BerandaUlumul QuranPenggunaan Model Bahasa Manusia dalam Alquran

Penggunaan Model Bahasa Manusia dalam Alquran

Para pakar linguistik menemukan bahwa model bahasa manusia adalah menyampaikan sesuatu secara tersurat dan tersirat. Secara tersurat, manusia menyampaikan apa yang mereka maksud. Secara tersirat, manusia menyampaikan apa yang tidak mereka maksud dan bermaksud dengan apa yang tidak mereka sampaikan.

Jika diformulasikan, secara tersirat manusia menyampaikan X namun bermaksud Y atau bermaksud Y namun menyampaikan X. Tulisan ini terbatas pada pembahasan tentang penyampaian secara tersirat.

Terkait penyampaian secara tersirat, Salmani Nodoushan (2021) misalnya menerbitkan sebuah artikel di International Journal of Language Studies. Dalam artikel berjudul “Demanding versus asking in Persian: Requestives as acts of verbal harassment”, pakar linguistik ini menegaskan bahwa perkataan manusia adalah sesuatu yang mereka komunikasikan, dalam arti apa yang mereka katakan ditambah dengan apa yang mereka maksudkan, baik secara tersurat maupun tersirat.

Salah satu bentuk bahasa tersirat adalah metafora. Dalam buku berjudul “Metaphors we live by”, Lakoff dan Johnson (2008) menegaskan bahwa penutur asli semua bahasa menggunakan sejumlah besar metafora ketika mereka berkomunikasi tentang dunia.

Dalam buku berjudulMetaphor in culture: Universality and variation” Kövecses (2005) juga menegaskan perihal hubungan metafora dengan kognisi manusia. Menurutnya, manusia selalu menggunakan metafora dalam menyampaikan sesuatu.

Metafora merupakan ujaran tersirat yang tidak mengungkapkan makna sebenarnya tetapi menggambarkan persamaan atau perbandingan. Dengan menggunakan metafora, pembicara menyampaikan sesuatu dengan menyerupakan sesuatu yang gaib dengan yang nyata, yang abstrak dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal lain yang serupa.

Ujaran metafora tidak dapat dipahami secara tersurat karena makna yang dimaksudkan terkandung dalam perangkat ungkapan kebahasaan. Untuk memahami makna ujaran metafora, kita perlu memeriksa ciri-ciri bahasa metaforis serta mengkonkretkan konsep-konsep abstrak pada posisi tertentu.

Baca Juga: Mengenal al-Raghib al-Asfahani, Ulama Linguistik Alquran Terkemuka

Model Bahasa Alquran

Ketika manusia menyampaikan sesuatu secara tersurat dan tersirat, Alquran juga menggunakan cara yang sama. Ini yang penulis istilahkan dengan model bahasa manusia dalam Alquran. Berikut contoh beberapa ujaran Alquran yang menggunakan bahasa tersirat, seperti model bahasa manusia.

Dalam Alquran Surah al-Khafi [18]: 1, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Suci (Alquran) kepada hamba-Nya dan Dia tidak membuat padanya sedikit pun kebengkokan.

Dalam ayat ini, kitab suci Alquran disifatkan sebagai sesuatu yang tidak bengkok. Penggunaan kata “bengkok” kepada Alquran merupakan praktik metafora, sebab kata “bengkok” merupakan sifat bagi sesuatu yang konkrit seperti kayu atau jalan. Dalam ayat ini, tidak bengkok disifatkan kepada Alquran, padahal Alquran berisi kalam Allah dan bersifat abstrak.

Peralihan makna ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang dimaksud namun tidak disampaikan. Ahmad Mustafa al-Maraghiy, dalam Tafsir al-Maraghiy menyebutkan bahwa tidak bengkok di sini menunjukkan bahwa kitab Alquran itu sama sekali tidak menyimpang dari jalan kebenaran, bahkan Alquran merupakan petunjuk sepanjang kehidupan.

Sebagai contoh lain, dalam Alquran Surah al-Khafi [18]: 5, Allah berfirman, “Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang (hal) itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah besar (dosa) perkataan yang keluar dari mulut mereka. Mereka hanya mengatakan (suatu) kebohongan belaka.”

