Salah satu bentuk gaya bahasa yang digunakan Al-Quran adalah kalimat tanya atau istifham. Dalam Al-Quran sendiri, kalimat pertanyaan atau istifham itu memiliki banyak makna yang disesuaikan dengan konteks kalimat atau pembahasannya. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam karyanya, Zubdat al-Itqan fi Ulum Al-Quran menjelaskan beberapa makna istifham dalam Al-Quran serta menyebutkan contohnya.
Isitfham dalam ilmu balaghah termasuk dalam kalam insya, yaitu sesuatu yang apabila diucapkan atau diungkapkan tidak mengandung unsur kebenaran atau kebohongan. Berbeda dengan kalam khabar atau berita yang bisa mengandung unsur kebenaran atau kebohongan.
Sebelum dibahas lebih jauh apa saja makna istifham dalam Al-Quran, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa pengertian istifham tersebut serta adat al-istifham atau perangkat apa saja yang bisa digunakan sebagai pertanyaan dalam bahasa Arab.
Istifham (اِسْتِفْهَامٌ) berasal dari asal kata اِسْتَفْهَمَ yang berarti mencari atau meminta kepahaman. Mencari atau meminta kepahaman tersebut biasanya dengan bertanya. Sehingga, kata اِسْتِفْهَامٌ yang merupakan bentuk masdhar dari kata اِسْتَفْهَمَ tersebut diartikan dengan pertanyaan. Kata tersebut juga dapat diartikan dengan mencari sebuah berita.
Adat al-istifham atau perangkat yang bisa digunakan sebagai kata tanya dalam bahasa Arab ada berbagai macam, di antaranya adalah:
الْهَمْزَةُ،َ هَلْ، مَا، مَنْ، أَيُّ، كَمْ، كَيْفَ، أَيْنَ، أَنَّى، مَتَى، أَيَّانَ
Baca Juga: Bahasa Al-Quran dan Perdebatan Ulama’ Tentang Kosa Kata Non Arab
Beberapa makna Istifham dalam Al-Quran
Ada 18 makna istifham dalam Al-Quran yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya tersebut. Berikut ini penjelasan satu per satu makna tersebut:
- Al-Inkar (الْإِنْكَارُ)
Istifham ini disebut dengan istifham inkari. Makna yang terkandung dalam istifham ini adalah penafian atau pengingkaran. Sehingga lafad yang jatuh setelah adat al-istifham adalah sesuatu yang dinafikan. Contohnya seperti terdapat di surah Asy-Syu’ara [26]: 111.
قَالُوا أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ
Artinya: Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?.”
Maksud yang terkandung dari pertanyaan dalam ayat tersebut adalah ‘kami tidak akan beriman kepadamu.’
Istifham dengan makna ini juga seringkali disertai dengan adat al-istitsna (perangkat yang digunakan untuk mengecualikan) إلا setelahnya. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Ahqaf [46]: 35:
فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
- At-Taubikh (التوبيخ) atau at-Taqri’ (التقريع)
Makna istifham dalam Al-Quran yang kedua adalah التوبيخ atau التقريع yang berarti celaan atau teguran. Celaan atau teguran itu seringkali terjadi pada sesuatu hal yang nyata. Dan yang dicela adalah perbuatannya. Contohnya seperti terdapat dalam Q.S. Ash-Shaffat [37]: 125:
أَتَدْعُونَ بَعْلًا وَتَذَرُونَ أَحْسَنَ الْخَالِقِينَ
Artinya: Patutkah kamu menyembah Ba’l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta,
Atau celaan tersebut karena meninggalkan perintah Allah Swt. seperti yang terdapat di dalam Q.S. An-Nisaa’ [4]: 97:
قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا
Artinya: Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”
Baca Juga: Kompleksitas Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Quran
- At-Taqrir (التقرير)
Kalimat tanya yang bermakna taqrir berarti mendorong mukhotob (orang yang diajak berbicara) untuk berikrar dan mengakui peristiwa yang telah terjadi padanya.
Pertanyaan yang bermakna taqrir hukumnya adalah mujab (positif), bukan manfi (negatif) meskipun ada huruf nafinya. Sehingga, kalimat positif bisa diathafkan kepadanya. Contohnya seperti terdapat dalam Q.S. Al-Insyirah [94]: 1-2
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (2)
Artinya: Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
Hakikat dari istifham taqrir sebenarnya adalah istifham inkar. Karena istifham inkar – yang bermakna nafi (negatif) – masuk pada kalimat yang dinafikan dengan menggunakan huruf nafi atau kalimat yang secara makna memang bermakna nafi, maka hukumnya menjadi positif.
Contohnya terdapat dalam Q.S. Al-Insyirah [94]: 1-2 di atas atau di dalam Q.S. Ad-Dhuha [93]: 6 berikut:
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى
Artinya: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
Hakikat istifham dalam ayat tersebut adalah istifham inkar. Namun, karena istifham inkar masuk pada lafad لَمْ يَجِدْكَ yang bermakna nafi disebabkan adanya huruf nafi لم, maka maknanya berubah menjadi taqrir dan positif. Sama seperti dalam rumus matematika, negatif bertemu dengan negatif maka hukumnya positif.
Contoh di atas itu untuk kalimat yang dinafikan dengan menggunakan huruf nafi. Sedangkan contoh istifham inkar yang masuk pada kalimat yang memang bermakna nafi seperti terdapat dalam Q.S. Al-A’raf [7]: 172
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ
Artinya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Lafad لَسْتُ yang berasal dari لَيْسَ + تُsecara arti memang telah menunjukkan negatif atau peniadaan, yaitu aku bukanlah.
Baca Juga: Balaghah Al-Quran: Seni Tata Krama dalam Bahasa Al-Quran
- Ta’ajjub atau Ta’jib (التعجب او التعجيب)
Ta’ajjub artinya adalah heran, kagum, takjub. Istifham yang bermakna ta’ajjub berarti pertanyaan yang menunjukkan arti keheranan, kekaguman. Salah satu contoh istifham jenis ini terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 28 dan Q.S. An-Naml [27]: 20
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28)
Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ (20)
Artinya: Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir.
Di antara beberapa makna istifham yang telah disebutkan di atas, ada ayat Al-Quran yang mengandung makna istifham tersebut lebih dari satu. Salah satu contohnya terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 44
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44)
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
Imam Zamakhsyari mengatakan bahwa hamzah yang berfungsi sebagai istifham atau pertanyaan dalam ayat tersebut bermakna taqrir beserta dengan taubikh dan ta’ajjub.
Itu adalah empat makna istifham dalam Al-Quran dari 18 makna yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi dalam Zubdat al-Itqan-nya. InsyaAllah makna-makna yang belum disebutkan dalam artikel ini akan dijelaskan dalam artikel selanjutnya. Semoga bermanfaat.