BerandaTafsir TematikSiapakah Ashab Al-A’raf itu? Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 46-49

Siapakah Ashab Al-A’raf itu? Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 46-49

Al-Quran mengisahkan dialog antara ashab al-jannah (penghuni surga) dan ashab al-nar (penghuni neraka) di surah Al-A’raf ayat 44-45. Dan dialog itu dilanjutkan di ayat berikutnya, di ayat 46-49. Di antara penghuni surga dan neraka, terdapat batas (yang disebut A’raf). Kata A’raf juga digunakan dalam penamaan surat ini (surat al-A’raf). Kemudian, siapakah ashab Al-A’raf itu? Terkait hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf [7]: 46-49 sebagai berikut :

وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ وَعَلَى الْأَعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلًّا بِسِيمَاهُمْ وَنَادَوْا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ (46) وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (47) وَنَادَى أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ رِجَالًا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ (48) أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (49)

“dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka), ada batas (yang disebut A’rāf); dan di atas A’raf (tempat yang tertinggi) ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tandanya. Mereka menyeru penghuni surga, “Salāmun ‘alaikum (salam sejahtera bagimu)”. Mereka belum dapat masuk, tetapi mereka ingin segera (masuk). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” Dan orang-orang yang di atas A’rāf menyeru beberapa pemuka (kafir) yang mereka kenal dengan tanda-tandanya sambil berkata, “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buatkamu. Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Allah berfirman), “Masuklah kamu ke dalam surga! Tidak ada rasa takut pada kamu dan tidak pula kamu akan bersedih hati.” (QS. Al-A’rāf [7]: 46-49)

Baca Juga:Tafsir Surah Yasin ayat 58-59: Ucapan Salam Untuk Para Penghuni Surga

Antara ahli surga dan ahli neraka

Ibn ‘Aṭiyyah dalam kitabnya al-Muḥarrar al-Wajīz fi Tafsīr al-Kitāb al-‘Azīz (juz 2, halaman 404), mengutip pendapat Ibn ‘Abbās bahwa yang dimaksud  al-hijāb (batas) di sini adalah batas yang telah Allah sebut dalam firman-Nya “Lalu di antara mereka dipasang dinding (pemisah) yang berpintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di luarnya hanya ada azab” (QS. Al-Ḥadīd [57]:13).

Pada kesempatan lain, Ibn Abbas berkata bahwa al-A’raf adalah sebuah anak bukit di antara surga dan neraka. Al-Zahrawi menuturkan sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya bagi seseorang ada sebuah bukit. Dia mencintai kita dan kita mencintainya. Pada hari kiamat, dia berdiri di antara surga dan neraka. Mereka mengenal penghuni surga dan neraka dengan tandanya masing-masing. InsyaAllah dia (ashab Al-A’raf) merupakan ahli surga”.

Sementara Ibn al-Qayyim dalam Tafsir Ibn al-Qayyim memberikan penjelasan bahwa ashab Al-A’raf merupakan orang-orang yang kebaikan dan keburukannya sama. Kebaikannya mencegahnya dari masuk neraka sedangkan keburukannya mencegahnya dari masuk surga.

Ashab Al-A’raf bisa mengenali ahli surga dan neraka dengan tanda-tanda yang terdapat pada masing-masing golongan. Tanda tersebut berupa wajah yang putih pada orang-orang beriman dan wajah yang hitam pada orang-orang kafir. Demikian keterangan dalam Tafsīr al-Jalālain karya Jalāl al-Dīn al-Maḥallī dan Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (halaman 199).

Baca Juga: Tafsir Sufistik: Kenali Dua Golongan Yang Mempengaruhi Kendali Manusia

Lalu ashab Al-A’raf menyeru kepada ahli surga ketika mereka melihat ahli surga “salām alaikum (keselamatan bagi kalian)”, namun mereka belum dapat masuk surga padahal mereka sangat ingin segera memasuki surga. Al-Hasan berkata sebagaimana dinukil di dalam Ma’ālim al-Tanzīl fi Tafsīr al-Qur’an karya Al-Baghawi (juz 2, halaman 195) “keinginan yang kuat dari ashab Al-A’raf untuk masuk ke dalam surga membuat mereka akhirnya sampai pada apa yang sangat diinginkannya, yaitu masuk surga”. Hal ini berarti manusia dianjurkan untuk selalu mengharap rahmat dari Allah.

Setelah itu, pandangan ashab Al-A’raf dipalingkan menuju ahli neraka dan mereka memohon perlindungan kepada Allah dengan berdoa “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu”. Doa ini Menurut Abū al-Su’ūd di dalam kitabnya Irsyād al-Aql al-Salīm ilā Mazāya al-Kitāb al-Karīm (juz 3, halaman 230) bukan hanya doa untuk berlindung dari azab neraka namun juga berlindung dari perbuatan-perbuatan zalim.

Setelah pandangan mereka dialihkan, mereka berseru kepada ahli neraka “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buat kamu”. Di katakan bahwa ashab Al-A’raf melihat para pemuka kaum kafir seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan al-Walīd ibn al-Mughīrah (Tafsir al-Sam’āni, juz 2, halaman 185). Mereka adalah orang-orang yang membanggakan hartanya dan menggunakan hartanya itu untuk menindas orang-orang beriman.

Kemudian ashab Al-A’raf berkata lagi “Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah tidak akan mendapat rahmat Allah?” Yang dimaksud orang yang tidak mendapat rahmat Allah menurut orang kafir adalah Bilāl, ‘Ammar dan keluarganya, serta orang-orang yang ditindas saat orang Islam masih lemah. Sekarang terbukti siapa yang terputus dari rahmat Allah. Setelah iu barulah Allah memerintahkan ashab Al-A’raf untuk masuk surga.

Allah memerintahkan mereka untuk masuk surga karena orang kafir bersumpah bahwa ashab Al-A’raf juga akan masuk bersama mereka. Allah awalnya berbuat adil sehingga ashab Al-A’raf tidak berada di surga tidak juga di dalam neraka karena amalnya yang seimbang, kemudian Allah memberikan ashab Al-A’raf rahmat sehingga mereka akhirnya masuk surga.

Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa balasan seseorang di akhirat tergantung dengan apa yang dia perbuat. Akan tetapi, jangan terlalu mengandalkan amal kita karena amal baik yang kita lakukan hakikatnya juga atas pertolongan Allah. Jangan berhenti untuk selalu mengharap rahmat Allah dengan berbuat kebaikan karena rahmat Allah dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (QS. Al-A’raf [7]: 56). Wallahu a’lam.

Adib Falahuddin
Adib Falahuddin
Mahasiswa S2 Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...