Meski lebih dikenal karena dedikasinya terhadap dunia tasawuf, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Thusiy, atau Imam Al-Ghazali, juga merupakan seorang yang alim dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tak terkecuali Al-Qur’an. Di antara karyanya yang spesifik mengkaji tentang kalamullah adalah Jawahir al-Qur’an dan Al-Arba‘in fi Ushul al-Din, dua kitab yang mengulas tentang rahasia-rahasia (asrar) Al-Qur’an. Berikut ini merupakan pengalaman yang penulis dapatkan ketika berinteraksi dengan kedua kitab tersebut.
Kitab Jawahir al-Qur’an
Jika pembaca sekalian membuka kitab Jawahir al-Qur’an, pembaca akan menemukan hal yang cukup menarik pada bagian akhirnya. Disebutkan bahwa kitab ini secara tidak langsung memiliki part lanjutan yang ditulis, diberi nama, serta dicetak secara terpisah layaknya dua kitab yang berbeda.
Konten kitab Jawahir al-Qur’an sendiri sebenarnya terdiri dari tiga bagian (qism). Bagian pertama berjudul Al-Muqaddimat wa al-Sawabiq, berisi tentang pengantar maqashid Al-Qur’an, posisi Al-Qur’an di tengah-tengah ilmu pengetahuan, rahasia-rahasia (asrar) QS. Al-Fatihah, dan pembahasan lainnya. Bagian kedua berjudul Al-Maqashid, berisi 763 ayat yang menjadi inti (maqshud) dari Al-Qur’an. Dan bagian ketiga berjudul Al-Lawahiq, yang sedianya berisi penjabaran dari 763 ayat yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Bagian terakhir ini lah yang penulis maksudkan sebagai part lanjutan di atas.
Pada awal bagian ketiga ini, Al-Ghazali memang telah mengatakan dengan jelas bahwa bagian ini merupakan edisi tersendiri (mustaqil, mufrad), di luar kitab Jawahir. Ia menamakannya dengan Al-Arba‘in fi Ushul al-Din. Ia juga memberikan sinopsis Al-Arba‘in ini, yang tampaknya memiliki gaya sajian yang hampir sama dengan yang digunakan dalam Ihya’ Ulum al-Din.
Jika pembaca menelaah dua kitab ini secara berurutan, Jawahir terlebih dahulu kemudian Al-Arba‘in, maka pembaca tidak akan kaget dan bingung dengan narasi yang disajikan. Namun, tidak demikian dengan yang terjadi pada penulis.
Sekitar akhir tahun 2019, penulis berkesempatan menelaah kitab Al-Arba‘in. Kebetulan naskah yang penulis terima adalah cetakan Dar al-Kutub al-Islamiyyah. Begitu membuka halaman mukaddimah Imam Al-Ghazali, penulis dikejutkan dengan redaksi yang tiba-tiba menyebutkan,
أَمَّا بَعْدُ: وَلَعَلَّكَ تَقُوْلُ: هذِهِ الْأيَاتُ الَّتِى أَوْرَدْتَهَا فِي الْقِسْمِ الثَّانِي تَشْتَمِلُ عَلَى أَصْنَافٍ مُخْتَلِفَةٍ مِنَ الْعُلُوْمِ وَالْأَعْمَالِ
“Amma ba‘d: Barangkali engkau akan bertanya: “Ayat-ayat ini, yang telah Engkau (Al-Ghazali) sebutkan dalam bagian kedua memuat tentang macam-macam ilmu dan amalan-amalan yang berbeda…”
Mengapa tiba-tiba dalam awal pengantar sebuah kitab terdapat rujukan kepada kitab lain tanpa disertai rujukan yang jelas, nama kitab misalnya? Penulis pun sontak bertanya-tanya. Namun setelah membaca pengantar dari penerbit, penulis kemudian mengetahui bahwa kitab Al-Arba‘in ini merupakan part lanjutan dari kitab Jawahir, sebagaimana informasi yang dinukil dari Haji Khalifah dalam Kasyf al-Dzunun.
Baca juga: Menelisik Epistemologi Tafsir Susfistik Abu Hamid al-Ghazali
Kitab Al-Arba‘in fi Ushul al-Din
Seperti yang telah penulis sebutkan sebelumnya, kitab Al-Arba‘in memiliki beberapa kesamaan dengan kitab Ihya’. Kesamaan-kesamaan tersebut seperti terlihat dalam distribusi konten, gaya dan model sajian, serta pendekatan yang digunakan.
Kesamaan distribusi konten terlihat pada bagaimana Al-Ghazali membaginya menjadi 4 bagian. Bagian pertama berisi masalah-masalah akidah, kedua berisi amalan ibadah zahir, ketiga berisi akhlak-akhlak tercela (madhmumah), dan keempat berisi akhlak-akhlak terpuji (mahmudah). Masing-masing bagian memiliki 10 sub-bagian, sehingga totalnya berjumlah 40.
Sementara dari segi model sajian dan narasi, Al-Arba‘in tidak mengikuti gaya khas sajian ulasan Al-Qur’an, yakni penyebutan ayat diikuti uraiannya. Di sini ayat Al-Qur’an justru disesuaikan dengan judul sub-bagian yang ada. Bahkan, meskipun Al-Ghazali menyebutkan bahwa Al-Arba‘in berisi inti dari ayat-ayat yang telah disebutkan dalam Jawahir, tidak semua ayatnya (763 ayat) disebutkan secara terperinci. Ia benar-benar seperti kitab tersendiri yang tidak saling berkaitan.
Sedangkan dari segi pendekatan yang digunakan, sebagaimana kecenderungan yang dimiliki oleh Al-Ghazali, adalah ilmu tasawuf dan analisis filosofis. Di sini lah menurut penulis keunikan yang dimiliki oleh kitab Al-Arba‘in. Ia boleh jadi seperti kitab tafsir isyari karena berisi ulasan maksud dan tujuan ayat Al-Qur’an -yang ada dalam kitab Jawahir- dengan pendekatan tasawuf. Boleh jadi juga ia seperti kitab tasawuf murni yang sesekali mengadopsi dalil-dalil qurani.
Penutup
Walhasil, kitab Jawahir dan Al-Arba‘in merupakan satu kesatuan kitab yang mengkaji ayat-ayat pilihan Al-Ghazali dari dalam Al-Qur’an. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena terkait satu sama lain. Kajian terhadap salah satunya tentu meniscayakan kajian kepada yang lain. Dan hendaknya dikaji secara berurutan, supaya mendapatkan pemahaman yang runtut dan tidak bingung. Wallahu a‘lam bi al-shawab.
Baca juga: Misykat Al-Anwar: Tafsir Ayat Cahaya dalam Perspektif Al-Ghazali