Manusia merupakan makhluk yang kaya dengan ide. Tuhan melengkapinya dengan pikiran dan imajinasi sebagai pembeda dengan ciptaan lain. Dengan dua hal itu, manusia punya daya untuk membuahkan ide-ide dan rencana dalam hidup. Akan tetapi, tak sedikit orang yang semangatnya pupus ditengah jalan, sehingga ia tak berhasil mewujudkan idenya. Keberhasilan yang diimpikan tidak terwujud lantaran usaha tidak dilakukan dengan sungguh. Kesungguhan meniscayakan keteguhan prinsip. Kita dapat belajar perihal keteguhan dari satu fragmen kisah di zaman Nabi, saat seorang Sahabat bernama Dhamrah membuktikan bahwa teguh adalah pangkal keberhasilan melalui tekadnya untuk berhijrah.
Baca juga: Momentum Hijrah di Tahun Baru, Penjelasan Surat An-Nisa Ayat 100
Sebelum perintah hijrah turun, Rasulullah dan umat Muslim mendapat tekanan yang luar biasa secara fisik dan mental dari orang-orang kafir di kota Mekah. Perintah hijrah ke Madinah dari Allah pun turun demi kebaikan dan keselamatan mereka. Jarak antara Mekah dan Madinah cukup jauh, yaitu sekitar 480 km. Jarak yang cukup jauh untuk ditempuh hanya dengan langkah kaki dan bantuan kendaraan hewan pada waktu itu. Butuh kerahan tenaga sedemikian rupa dan perbekalan yang cukup untuk melakukannya.
Sayangnya, ada beberapa umat Muslim yang lalai. Mereka memilih untuk menetap di Mekkah, padahal mereka dalam keadaan mampu untuk melakukan hijrah. Tekanan dari orang musyrik menjadi dalih bagi mereka untuk melalaikan kewajiban hijrah tersebut. Perintah hijrah pun semakin diperkuat dengan firman Allah swt. berikut ini:
اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْ ۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا ۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًاۙ
“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Annisa ayat 97)
Namun, karena rahmat Allah terhadap orang-orang yang kurang mampu melakukannya, Allah kembali menurunkan firman-Nya sebagai keringanan bagi mereka, berikut bunyinya:
اِلَّا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ حِيْلَةً وَّلَا يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلًاۙ
“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah),” (Annisa ayat 98)
Terdapat tiga golongan yang diperbolehkan untuk tidak hijrah, yaitu; 1) Laki-laki yang sudah lemah dan tua, sakit, memiliki penyakit, tidak paham arah jalan, 2) Perempuan yang tua dan lemah, tidak bisa keluar untuk hijrah, baik karena anak-anaknya, atau tiada suami dan mahram yang menemaninya, 3) Anak-anak yang belum baligh.
Sebagian mufasir juga mengkategorikan para budak yang tertindas sebagai golongan yang diperbolehkan untuk tidak hijrah. (Zuhrat al-Tafasir, juz 4 halaman 1820)
Setelah turun dua ayat itu, salah seorang Muslim berseru, “Wallahi, aku tidak punya halangan untuk hijrah! Aku paham dan tahu jalan, dan sesungguhnya perbekalanku cukup untuk itu. Maka bawalah aku untuk hijrah.”
Baca juga: Doa Al Quran: Doa untuk Keteguhan Hati
Ialah Dhamrah bin Jundub. Ada yang mengatakan nama lengkapnya adalah Abu Dhamrah bin al-‘Ish al-Zuraqiy. Ia merupakan Muslim dari bani Laits yang masih berada di Mekah, tetapi ia sudah tua, bahkan penglihatannya juga sudah tidak terlalu baik.
Faktor kelemahan fisik yang ia miliki membuatnya diperbolehkan untuk tidak hijrah. Namun siapa sangka, dengan kondisinya yang sedemikian lemah, Dhamrah masih memiliki keinginan kuat untuk berhijrah. Ia yakin bahwa prinsip yang ia pegang adalah pangkal keberhasilan.
Ia sudah tidak nyaman tinggal di antara orang-orang musyrik di Mekah. Beliau ingin berkumpul bersama Rasulullah, hidup dengan damai dalam Islam bersamanya. Hasrat untuk hijrah pun tak bisa dibendung lagi. Tanpa memedulikan keadaan fisiknya, ia meminta kepada anak-anaknya untuk membawanya hijrah ke Madinah.
Anak-anaknya pun memenuhi perintah beliau. Berangkatlah Dhamrah bin Jundub menuju Madinah. Namun atas kuasa Allah, belum separuh jalan, Dhamrah bin Jundub wafat terlebih dahulu, sebelum sempat bertemu Rasulullah. Dikabarkan beliau wafat di Tan’im, daerah yang masih berada di Mekah.
Begitu sampai kabar wafatnya kepada Rasulullah dan umat Muslim di Madinah, mereka menyayangkan kabar tersebut, lantaran pahala hijrah Dhamrah belum bisa sempurna karena tidak sampai ke Madinah. Sekiranya Dhamrah bisa sampai ke sana, pahala hijrahnya bisa sempurna. Kemudian turunlah firman Allah yang berbunyi berikut ini:
وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهُ عَلَى اللّٰهِ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Annisa ayat 100)
Maka, dengan turunnya ayat tesebut, sempurnalah hijrah Dhamrah bin Jundub beserta pahalanya. Meski ia telah wafat sebelum perjuangannya usai, keberhasilan tetap ia dapatkan. Ia menunjukkan bahwa kuatnya tekad adalah pangkal keberhasilan. (al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, juz 5 halaman 349). Kisah ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam kitabnya Mu’jam Kabir al-Thabrani, yang berbunyi sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلْمٍ الرَّازِيُّ، ثنا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ، ثنا عَبْدُ الرَّحِيمِ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ سَوَّارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: “خَرَجَ ضَمْرَةُ بْنُ جُنْدُبٍ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ: احْمِلُوني فَأَخْرِجُوني مِنْ أَرْضِ الْمُشْرِكِينَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَمَاتَ فِي الطَّرِيقِ قَبْلَ أَنْ يَصِلْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَنَزَلَ الْوَحْيُ {وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ} [النساء: 100] حَتَّى بَلَغَ وَكَانَ {اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا} النساء: 96
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Suatu hari Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk hijrah, kemudian ia berkata kepada keluarganya, “Bawalah aku, kemudian keluarkanlah aku dari bumi orang-orang musyrik ini (Mekah) menuju Rasulullah saw.” Kemudian ia berkata, “Ia (Dhamrah bin Jundub) meninggal di jalan sebelum sampai kepada Rasulullah saw.” Kemudian ia berkata lagi, “Turunlah ayat (An-Nisa: 100) sampai ayat itu kepada Rasulullah, dan “sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (HR. al-Thabrani, Mu’jam Kabir al-Thabrani, Juz 11 halaman 272 no. 11709)
Baca juga: Surah Al-Mumtahanah Ayat 8-9 dan Pesan Relasi Muslim-Non Muslim dalam Tafsir Al-Ibriz
Allah swt. Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang teguh dalam melaksanakan perintah-Nya. Begitu besar kegigihan dan ketulusan Dhamrah, sehingga kisahnya pun diabadikan di dalam Alquran, serta perjuangan hijrahnya pun disempurnakan oleh Allah.
Dengan demikian, Dhamrah bin Jundub menjadi kenangan perjuangan dakwah Islam kala itu, dan menjadi teladan dalam hal kuatnya keteguhan hati untuk berjuang dalam dan untuk kebaikan. Wallahu a’lam[]