Alhamdulillah, tanpa terasa kini kita sudah memasuki bulan Sya’ban. Bulan yang menjadi ‘pintu gerbang’ menuju bulan suci Ramadhan. Selain memiliki keistimewaan dan keutamaan khusus, di bulan Sya’ban ini ternyata terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah. Sayyid Muhammad bin Abbas al-Maliki dalam salah satu kitabnya Ma Dzha fi Sya’ban menyebutkan dua peritiwa penting dalam sejarah kehidupan umat Islam. Apa saja itu? Simak penjelasan berikut ini.
Turunnya Ayat Anjuran Bershalawat kepada Nabi Saw.
Ketika berbicara tentang anjuran bershalawat kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. pijakan nash yang seringkali dirujuk adalah QS. Al Ahzab [33]: 56:
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا ٥٦
“Sesungguhnya Allah Swt. dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Para ulama menyepakati bulan Sya’ban adalah bulan shalawat. Karena di bulan ini, Allah Swt. menurunkan sebuah ayat yang menganjurkan umat Islam untuk membaca shalawat kepada baginda Nabi Saw. Menurut keterangan Imam al-Qasthalani dalam kitab al-Mawahib, QS. Al Ahzab [33]: 56 ini diwahyukan tepat pada bulan Sya’ban tahun ke 2 Hijriyah. Pendapat ini juga dipegangi oleh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Baca juga: Perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang Hakikat Tuhan
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, ayat ini memberi bukti bahwa Allah Swt. sendiri memberi pujian, sanjungan dan penghormatan kepada Nabi Saw di depan para malaikat-Nya. Malaikat-malaikat langit pun mengucapkan shalawat untuk Nabi sebagai bentuk dan ungkapan doanya.
Sementara menurut Ibnu Kastsir dalam Tafsir Ibn Katsir bahwa melalui ayat ini, Allah Swt. hendak mengabarkan kepada setiap hamba-Nya tentang kemuliaan Nabi Saw. Ayat ini juga menjadi perintah bagi penduduk bumi (alam bawah) untuk melakukan hal yang sama (bershalawat), agar menyatu antara pujian penghuni langit dan penghuni bumi seluruhnya.
Ada sebuah hadis riwayat Imam al-Dailami dari Sayyidah Aisyah yang berbunyi:
شَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللَّهِ وَشَعْبَانُ الْمُطَهِّرُ وَرَمَضَانُ المُكَفِّرُ
“Sya’ban adalah bulanku, dan Ramdhan adalah bulan Allah. Bulan Sya’ban menyucikan (dosa) dan bulan Ramadhan menggugurkan (dosa).”
Berdasar pada turunnya ayat tentang anjuran bershalawat serta hadis Aisyah di atas, ulama kemudian mengistilahkan bulan Sya’ban dengan Syahrun Nabi (bulannya Nabi). Maka sudah sepatutnya di bulan penuh berkah ini, kita memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Saw.
Baca juga: Menyoal Makna Syifa dalam Al-Quran
Peralihan Arah Kiblat
Melansir keterangan Bisri Musthafa dalam Tafsir al-Ibriz, ketika Nabi hijrah ke Madinah, arah kiblat dialihkan ke Bayt al-Muqaddas (Masjid al-Aqsha). Namun setelah enam belas atau tujuh bulan lamanya, Nabi rindu kampung halamannya, Makkah dan juga Ka’bah. Pada akhirnya Allah SWT merestui keinginan Nabi dan mengembalikan arah kiblat menghadap Ka’bah seperti sedia kala. Peristiwa ini diabadikan dalam QS. Al Baqarah [2]: 144:
قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةٗ تَرۡضَىٰهَاۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ ١٤٤
“Sungguh Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Menurut penjelasan Imam al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an yang ia kutip dari Abu Hatim al-Basti, perintah peralihan arah kiblat ini terjadi pada malam selasa bulan Sya’ban, yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban
Baca juga: Potret Penafsiran Al-Quran Hari Ini: Era Modern-Kontemporer
Hikmah: Amalan-amalan di Bulan Sya’ban
Bulan Sya’ban memiliki keistimewaan dan keutamaan tersendiri yang amat sayang jika dilewatkan. Selama ini kita tahu, di bulan Sya’ban, semua catatan-catatan amal manusia diserahkan kepada Allah Swt. Kita mengenal peristiwa ini dengan malam Nisfu Sya’ban. Ia adalah malam pengampunan dosa dan malam pembebasan. Di malam itu, kita dianjurkan berjaga sepanjang malam untuk beribadah; berzikir, membaca Al-Quran, shalat malam, membaca shalawat, berdoa dan lain sebagainya.
Nabi Saw. bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Dailami dan al-Baihaqi:
خَمْسُ لَيَالٍ لَا تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَعْوَةُ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَةُ الجُمْعَةِ وَلَيْلَتَيِ العِيْدَيْنِ
“Ada lima malam di mana doa tidak akan tertolak pada malam-malam itu, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at, malam Idul Fitri dan Idul Adha.”
Baca juga: Kajian Semantik Asal Usul Kata Salat dalam Al-Quran
Salah satu kesunnahan di bulan Sya’ban adalah berpuasa. Dengan puasa sunnah di bulan ini, umat Islam dapat melatih dan mempersiapkan diri untuk menjemput bulan suci Ramadhan dengan penuh suka cita serta pengharapan tinggi atas anugerah Allah Swt. Di bulan ini pula, Allah Swt membuka pintu-pintu rahmat-Nya berupa syafaat, ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari siksa api jahannam (‘itqun min ‘adzab al-nar). Semoga momentum di bulan Sya’ban ini, Allah Swt. berkenan memberikan hidayah kepada kita sehingga mampu memuliakannya dengan ibadah dan amal saleh. Amin.
Wallahu a’lam []