BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Benarkah Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat?

Tafsir Ahkam: Benarkah Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat?

Di antara bacaan salat ketika tasyahhud ialah membaca selawat kepada Nabi Muhammad saw. Lantas bagaimana hukum membaca selawat kepada Nabi ketika salat?

Sebelum membahas bagaimana hukum membaca selawat ketika salat, ada baiknya penulis ulas terlebih dahulu mengenai pengertian selawat yang terambil dari bahasa Arab, “shalawat”. Kata “shalawat” secara bahasa merupakan bentuk plural dari kata “shalah” yang artinya doa, kesejahteraan, kemuliaan, dan ibadah. Sedangkan secara istilah, kata “shalawat” sendiri memiliki arti memberikan penghormatan khusus kepada Nabi.

Sudah sepantasnya kita sebagai umat Nabi Muhammad, untuk berselawat kepadanya. Ulama mengatakan, amalan yang tidak akan ditolak ialah selawat, maka tentunya ini sebuah nikmat besar bagi kita.

Selawat merupakan salah satu manivestasi dari penghormatan kita kepada Nabi Muhammad, bahkan selawat juga disyariatkan di dalam salat sebagai salah satu bacaan ketika tasyahhud. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum berselawat kepada Nabi ketika salat.

Hukum selawat kepada Nabi dalam salat

Para fuqaha’ ikhtilaf mengenai hukum selawat kepada Nabi saw. Menurut Madzhab Syafi’i dan Ahmad, membaca selawat hukumnya wajib dalam salat, dan tidak akan sah salatnya jika tanpa membaca selawat. Hal ini serupa juga dengan pendapat penganut madzhab Hambali. (Nihayah al-Zain/1/71).

Berikut dalil-dalil yang menjadi pijakan dalam pendapat ini:

  1. Perintah yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an:

يَٓاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ صَلُّواْ عٕلَيْهِ وَسَلِّمُوا تتَسْلِيمًا

 “Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab [33]: 56)

Ayat ini merupakan rujukan sebagian ulama’ yang menyatakan bahwa pada dasarnya selawat itu hukumnya wajib. Perintah tersebut juga menjadi dalil sebagian ulama’ dalam menghukumi wajibnya selawat kepada Nabi dalam salat.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 56: Perintah Bershalawat Kepada Nabi Muhammad Saw

  1. Hadits Ka’ab bin Ujrah:

قُلْنَا يَارَسُوْلُ اللّٰهِ قَدْ عَلِمْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ، فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ فَقَالَ : قُوْلُوْا : اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَعَلَى آلِ مُحَمَّد كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدُ مَّجِيْد ( رواه البخاري و مسلم)

“Kami berkata, ‘Ya Rasulullah, kami tahu bagaimana menyapamu, jadi bagaimana kami bisa mendoakanmu?’ Dia berkata, ‘Maka katakanlah, Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia’”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) (Fath al-Bari 11/157).

Dalam riwayat al-Baihaqi (Sunan al-Baihaqi/2/378) ada keterangan tambahan pada hadis di atas, yaitu kalimat:

إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا فِي صَلاَتِنَا

“Ketika kami berselawat di dalam salat.”

Redaksi tersebut menunjukkan bahwa selawat yang dimaksud para sahabat adalah yang khusus dibaca ketika salat, tepatnya pada bagian tasyahhud. Al-Qurtubi dalam tafsirnya juga menggunakan hadis ini sebagai penjelas kewajiban selawat kepada Nabi yang diuatarakan secara umum dalam QS. Al-Ahzab [33]: 56.

  1. Ibnu Katsir radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

“Al-Syafi’i radhiyallahu‘anhu berpendapat bahwa orang yang salat wajib berselawat untuk Rasullullah saw pada tasyahhud akhirnya. Apabila meninggalkan selawat pada salatnya, maka salatnya tidak sah. Sebab, hal ini sudah jelas pada ayat tersebut. Dan dia menjelaskan hadits ini atas otoritas sekelompok sahabat, yaitu mazhab Imam Syafi’i, dan itu merupakan pandangan Ibnu Mas’ud dan Jabir bin Abdullah”.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 56: Selawat adalah Bentuk Terima kasih

Adapun menurut pendapat Madzhab Imam Malik dan Abu Hanifah, Membaca selawat kepada Nabi hukumnya adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Dan sah-sah saja salatnya jika tanpa membaca selawat dalam salat, meskipun hukumnya makruh. Imam Maliki dan Imam Hanafi mengutip pendapat mereka dengan beberapa dalil, yaitu sebagai berikut :

  1. Firman Allah Swt berfirman :

يَٓاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ صَلُّواْ عٕلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 56).

