Salat adalah bentuk komunikasi seorang hamba dengan tuhannya. Oleh karena itu, setiap tindakan yang menunjukkan ketidak perdulian terhadap salat dinilai dapat merusak sahnya salat itu sendiri. Bahkan menurut sebagian ulama, tidak hanya salatnya yang batal, tapi juga wudunya. Sebagaimana Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa termasuk yang membatalkan wudu adalah tertawa terbahak-bahak dalam salat.
Lalu, apakah yang menjadi dasar Abu Hanifah bahwa tertawa dalam salat dapat membatalkan wudu? Apakah mazhab syafi’i yang dianut mayoritas umat muslim di Indonesia juga berpendapat demikian? Berikut penjelasannya:
Tertawa Dalam Salat Dapat Membatalkan Wudu
Allah berfirman dalam Surat Al-Ma’idah ayat 6:
وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ
Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. (Al-Ma’idah [5] 6).
Baca Juga: Berwudu dengan Bantuan Orang Lain
Imam Ar-Razi di dalam tafsirnya tatkala menguraikan tafsir ayat di atas menjelaskan, termasuk yang membatalkan wudu menurut Abu Hanifah adalah tertawa terbahak-bahak dalam salat. Entah itu dalam ruku, sujud, atau selainnya. Dengan demikian yang batal sebab tertawa terbahak-bahak dalam salat menurut Abu Hanifah tidak hanya salat si pelaku saja, tapi juga wudunya (Mafatihul Ghaib/5/482).
Syaikh Wahbah al-Zuhaili menjelaskan, mazhab hanafiyah membedakan antara tertawa terbahak-bahak (qahqahah), tertawa biasa (dlahku), dan tersenyum (tabassum). Tertawa terbahak-bahak bersifat mengeluarkan suara sehingga bisa didengar orang sekitar. Dan ini menurut mazhab hanafiyah membatalkan salat sekaligus wudu. Sedang tertawa biasa bersifat mengeluarkan suara tapi hanya bisa didengar diri sendiri. Dan ini hanya membatalkan salat menurut mazhab hanafiyah. Sedang tersenyum bersifat tidak mengeluarkan suara. Dan ini tidak membatalkan salat apalagi wudu (Fiqhul Islami/2/1034).
Dasar yang dipakai mazhab hanafiyah adalah beberapa hadis yang salah satunya diriwayatkan dari Abil Aliyah dan berbunyi:
أَنَّ رَجُلاً أَعْمَى جَاءَ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الصَّلاَةِ فَتَرَدَّى فِى بِئْرٍ فَضَحِكَ طَوَائِفُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَمَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ ضَحِكَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلاَةَ.
Seseorang yang buta datang sementara Nabi sedang salat. Orang buta itu lalu jatuh di sumur. Beberapa kelompok sahabat Nabi pun tertawa. Nabi lalu memerintahkan orang yang tertawa untuk mengulangi wudu serta salat (HR. al-Baihaqi).
Pandangan Selain Hanafiyah
Imam al-Nawawi menjelaskan, Mazhab Syafi’i serta mayoritas ulama meyakini bahwa tertawa terbahak-bahak di dalam salat tidak membatalkan wudu. Ia juga mengingatkan, bahwa perbedaan pendapat hanya terjadi pada praktik tertawa terbahak-bahak di dalam salat. Apabila hanya tertawa biasa di dalam salat, atau tertawa terbahak-bahak di luar salat, maka ulama sepakat tidak membatalkan wudu.
Al-Nawawi juga mengkritik dan menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan tertawa terbahak-bahak di dalam salat membatalkan wudu, adalah pendapat yang tidak berdasar. Ia menyatakan bahwa hal-hal yang membatalkan wudu sudah dijelaskan oleh syariat, dan tidak ada yang menyinggung soal tertawa terbahak-bahak salam salat. Sementara hadis yang diriwayatkan dari Abil Aliyah adalah hadis yang amat lemah. Imam al-Baihaqi sendiri menjelaskan berbagai kelemahannya (Al-Majmu’/2/23).
Baca Juga: Hukum Berwudu dengan Kain atau Tisu Basah
Imam al-Mawardi menjelaskan, andai hadis yang dijadikan dasar mazhab hanafiyah dapat dijadikan dasar hukum, maka perlu diarahkan pada perintah yang berdampak hukum sunah saja. Hal ini bertujuan “mendidik”. Sebagaimana perintah berwudu pada orang yang sedang marah (al-Hawi al-Kabir/1/363-364).
Penutup
Perbedaan pendapat antar ulama dalam permasalahan tertawa terbahak-bahak di dalam salat dapat membatalkan wudu, menunjukkan perhatian Islam tentang menjaga sikap di dalam salat. Salat bukanlah ritual ibadah yang tidak pantas dilaksanakan dengan terkesan bercanda, sehingga bisa bebas tertawa di dalamnya. Wallahu a’lam bishshowab.