidupan manusia yang kelam dan penuh kegelapan. Untuk itu, keduanya diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Berikut ayatnya:

يا أَهْلَ الْكِتابِ قَدْ جاءَكُمْ رَسُولُنا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثيراً مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتابِ وَ يَعْفُوا عَنْ كَثيرٍ قَدْ جاءَكُمْ مِنَ اللهِ نُورٌ وَ كِتابٌ مُبي

Artinya: “Hai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan dan membiarkan (pula) banyak hal (yang tidak bermaslahat bila dibeberkan). Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. (QS. Al-Maidah: 15).

Dua Imam Jalālain, At-Thabari, dan Ibn Kathīr menerangkan secara ringkas, bahwa yang dimaksud cahaya Allah adalah Nabi Muhammad saw. Yang Menarik, Rasulullah dalam ayat ini disebutkan dengan ungkapan cahaya dari Allah. Betapapun, ada juga yang berpendapat bahwa cahaya ini berupa agama Islam, namun melihat konteksnya, sebagian besar mufasir bersepakat bahwa cahaya yang dimaksud adalah Rasulullah. (Lihat Tafsir Jalālain, At-Thabarī dan Ibn Kathīr).

Ayat lain berbunyi:

فَالَّذينَ آمَنُوا بِهِ وَ عَزَّرُوهُ وَ نَصَرُوهُ وَ اتَّبَعُوا النُّورَ الَّذي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: Maka orang-orang yang beriman kepadanya, mendukungnya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157).

Abdurahman As-Sa’dī dalam tafsirnya menerangkan bahwa cahaya dalam ayat ini adalah Al-Qur’an Al-Karim. Al-Qur’an adalah cahaya kehidupan; yang mampu menerangi keraguan dan kegelapan, kemudian membimbing manusia menuju jalan kebahagiaan. (Taisīr al-Karīm ar-Rahmān fī Tafsīr Kalāmil Mannān).

Baca juga: Misykat Al-Anwar: Tafsir Ayat Cahaya dalam Perspektif Al-Ghazali

Sebagai Rahmat

Persamaan yang kedua adalah “sebagai rahmat”. Rasulullah diutus untuk menjadi rahmat, sementara Al-Qur’an diturunkan sebagai kitab rahmat. Keduanya menjadi rahmat bagi alam semesta. Oleh karena Allah adalah sumber rahmat, maka yang berasal dari-Nya adalah rahmat, yang dalam hal ini berwujud Nabi Muhammad dan Al-Qur’an. Berikut ayatnya:

وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ ما هُوَ شِفاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنينَ وَلا يَزيدُ الظَّالِمينَ إِلاَّ خَساراً

Artinya: Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’: 82).

وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمينَ

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Berkaitan dengan ayat ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa Al-Qur’an dan Nabi Muhammad adalah rahmat bagi alam semesta. Keduanya disematkan kata rahmat dalam bentuk nakirah/indifinitif. Artinya bermakna rahmat yang sangat besar. Kemudian, di akhir, ia menegaskan bahwa Rasulullah bukan membawa rahmat, melainkan dirinya dan Al-Qur’an itu sendiri adalah rahmat bagi alam semesta. (Tafsir al-Misbah).

Baca juga: Surah Al-Anbiya Ayat 107: Misi Nabi Muhammad saw Menebar Rahmat

Dipelihara Oleh Allah

Persamaan ketiga adalah “Keterpeliharaan” oleh Allah. Apabila Allah memelihara Al-Qur’an dari perubahan dan penyelewengan (baca: tahrīf), maka Allah juga memelihara Nabi Muhammad dari segala dosa dan kejahatan yang ditujukan kepadanya. Mari kita perhatikan dua ayat berikut:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).

إِنَّا كَفَيْناكَ الْمُسْتَهْزِئينَ

Artinya: Sesungguhnya Kami memeliharamu (Muhammad) dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan(mu).(QS. Al-Hijr: 95).

Asy-Sya’rawi menerangkan ayat ini, bahwa Al-Qur’an datang dari Allah dan Allah punya kuasa untuk senantiasa menjaganya dari perubahan dan penyelewengan. Mengingat bahwa Al-Qur’an mengandung nilia-nilai, pedoman, serta petunjuk yang harus direnungkan dan dipraktikkan oleh manusia hingga akhir zaman, maka keterjagaan Al-Qur’an menjadi niscaya.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa Rasulullah sebagai penjaga Al-Qur’an juga dipelihara oleh Allah dari kejahatan. Yakni kejahatan mereka yang ingin menghentikan dakwah Nabi dalam menyampaikan ajaran Tauhid dan nilai-nilai Al-Qur’an. (Tafsir Asy-Sya’rawi).

Melalui telaah ringkas atas ayat-ayat ini, dapat kita peroleh relasi yang erat antara Al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Keduanya sama-sama menjadi cahaya, rahmat, serta dipelihara langsung oleh Allah Swt. Persamaan ini mengisyaratkan kita untuk terus berupaya bergabung bersama kafilah Al-Qur’an dan Rasulullah.

Semoga kita terus belajar menapaki jejak Rasulullah melalui nilai-nilai Al-Qur’an. Sehingga, nantinya kita akan bergabung bersama rombongan Rasulullah dan naungan Al-Qur’an. Artinya, kita harus selalu menjadi cahaya bagi sekitar, menjadi rahmat bagi semuanya, dan saling memelihara satu sama lain dalam kecintaan kepada Allah sebagai sumber rahmat bagi alam semesta.

Wallahu’alam bishawab.

Baca juga: Berbagai Cara Allah Menjaga Al-Quran dalam Tafsir Surah Al-Hijr Ayat 9