BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Wajibkah Qadha Puasa Bagi Mualaf Semasa Ia Non Muslim?

Tafsir Ahkam: Wajibkah Qadha Puasa Bagi Mualaf Semasa Ia Non Muslim?

Seorang muslim yang meninggalkan ibadah puasa Ramadhan haruslah menggantinya dengan puasa juga. Hal ini berlaku bagi orang yang masih mampu berpuasa. Bahkan seorang perempuan yang mengalami haid atau nifas, yang ia tidak perlu mengqadha salatnya, ia masih memiliki kewajiban mengqadha puasa. Lalu bagaimana dengan seorang yang baru masuk Islam atau mualaf? Apakah dengan keislamannya ia lantas wajib mengqadha puasa yang ia tinggalkan semasa belum masuk Islam? Bagaimana hukum qadha puasa bagi mualaf tersebut?

Hal ini mungkin menjadi pertanyaan di benak seorang mualaf atau seorang muslim yang mendapati orang disekitarnya baru masuk Islam. Berikut penjelasan ulama terkait jawaban pertanyaan tersebut.

Baca Juga: Pelaksanaan Puasa Bagi Musafir, Orang Yang Sakit, Orang Tua, dan Ibu Hamil

Puasa yang Ditinggalkan Semasa Non Muslim

Para ulama’ Mazhab Syafi’iyah di dalam kitab-kitab fikih Mazhab Syafi’i menentukan hukum puasa orang yang baru masuk Islam merujuk pada firman Allah yang berbunyi:

قُلْ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ يَّنْتَهُوْا يُغْفَرْ لَهُمْ مَّا قَدْ سَلَفَۚ وَاِنْ يَّعُوْدُوْا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْاَوَّلِيْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang kufur itu, “Jika mereka berhenti (dari kekufurannya dan masuk Islam), niscaya akan diampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu. Jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh berlaku (kepada mereka) sunah (aturan Allah untuk menjatuhkan sanksi atas) orang-orang terdahulu.” (QS. Al-Anfal [8] :38)

Imam Ibn Katsir tatkala menafsiri ayat di atas menyatakan, di dalam ayat tersebut Allah meminta Nabi Muhammad berkata kepada orang-orang kafir, bahwa apabila mereka menghentikan apa yang mereka lakukan maka mereka akan memperoleh ampunan atas yang mereka lakukan. Maksud dari apa yang mereka lakukan adalah prilaku mengkufuri, memusuhi dan mengingkari. Sedang yang memperoleh ampunan adalah prilaku kufur mereka, dosa-dosa dan kesalahan mereka (Tafsir Ibn Katsir/1/461).

Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu’ Syarah Muhadzab menjelaskan bahwa orang yang baru masuk Islam, terkait permasalahan ibadah wajib yang ditinggalkannya, terdiri dari dua macam. Pertama, orang yang sebelumnya belum pernah masuk Islam kemudian masuk Islam; kedua, orang sudah pernah masuk Islam kemudian murtad dan masuk Islam kembali.

Dalam permasalahan puasa, orang yang belum pernah masuk Islam dan kemudian masuk Islam, maka puasa yang ia tinggalkan semasa sebelum masuk Islam tidak wajib ia ganti atau qadhai. Dasar yang dipakai dalam permasalahan ini salah satunya adalah Surat Al-Anfal ayat 38. Dasar selainnya adalah, beberapa hadis yang menunjukkan bahwa keislaman seseorang menjadi pembeda antara masa sebelum keislamannya dan setelah keislamannya. Selain itu, membebankan qadha puasa padanya dapat membuat ia menjauh dari Islam (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/6/252).

Sedang orang yang sudah pernah masuk Islam lalu murtad, maka apabila ia kembali masuk Islam, menurut Mazhab Syafiiyah ia diwajibkan mengqadhai puasa yang ia tinggalkan semasa murtad. Pendapat ini berbeda dengan yang disampaikan Mazhab Malikiyah, Hanafiyah dan Hanbaliyah. Ketiga mazhab tersebut menyamakan orang murtad dengan yang tidak murtad. Sehingga mereka menjadikan Surat Al-Anfal ayat 38 untuk dasar penetapan hukum puasa bagi keduanya (Mausu’ah Fiqhiyah/3/3875).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Syarat, Rukun Puasa Ramadan, dan Alasan Niat di Malam Hari

Hikmah Gugurnya Kewajiban Qadha Puasa Bagi Mualaf

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya mengutip pernyataan Ibn ‘Arabi, bahwa hukum gugurnya kewajiban qadha ibadah bagi orang yang baru masuk Islam, merupakan bentuk kelembutan sikap Allah kepada makhluknya. Sebab andai non muslim yang bergelimang dosa serta hukuman akibat prilaku mereka, harus menanggung dosa serta hukuman tatkala mereka masuk Islam, maka tentu mereka akan menjauh dari taubat dan mereka tidak akan memperoleh ampunan (Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/7/402).

Lewat Surat Al-Anfal ayat 38, Allah menyatakan bahwa taubat mereka diterima saat berhenti melakukan hal buruk dan mereka memperoleh ampunan hanya dengan masuk Islam. Allah menghapus dosa serta hukuman prilaku mereka semasa sebelum masuk Islam, agar lebih mendekatkan mereka terhadap Islam dan mendorong mereka menerima ajaran Islam.

Wallahu a’lam bishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....