Surah Ala‘raf (189): Berpasangan dan Memiliki Keturunan adalah Fitrah

Fitrah merupakan bentuk serta sistem yang diwujudkan dan diciptakan Allah pada setiap makhluk, baik itu pada segi jasmani dan akalnya (ruhnya). (M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Tafsir Maudlui atas Pelbagai Persoalan Ummat, Tt, 282). Termasuk di dalamnya keinginan memiliki pasangan dalam bingkai pernikahan hingga mempunyai keturunan. Sebagaimana yang tersebut dalam surah Ala’raf ayat 189.

Ayat dan Sabab Nuzulnya

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡس وَٰحِدَة وَجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡهَاۖ فَلَمَّا تَغَشَّىٰهَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِيفا فَمَرَّتۡ بِهِۦۖ فَلَمَّآ أَثۡقَلَت دَّعَوَا ٱللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحا لَّنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”. 

Baca Juga: Tafsir Surah Al A’raf ayat 188-191

Sedangkan sabab nuzulnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Jalal al-Din al-Suyuti dalam al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Jilid 6, 702-704) ada banyak riwayat sabab nuzul yang berkaitan dengan ayat di atas, yang kesemuanya menyinggung soal kehamilan, salah satunya yaitu:

وأخرج ابن جرير و ابن أبى حاتم عن ابن عباس في قوله: (فَمَرَّتۡ بِهِۦ) . قال: فشكت أحملت أم لا؟

Dari Ibnu Jarir dan Abi Hatim dari Ibnu ‘Abbas  tentang ayat فَمَرَّتۡ بِهِۦ  dia berkata, “Hawa ragu telah hamil atau tidak?”.

وأخرج عبد بن حميد و ابن جرير و ابن أبى حاتم و أبو الشيخ عن أبى صالح في قوله : (لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحا). قال أشفقا أن يكون بهيمة فقالا: لئن اتينا بشيرا سويا

Dari ‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dan Abi Hatim dan Abu al-Shaikhi dari Abi Salih tentang لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحا  dia berkata, mereka khawatir anaknya tidak berbudi. Maka dari itu mereka berdoa, “Anugerahkan pada kami, manusia seperti pada umumnya”.

Tafsiran Ayat

Dalam Tafsir al-Azhar (Jilid 9, 2645-2646), Hamka menguraikan bahwa ayat ini mengingatkan manusia tentang persoalan kehidupannya sendiri, atau lebih tepatnya tentang sebuah dasar kehidupan. Menurutnya, ayat ini menjelaskan bahwa laki-laki maupun perempuan pada dasarnya adalah satu, yakni satu jiwa, satu insan, yang bernama jiwa insan. Asal kejadian dari keduanya adalah satu, yang membedakan hanya jenis kelaminnya saja.

Makna dari jiwa yang satu (مِّن نَّفۡس وَٰحِدَة), sebagaimana yang ditafsirkan oleh M. Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah, Jilid 5, 339-341)., merujuk pada proses penciptaan Nabi Adam a.s dan Hawa. Menurutnya, ayat ini bertujuan memberikan kesan bahwa pasangan suami istri hendaknya menyatu menjadi satu jiwa, satu tujuan dan satu arah, agar keduanya benar-benar sehidup dan semati bersama.

Jiwa suami ada pada jiwa istri, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, antara keduanya timbul suatu kecenderung, yakni kecenderungan hati yang bisa menciptakan ketenangan. Dari ketenangan dan kecenderungan hati inilah yang kemudian melahirkan berahi antar keduanya, sehingga pada akhirnya menghadirkan seorang buah hati, dengan izin Allah Swt.

Baca Juga: Kenali Tiga Fitrah Manusia dalam Al-Quran, Jalan Menuju Kedamaian

Maka di saat seorang istri hamil, timbullah rasa khawatir, apakah ia benar-benar mengandung, apakah bayi yang dikandungnya sempurna atau tidak. Pada saat itulah, pasangan suami istri tersebut memunajatkan doa dan harapan kepada Allah Swt. agar dikarunia anak yang saleh dan sempurna tanpa cacat.

Dengan hadirnya seorang anak, maka hendaknya pasangan suami istri mensyukuri atas anugerah yang Allah Swt. berikan kepadanya. Cara mensyukuri kehadiran anak, menurut M. Quraish Shihab, adalah dengan mendidiknya serta mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga anak tersebut mengenal Allah Swt., Tuhan Yang Maha Esa dan berguna untuk masyarakat.

Baca Juga: Tafsir Surat Yasin ayat 36: Hikmah Besar Dari Berpasang-pasangan

Manusia dan Fitrahnya

Ayat ini menerangkan tentang fitrah pada setiap diri manusia. Bahwa setiap manusia pasti ingin mempunyai pasangan. Sebab, manusia akan merasa tenang jika sudah memiliki pasangan dalam hidupnya. Istri diciptakan oleh Allah untuk suami, agar suami dapat hidup tentram membina keluarga, begitupun sebaliknya.

Ketentraman seorang suami dalam membina istri dapat tercapai apabila di antara keduanya terdapat kerjasama timbal balik yang serasi, selaras dan seimbang. Kedua pihak bisa saling mengasihi dan menyayangi, saling mengerti antara satu dengan lainnya dengan kedudukannya masing-masing demi tercapainya keluarga yang sakinah.

Dengan demikian, untuk membangun keluarga yang sakinah, pasangan laki-laki dan perempuan haruslah melangsungkan pernikahan. Pernikahan adalah cara dalam ajaran Islam untuk mengikat cinta suci antara dua insan. Setiap insan pasti memiliki cinta, sebab cinta adalah fitrah pada setiap diri manusia.

Baca Juga: Pahami Lima Posisi Anak dalam Al-Quran

Selain fitrah berpasangan, manusia juga memiliki fitrah untuk mempunyai keturunan, yakni anak yang saleh. Keberadaan seorang anak adalah amanah dan anugerah yang diberikan Allah Swt. kepada setiap pasangan. Maka sepatutnya, pasangan suami istri harus bisa menjaga amanah tersebut sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

Wallaahu a’lam.