Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (4): Motivasi dan Sistematika Penulisan

Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (4): Motivasi dan Sistematika Penulisan
Tafsir Tarbawi Indonesia

Setiap mufassir tentu memiliki motivasi yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Motivasi penulisan tafsir ini biasanya berkaitan erat dengan keinginan atau harapan dan ‘kepentingan’ yang dibawa oleh sang mufassir. Selain itu, setiap mufassir juga memiliki pilihan sistematika sendiri dalam menyusun tafsirnya. Masih dengan tema besar “Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia”, kali ini penulis ingin melihat lebih jauh bagaimana karya-karya tafsir tarbawi di Indonesia lahir dari ragam motivasi serta bagaimana sistematika penulisan yang digunakan oleh mufassir.

Motivasi Penulisan Tafsir

Mengutip hasil pembacaan Sudarman dalam bukunya Tafsir Tarbawi di Indonesia, secara pragmatis motivasi penulisan karya-karya tafsir tarbawi di Indonesia lebih didorong oleh keinginan untuk menyediakan referensi mata kuliah Tafsir Tarbawi (tafsir ayat-ayat pendidikan). Penulis karya-karya tersebut sendiri berlatar belakang sebagai dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawi. Selebihnya tentu ada keinginan yang lebih substansial yakni menghadirkan konsep pendidikan Islam perspektif Al-Quran.

Tafsir-tafsir yang ditulis dalam rangka menyediakan referensi mata kuliah Tafsir Tarbawi—untuk menyebutkan beberapa—adalah Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-ayat Tarbawiy) karya Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan karya Nurwadjah Ahmad, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan karya Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Pengantar ke Tafsir Tarbawi karya Suteja, dan Tafsir Ayat-ayat Pendidikan karya Listiawati.

Walau begitu, dari karya-karya tafsir tarbawi di Indonesia tersebut, tampak pula adanya usaha-usaha yang sedari awal diniatkan untuk menghadirkan konsep pendidikan Islam berdasarkan Al-Quran. Ini dapat dilihat dari kajian-kajian yang tidak hanya membahas ayat-ayat tertentu dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Lebih dari itu, ada upaya serius untuk melakukan penggalian dengan berbagai metode dan pendekatan perihal bagaimana konsep ideal tentang pendidikan Islam.

Beberapa mufassir yang secara khusus konsen pada penggalian konsep pendidikan Islam perspektif Al-Quran antara lain adalah Aam Abdussalam dengan karyanya Pembelajaran dalam Islam (Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an); Muh. Anis dengan karyanya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Meretas Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an, dan Mahyudin dengan karyanya Tafsir Tarbawi: Kajian Ayat-ayat Al-Qur’an dengan Tafsir Pendidikan.

Kalau hendak disimpulkan, motivasi penulisan tafsir tarbawi dalam kontes Indonesia dapat dipetakan menjadi dua; untuk keperluan sebagai bahan ajar dan referensi mata kuliah Tafsir Tarbawi, dan secara khusus mendalami konsep pendidikan Islam dalam sorotan Al-Quran. Meskipun motivasi yang pertama tampak lebih dominan daripada motivasi yang kedua. Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa tafsir-tafsir tarbawi di Indonesia mayoritas disusun untuk menyediakan bahan bacaan pada mata kuliah Tafsir Tarbawi.

Baca juga: Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (1): Embriologi dan Perkembangannya

Sistematika Penulisan Tafsir

Masih menurut Sudarman dalam bukunya Tafsir Tarbawi di Indonesia, jika dilihat dari segi sistematika penulisan, cara kerja karya-karya Tafsir Tarbawi yang muncul di Indonesia terbagi menjadi dua kategori atau dua tipologi; sistematika tafsir dan sistematika non-tafsir. Pertama, sistematika tafsir. Apa yang dimaksud dengan sistematika tafsir di sini adalah langkah-langkah dalam menyajikan penafsiran sebagaimana umumnya ditempuh oleh para mufassir; mulai dari penyebutan ayat, terjemah, makna global, makna rinci (mufradat), asbab al-nuzul, munasabah, ulum al-Qur’an, pendapat tokoh-tokoh tafsir, dan interteks.

Tafsir-tafsir yang masuk dalam katagori pertama ini di antaranya adalah karya Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy); Nurwajdah, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Muh. Anis, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Meretas Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an; Syukri, Tafsir Ayat-ayat Pembelajaran dalam Al-Qur’an; Aam Abdussalam, Pembelajaran dalam Islam (Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an); dan Mahyudin, Tafsir Tarbawi: Kajian Ayat-ayat Al-Qur’an dengan Tafsir Pendidikan.

Kedua, sistematika non-tafsir. Karya-karya yang disusun dengan tidak mengikuti cara kerja mainstream tafsir ini di antaranya adalah Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan karya Ahmad Izzan dan Saehudin. Dalam karya ini, Izzan dan Saehudin memaparkan konsep peserta didik, mulai dari pengertian, macam-macam karakter peserta didik, faktor-faktor yang memengaruhinya, hingga kepribadian dan etika peserta didik. Akan tetapi, sistematika penulisannya tampak tidak seperti kerja tafsir pada umumnya karena nyaris tidak ditemukan analisis penafsiran. Kalaupun ada ayat Al-Quran atau hadis, itu lebih sebagai dalil penguat saja.

Kecenderungan tersebut juga dapat dilihat dalam Al-Islam Studi Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tarbawi) milik Arief Hidayat Afendi. Dalam karya ini, pertama-tama Afendi memang mencantumkan ayat sebagai bahan untuk dikaji, namun kemudian hampir tidak ada analisis terhadap makna ayat yang dikaji. Sebaliknya, karya ini dipenuhi oleh kutipan-kutipan dari sumber lain yang bukan rujukan-rujukan tafsir Al-Quran biasanya. Sehingga ketika membaca karya ini memberikan kesan tidak sedang membaca sebuah karya tafsir.

Lebih jauh, Sudarman juga menyebutkan bahwa dari sekian banyak karya-karya tafsir tarbawi yang ada di Indonesia, beberapa lebih tepat disebut sebagai ‘karya tafsir’ dan sebagian yang lain lebih tepat disebut dengan “karya pendidikan Islam”. Penyebutan yang diberikan Sudarman ini pada prinsipnya melihat juga mempertimbangkan sistematika penulisan serta tingkat keluasan penafsiran dan analisis dari masing-masing karya tafsir tarbawi tersebut. Wallahu a’lam []

Baca juga: Mengenal Al-Tafsir Al-Tarbawi li Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir Tarbawi Pertama Lengkap 30 Juz