Ayat ini mengandung metafora karena menghubungkan perkataan dengan ukuran besar. Kata “besar” pada dasarnya merupakan suatu ukuran kepada sifat benda yang konkrit seperti gunung. Suatu benda yang besar juga merupakan sesuatu yang dapat dilihat atau dapat diketahui melalui indera penglihatan. Sementara dalam ayat ini, kata “besar” disifatkan dengan perkataan, padahal perkataan merupakan sesuatu yang abstrak dan hanya dapat diketahui melalui indera pendengaran.

Peralihan makna ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang dimaksud namun tidak disampaikan. Dalam Tafsir at-Tabari: Jami’ al-Bayan ‘an Takwil Ayat Alquran, Ibn Jarir at-Tabari menjelaskan bahwa kata “besar” dalam ayat ini menunjukkan bahwa perkataan mereka terlalu buruk, salah dan jelek.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Perempuan yang Berbahasa Alquran

Penggunaan bahasa tersirat juga terdapat dalam Alquran, surah al-Kahfi [18]:77. Dalam ayat ini Allah berfirman, “Lalu, keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai ke penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka tidak mau menjamu keduanya. Kemudian, keduanya mendapati dinding (rumah) yang hampir roboh di negeri itu, lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”

Dalam ayat tersebut, dinding disifatkan sebagai sesuatu yang ingin roboh. Kata “yuriidu” yang berarti “ingin” merupakan sifat sesuatu yang berakal seperti manusia. Penggunaan kata “ingin” bagi dinding merupakan praktik metafora karena dinding merupakan benda mati sehingga tidak memiliki keinginan sama sekali.

Penggunaan kata “ingin” ini menunjukkan bahwa apa yang disampaikan tidak dapat dipahami secara tersurat tetapi harus dipalingkan kepada makna lain yang tersirat. Dalam kitab Safwat al-Tafasir, Muhammad ‘Ali al-Sabuni menjelaskan bahwa kata “ingin” dalam ayat ini bermakna “hampir terjadi” yakni dinding tersebut hampir runtuh atau roboh.

Penggunaan bahasa tersirat juga terdapat dalam surah al-Kahfi [18]:99. Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka (Ya’juj dan Ma’juj) berbaur dengan sebagian yang lain. (Apabila) sangkakala ditiup (lagi), Kami benar-benar akan mengumpulkan mereka seluruhnya.”

Ayat ini mengandung metafora pada kata يموج. Menurut Al-Syarif al-Redo, penulis kitab Talkhis al-Bayan fi Majazat al-Qur’an, kata يموج pada dasarnya merupakan kata yang disifatkan dengan air yang banyak dan bercampur baur. Dalam ayat ini, kata يموج justru digunakan untuk manusia.

Penggunaan kata يموج untuk menunjukkan keadaan manusia yang bercampur-baur itu merupakan praktek metafora. Hal tersebut karana kata يموج yang merupakan sifat dari air banyak dan bercampur baur (seperti air laut) telah digunakan untuk manusia.

Penggunaan kata yang tidak sesuai dengan makna tersurat ini mengindikasikan bahwa ayat tersebut bermaksud menyampaikan sesuatu yang tersirat. Dalam Tafsir al-Maraghiy, Ahmad Mustafa al-Maraghiy menguraikan bahwa ayat ini menceritakan kondisi Ya’juj dan Ma’juj saat permulaan kiamat.

Penggunaan kata يموج dalam ayat ini merupakan perumpamaan keadaan Ya’juj dan Ma’juj yang keluar beramai-ramai dan bercampur baur satu sama lain. Percampuran mereka sangat luar biasa bahkan saling tindih menindih seperti air laut yang yang bercampur baur satu sama lain.

Baca Juga: Mengenal ‘Intended Text’ dalam Alquran

Penggunaan berbagai bahasa tersirat ini mengindikasikan bahwa tidak semua ayat Alquran dapat dipahami secara tersurat. Pemahaman makna tersurat terhadap ayat-ayat tersirat akan menimbulkan kerancuan bahkan tidak masuk akal. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan pemeriksaan untuk memahami ayat Alquran, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Wallah a’lam

Ibnu Hajar
Ibnu Hajar
Dosen ilmu tafsir, Ma’had Aly Babussalam al-Hanafiyyah, Aceh Utara, Indonesia.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...