BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al Isra Ayat 29: Etika Menggunakan Harta

Tafsir Surah Al Isra Ayat 29: Etika Menggunakan Harta

Keseimbangan dalam segala sesuatu merupakan satu prinsip utama dalam agama Islam (Sayyid Quthb, Tafsīr fī Zhilāl al-Qur`ān). Terlalu condong ke kanan atau terlalu condong ke kiri merupakan hal yang bertolak belakang dengan prinsip keseimbangan tersebut. Begitu pula dalam menggunakan harta, kita tidak boleh terlalu kikir dan tidak boleh terlalu boros, karena keduanya akan berdampak buruk bagi kita maupun orang di sekitar kita.

Ada etika yang harus kita terapkan agar kita bisa menggunakan dan membelanjakan harta secara baik. Alquran telah mengajarkan etika ini dalam surah al Isra’ [17] ayat 29.

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S. al Isra’ [17]: 29)

Ayat ini mengajarkan kepada kita etika dalam menggunakan harta. Kita diperintahkan untuk menjauhi sifat kikir maupun sifat boros.

Istilah “membelenggukan/mengikatkan tangan ke leher” sehingga seseorang tidak dapat mengulurkan tangannya adalah gambaran dan sindiran bagi seseorang yang terlampau kikir. Ia tidak hanya kikir kepada orang lain, tetapi ia juga bahkan kikir kepada diri sendiri, karena rasa cintanya yang berlebihan kepada harta.

Baca Juga: Tafsir Surah Alisra’ Ayat 34: Kewajiban Menepati Janji

Adapun istilah “terlalu mengulurkan/membentangkan tangan” sehingga seseorang tidak dapat memegang apa-apa lagi merupakan gambaran dan sindiran bagi seseorang yang terlampau boros. Ia membelanjakan seluruh hartanya tanpa perhitungan, serta memberi orang lain melebihi kemampuan/penghasilan yang ia miliki, sampai-sampai hartanya tidak tersisa sedikitpun (al-Zuḥailī, Tafsīr al-Munīr).

Kedua sifat ini (kikir dan boros) merupakan sifat tercela. Bahkan di penghujung ayat disebutkan dampak dari kedua sifat tersebut, yaitu malūman (tercela) dan maḥsūran (menyesal).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa kata malūman ditujukan sebagai dampak dari sifat kikir. Orang kikir akan menjadi tercela dan tidak disukai oleh orang lain karena sifat kikirnya.

Sedangkan kata maḥsūran ditujukan sebagai dampak dari sifat boros. Orang boros akan menyesal karena ia membelanjakan seluruh hartanya tanpa perhitungan, sehingga ia tidak memiliki apa-apa lagi.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan bahwa lafal maḥsūr memiliki padanan kata yang sama dengan lafal ḥasīr, artinya binatang yang sangat lemah sehingga ia tidak bisa berjalan lagi dan mandek di tempat. Keadaan ini sama seperti seorang yang boros, ia akan menjadi mandek dan segala aktifitas produktifnya akan terhenti.

Ayat 29 dari surat al Isra’ ini mengajarkan kita agar jangan kikir dalam menggunakan harta. Jangan sampai kita menjadi budak oleh harta kita sendiri. Bahkan karena sifat kikir tersebut, kita menelantarkan orang-orang yang wajib kita beri nafkah, serta menjadikan kita enggan untuk menginfakkan harta kita kepada hal-hal yang telah Allah Swt. wajibkan untuk kita.

Demikian pula ayat ini mengajarkan kita agar jangan boros dalam menggunakan harta. Jangan sampai kita menghambur-hamburkan harta yang kita miliki, memberi melebihi kemampuan kita, membelanjakan harta yang telah Allah Swt. berikan kepada kita untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah Swt. (al-Thabarī, Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta`wīl Āy al-Qur`ān)

Ibnu Katsir dalam Tafsīr al-Qur`ān al-‘Azhīm menyebutkan riwayat dari Asma’ binti Abi Bakar, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

أَنْفِقِيْ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَلَا تُوْعِيْ فَيُوْعِى اللَهُ عَلَيْكِ وَلَا تُوْكِيْ فَيُوْكِى اللَهُ عَلَيْكِ

“Berinfaklah kamu sekian, sekian, dan sekian. Janganlah kamu kikir sehingga Allah pun akan kikir kepadamu. Serta janganlah kamu enggan memberi kepada orang lain sehingga Allah pun akan menahan pemberian kepadamu.”

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita berusaha menerapkan pesan ayat ini dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu kita menggunakan harta secara wajar dan tidak berlebihan.

Kita tidak boleh berlebihan dalam menahan harta sehingga menyakiti diri sendiri dan orang lain. Kita juga tidak boleh berlebihan dalam membelanjakan harta di luar kemampuan kita sehingga tidak tersisa sedikitpun.

Sifat yang paling baik adalah pertengahan antara dua sifat tersebut, yaitu menggunakan harta yang kita miliki secara wajar. Kita boleh berhemat namun jangan sampai kebutuhan pokok yang wajib kita penuhi menjadi terbengkalai dan terlantar.

Baca Juga: Kejelasan Dalil Surah Al Ikhlas sebagai Sepertiga Alquran

Kita juga dianjurkan untuk memberi namun jangan sampai melewati batas kemampuan dan hanya ingin mendapat pujian orang lain atas pemberian kita. Jangan sampai ketika harta kita telah habis, malah kita yang akan meminta-minta kepada orang lain.

Semoga kita terhindar dari sifat kikir dan boros, dua sifat yang dilarang oleh Alquran. Dan kita mampu menggunakan harta kita secara wajar, proporsioal dan tidak berlebihan. Sehingga kita menjadi sebaik-baik orang dalam menggunakan harta yang telah Allah Swt. titipkan untuk kita. Āmīn Yā Rabb al-‘Ālamīn.

M. Rais Nasruddin
M. Rais Nasruddin
Mahasiswa Program Magister UIN Sunan Kalijaga, Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...