Ramadan memiliki serangkaian peristiwa menakjubkan dalam sejarah. Baik meliputi sejarah keislaman, maupun bangsa Indonesia sendiri. Untuk Indonesia, kemerdekaan Indonesia pada tujuh belas Agustus 1945 bertepatan dengan bulan Ramadan. Dari sekian banyak peristiwa bersejarah di bulan Ramadan, tulisan ini akan berfokus pada tiga peristiwa saja, khususnya yang berkaitan dengan sejarah dakwah Islam.
Baca Juga: Bulan Ramadan, Nuzululquran dan Kewajiban Puasa
Penurunan Alquran
Salah satu kemuliaan bulan Ramadan ialah bulan diturunkan Alquran oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. Peristiwa bersejarah ini tertulis dalam penggalan ayat ke 185 di surah al-Baqarah,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).
Terkait tanggal penurunan Alquran, mufasir berlainan pendapat. Tafsir Kemenag menafsirkan bahwa Alquran turun pada tanggal 17 Ramadan.
Sementara itu, aṭ-Tabari dalam tafsirnya, Jāmi’ al-Bayān ‘An Ta’wīl Āy al-Qur’ān menjelaskan bahwa Alquran turun pada tanggal 24 Ramadan. Pendapat tersebut merupakan kutipan dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
Aṭ-Tabari juga mengutip hadis lain yang diriwayatkan oleh sahabat Watsilah dengan status hadis daif bahwa suhuf dan beberapa kitab suci lain juga turun pada bulan Ramadan. Suhuf Nabi Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan, kitab Taurat diturunkan pada malam keenam, kitab Injil pada malam ketiga belas, dan Alquran pada malam kedua puluh empat.
Terlepas dari perbedaan ulama tentang tanggal turunnya, Alquran diturunkan pada malam paling mulia di bulan Ramadan. Alquran mengistilahkan malam tersebut dengan beragam; lailatulqadar; lailat mubārakat.
Baca Juga: Menjadi Sehat dengan Berpuasa di Bulan Ramadan
Perang Badar
Peristiwa bersejarah di bulan Ramadan berikutnya adalah perang Badar. Bulan Ramadan juga menjadi momen pertama kali umat Islam merasakan pedihnya peperangan. Peristiwa ini berlangsung pada 17 Ramadan tahun ke-2 Hijriyah atau pada 13 Maret 625 Masehi.
Sementara itu, Montgomery Watt dalam bukunya, Muhammad at Medina terbitan Oxford University Press halaman 12 menuliskan tentang perbedaan tanggal terjadinya perang ini. Menurutnya, peperangan terjadi antara tanggal 17, 19 atau 21 Ramadan (13, 15, atau 17 Maret 635 Masehi).
Peristiwa ini menjadi momen krusial atas eksistensi umat Islam, serta peperangan terberat yang pernah nabi dan para sahabat alami. Aalasannya ialah, masyarakat Islam baru saja menata sistem kehidupan sosial pendudukan Madinah dengan jumlah penduduk muslim yang terbatas.
Peperangan ini diabadikan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan olehMuslim nomor 3309. Hadis ini menyebutkan tentang perbandingan jumlah pasukan muslim dengan pasukan kafir yaitu 300 berbanding 1000.
Jumlah pasukan, logistik, dan peralatan perang yang terbatas di pihak pasukan muslim menuntut mereka untuk bisa menyusun strategi perang yang matang dan tentu disertai tawakal kepada Allah.
Ekspresi tawakal Nabi Muhammad saw. ketika itu tergambar dalam sebuah doa beliau,
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ
“Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mua di muka bumi ini” (HR Muslim).
Pada akhirnya, atas izin Allah, pasukan muslim memenangkan peperangan ini. Montgomery Watt memberikan analisa sebab kekalahan pasukan kafir Quraisy atas peristiwa ini. Menurutnya, secara kuantitas, di atas kertas pasukan Abu Jahal menang telak.
Namun, yang perlu dicatat ialah, tidak seluruhnya pasukan kafir tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mengalahkan umat Islam. Alhasil banyak pembelotan terjadi di kalangan musuh. Jumlah pasukan yang asalnya kisaran 1000 berkurang jauh menjadi sekitar 600-700 saja.
Pasukan kafir juga terlampau percaya diri (over convidance) sehingga tidak terlalu fokus pada peperangan. Berbanding terbalik dengan pasukan muslim yang sudah mempersiapkan dengan matang strategi peperangan, termasuk memblokir akses sumber mata air.
Strategi ini cukup memukul telak pasukan musuh, karena keterbatasan logistik sehingga menyebabkan mereka mudah kelelahan.
Baca Juga: Menilik Hakikat Puasa Lewat Perang Badar
Lailatulqadar
Lailatulqadar merupakan peristiwa bersejarah di bulan Ramadan selanjutnya. Beberapa ulama tafsir berpendapat, Alquran diturunkan di bulan Ramadan pada malam lailatulqadar. Ulama yang berpendapat demikian seperti At-Thabari, Jalaludin As-Suyuthi, dan Ibnu Katsir.
Peristiwa lailatulqadar secara lengkap Allah firmankan dalam surah al-Qadar ayat 3-5,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ. تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.
as-Suyuṭī dalam Tafsir al-Jalalayn terbitan Dār Ibn Kaṣir halaman 598 menjelaskan, pada malam ini amalan seseorang setara dengan amalan seribu bulan. Oleh sebab itu, suatu bencana bagi seseorang yang berbuat maksiat pada hari itu tiba. Sebaliknya, suatu keberuntungan bagi seseorang yang melakukan amal saleh.
Sekalipun tidak ada tanggal tentang lailatulqadar, Nabi mengabarkan beberapa tandanya, antara lain sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, atau lebih spesifik lahi, di malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan. Keterangan ini sebagaimana tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi Nomor 722.
Wallah a’lam