Ayat ini merupakan perintah untuk berselawat kepada Nabi saw. Menurut pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah, jika seseorang melakukannya sekali, baik ketika di dalam salat maupun di luar salat, maka bisa disebut dia telah menunaikan kewajibannya untuk berselawat. Layaknya kalimah tauhid dan kesaksian keimanan (syahadat), setiap kali seseorang melakukannya sekali dalam hidupnya, maka ia telah menunaikan kewajibannya. Dan hal ini bukan suatu pengulangan. (asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa/2/141)

  1. Hadis riwayat Ibnu Mas’ud ketika Nabi Muhammad saw mengajarinya tasyahhud, dia berkata:

إِذَا فَعَلْتَ هٰذَا، أَوْ قُلْتَ هٰذَا، فَقَدْ تَمَّتْ صَلَاتُكَ، فَإِنْ شِىْٔتَ أَنْ تَقُوْمَ فَقُمْ، ثُمّ اخْتَرَ مِنْ أَطِيْبِ الْكلَامِ مَا شِىْٔت (رواه أحمد في مسنده . وابن حبان في صحيحه)

 “Jika engkau melakukan ini, atau mengatakan ini, maka sempurnalah salatmu. Jika ingin bangun, maka bangunlah, lalu pilihlah ucapan yang terbaik yang engkau kehendaki”. (HR. Ahmad dan Ibn Hibban).

  1. Hadist riwayat Muawiyah al-Sulami, di mana Nabi saw mengatakan:

إِنَّ صَلَاتَنَا هٰذِهِ لَايُصْلَحُ فِيْهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إنَّمَا هِيَ التَّسْبِيْحُ وَالتَّهْلِيْلُ وَقِرَاءَةُ القُرْآن (رواه مسلم)

“Sesungguhnya salat kita ini tidak akan sah (jika dicampuri) perkataan-perkataan manusia. Salat hanya berisi tasbih, tahlil, dan membaca AlQuran” (HR. Muslim).

  1. Diriwayatkan juga dari banyak sahabat, bahwa mereka hanya cukup membaca selawat pada penghujung salat, yakni ketika salam, tanpa wajib membaca selawat Ibrahim. Adapun bacaan salam sendiri berbunyi:

السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tercurahkan kepadamu wahai Nabi.”

Penutup

Terlepas dari berbagai pendapat mengenai hukumnya, alangkah baiknya kita sebagai umat Nabi Muhammad saw untuk tetap senantiasa membaca selawat kepada Nabi. Bukan karena hukum membacanya wajib ataupun sunah, namun lebih kepada memberikan penghormatan sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya kepada beliau sebagai wujud kecintaan padanya. Semoga dengannya, kita mendapatkan syafa’at beliau di yaumil qiyamah kelak. Amin ya rabbal ‘alamin.

Baca juga: Tafsir At-Taubah 128; Potret Cinta Nabi Muhammad Saw pada Umatnya

Samrotul Mawaddah
Samrotul Mawaddah
Mahasiswi Study Pendidikan Bahasa Arab UIN Surakarta, Santri Pondok Pesantren Al Imdad Bantul, Pondok Pesantren Al-Fattah Surakarta, Minat kajian tulis Keislaman kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tafsir tentang laut yang tidak bercampur

Tafsir tentang Laut yang Tidak Bercampur: Mukjizat atau Fenomena Ilmiah?

0
Alquran bukan sekadar kitab petunjuk spiritual, tetapi juga lumbung keajaiban yang terus mengundang rasa ingin tahu. Salah satu ayatnya, yang membahas tentang "laut yang...