Salah satu fakta penting tafsir Jalalain yang barangkali luput dari pengamatan para pengkaji tafsir adalah bahwa dua penulisnya, Jalal al-Din al-Mahalliy (w. 864 H.) dan Jalal al-Din al-Suyuthiy (w. 911 H./1505 M.), berpegang (i‘timad) pada teks Al-Wajiz fi al-Tafsir karya Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali (w. 468 H.) atau yang lebih dikenal dengan Al-Wahidiy. Hal ini sebagaimana diakui oleh Al-Suyuthiy dalam karyanya berjudul Bughyah al-Wu‘ah pada biografi Ahmad bin Yusuf al-Kawasyiy,
قُلْتُ: وَعَلَيْهِ اعْتَمَدَ الشَّيْخُ جَلَالُ الدِّيْنِ المَحَلِّي فِيْ تَفْسِيْرِهِ، وَاعْتَمَدْتُ عَلَيْهِ أَنَا فِيْ تَكْمِلَتِهِ مَعَ الْوَجِيْزِ وَتَفْسِيْرِ البَيْضَاوِي وَابْنِ كَثِيْرٍ
“Saya (Al-Suyuthiy) berkata: “Kepada kitab tersebut (tafsir milik Ahmad bin Yusuf al-Kawasyiy) Syekh Jalal al-Din al-Mahalliy berpegangan dalam menuliskan tafsirnya (Jalalain), dan saya (Al-Suyuthiy) dalam menyempurnakan tafsir Jalalain juga berpegang pada karya yang sama (Ahmad bin Yusuf al-Kawasyiy), beserta kitab Al-Wajiz, tafsir Al-Baidlawiy, dan tafsir Ibn Katsir.”
Ada beberapa alasan yang menyebabkan fakta ini begitu menarik. Pertama, dalam konteks Indonesia, nama Al-Wahidiy dan karyanya Al-Wajiz kurang begitu populer jika dibandingkan dengan mufasir lain berikut dengan karyanya. Dalam pernyataan Al-Suyuthiy sebelumnya misalnya, mungkin hanya tafsir Al-Baidlawiy dan Ibn Katsir yang dianggap paling populer.
Hasil penelusuran penulis sementara kini juga hanya mendapati satu salinan naskah Al-Wajiz milik Pondok Pesantren Sumber Anyar, Madura. Melalui artikel singkat yang ditulis oleh Muqsid Mahfudz bertajuk Salinan Tafsir al-Wajiz Karya al-Wahidi di Madura, penulis mendapati akses digitalnya pada Khasanah Naskah Kuno dan Repositori Jawa Timur (KHASJATIM) berjudul Tafsir Alquran Sumber Anyar.
Baca juga: Jejak Tafsir Al-Wahidiy di Indonesia: Penelusuran Awal
Kedua, oleh sebagian ulama kritikus, pernyataan Al-Suyuthiy sebelumnya dianggap sebagai pembelaan yang cukup kuat terhadap Al-Wahidiy. Seperti yang dikatakan Al-Dzahabiy dalam Tarikh al-Islam, gelar Al-Wahidiy merupakan bukti atas kepakaran Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali dalam bidang tafsir, diikuti dengan trilogi karyanya yang berjudul Al-Basith, Al-Wasith, dan Al-Wajiz.
Meski demikian, nama besarnya ini sering kali ‘terhalang’ oleh kritik (jarh) yang dialamatkan kepadanya. Sebuah riwayat dari Abu Sa‘ad ibn al-Sam‘aniy dalam kitabnya Al-Tadzkirah, yang menyebut Al-Wahidiy sebagai basth al-lisan.
Al-Sam‘aniy mendengar Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Basysyar bercerita,
“Al-Wahidiy pernah berkata: “Abu ‘Abd al-Rahman al-Sulamiy menulis kitab berjudul Haqa’iq al-Tafsir. Seandainya dia menganggap bahwa kitab tersebut adalah tafsir Alquran maka ia telah kufur.””
Riwayat ini sering kali muncul dalam pernyataan para kritikus setiap kali menyebut biografi (tarjamah) Al-Wahidiy, dalam Thabaqat al-Syafi‘iyyah al-Kubra karya Taj al-Din al-Subukiy misalnya. Namun begitu, menurut Shafwan ‘Adnan Dawudiy, salah seorang muhaqqiq teks Al-Wajiz, kritik terhadap Al-Wahidiy ini agaknya tidak beralasan.
Dalam argumennya, Dawudiy menukil beberapa pendapat kritikus lain yang justru membenarkan komentar Al-Wahidiy atas Haqa’iq al-Tafsir. Salah satunya yakni Al-Suyuthiy sebagaimana telah dikutip sebelumnya. Bahkan dalam karyanya yang lain berjudul Thabaqat al-Mufassirin, Al-Suyuthiy menganggap bahwa Haqa’iq al-Tafsir karya Al-Sulamiy merupakan contoh atas tafsir yang tidak terpuji (ghair mahmud). Hal senada juga disampaikan oleh Al-Dzahabiy dan Ibn Taimiyyah dengan ulasan yang cukup panjang. Oleh karenanya, kritik basth al-lisan terhadap Al-Wahidiy tersebut dianggap tidak sah.
Baca juga: Menelusuri Jejak Tafsir ‘Faidl al-Rahman’ Kiai Sholeh Darat
Ketiga, alasan yang menurut penulis paling menarik, adalah ditemukannya catatan yang dikutip dari Al-Wajiz karya Al-Wahidiy dalam naskah Jalalain koleksi Museum Masjid Agung Jawa Tengah. Catatan ini, terlepas dari penyalin atau penulisnya mengetahui kedekatan hubungan teks Al-Wajiz dan Jalalain secara genealogis atau tidak, telah menyajikan pertemuan kembali dua teks yang menurut historis pernyataan Al-Suyuthiy sebelumnya berada pada satu jalur genealogis.
Di sisi lain, keberadaan catatan ini juga dapat dijadikan bukti atas kebenaran Al-Suyuthiy dalam pernyataannya, bahwa dia dan Al-Mahalliy telah menjadikan Al-Wajiz -karya Al-Wahidiy- sebagai rujukan pegangan (i‘timad) dalam menuliskan Jalalain. Kendati mungkin satu atau dua catatan yang ada secara kebetulan bukan menjadi acuan keduanya.
Pembacaan sementara yang penulis lakukan mendapati bahwa catatan yang ada ditulis menggunakan pola yang lazim digunakan oleh santri dari kalangan pesantren. Redaksi yang dikutip ditulis sesuai versi asli dari teks Al-Wajiz, tanpa pengurangan dan atau penambahan. Pola semacam ini umumnya digunakan untuk menyajikan perbandingan tafsir. Dalam hal ini, analisis intertekstualitas agaknya dapat memberikan petunjuk atas hubungan keduanya. Wallahu a‘lam bi al-shawab. []