Stunting merupakan suatu problematika kesehatan masyarakat yang menjadi perbincangan hangat saat ini. Bagaimana tidak? Stunting termasuk bagian dari masalah penting suatu negara yang berdampak besar bagi kualitas sumber daya manusia. Bahkan, berdasarkan data dari WHO (2017), dinyatakan bahwa setidaknya terdapat 155 juta balita di dunia mengalami stunting, tak terkecuali di Indonesia.
Sebagai solusi, Alquran menawarkan bagaimana penanganan stunting dengan hanya makan makanan yang halal lagi ṭayyib. Ini sebagaimana dinyatakan dalam banyak ayat Alquran. Di antaranya surah al-Maidah ayat 88, al-Anfal ayat 69, al-Baqarah ayat 168, serta an-Nahl ayat 114. Dari banyak ayat tersebut, penulis akan fokus membahas surah al-Maidah ayat 88 berikut.
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِه مُؤْمِنُوْنَ
Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman.
Ayat ini menegaskan pentingnya memakan rezeki yang halal dan baik (ṭayyib) sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Makanan halal, telah jelas disebutkan dalam Alquran dan hadis, seperti selain daging babi, anjing, dan bangkai-bangkai selain ikan dan belalang. Adapun halal dari segi cara memperolehnya, ialah apa yang didapatkan dengan cara yang halal, bukan dari mencuri, merampok, atau sejenisnya. Terkait bagaimana kualifikasi makanan dapat disebut ṭayyib, akan dijelaskan pada ragam penafsiran berikut.
Penafsiran Makanan Tayyib dalam Surah al-Maidah Ayat 88
Al-Baghawi, mengutip perkataan Abdullah bin al-Mubārak, menjelaskan makanan halal didapat dari muasal yang jelas, serta bukan makanan yang diharamkan syariat. Sementara makanan ṭayyib adalah apa yang memberikan nutrisi dan menumbuhkan, atau berefek pada perkembangan manusia, baik nabati maupun hewani. Adapun makanan yang diambil dari benda mati seperti lumpur, tanah, atau apapun yang tidak memberikan nutrisi bagi tubuh, maka makruh hukumnya untuk dikonsumsi, kecuali digunakan sebagai obat [Tafsīr al-Baghawī, 2/78].
Pandangan di atas sama halnya dengan pandangan Quraish Shihab dalam tafsirnya, bahwa makanan ṭayyib adalah yang baik menurut penelitian para ahli, atau dalam istilah lain ialah bergizi [Membumikan Alquran, 187].
Baca juga: Stunting dan Kajian Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 233
Begitu pula dalam penafsiran Kementerian Agama Republik Indonesia (RI), disebutkan bahwa makanan yang tergolong ṭayyib ialah harus bergizi, bermanfaat, menyehatkan, serta tidak mengandung penyakit. Selain itu, juga tidak disarankan mengonsumsi makanan secara berlebihan, meskipun berstatus ṭayyib. Dengan kata lain, mengonsumsi jenis makanan ṭayyib haruslah seimbang sesuai kebutuhan tubuh. Karena, meskipun sesuatu itu baik, jika berlebihan akan menimbulkan sebaliknya.
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memberikan manfaat bagi tumbuh kembang manusia, serta berefek terhadap kesehatan, bukan yang menimbulkan dampak buruk bagi tubuh. Oleh karena itu, makanan ṭayyib tidak hanya dilihat dari aspek kehalalan secara syariat, tetapi juga kualitas nutrisi yang terkandung di dalamnya. Makanan yang bernutrisi baik akan mendukung pertumbuhan, serta menjaga kesehatan manusia. Penekanan pada makanan yang bergizi, seimbang, dan tidak berlebihan menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kesehatan umatnya.
Pentingnya Makanan Halal dan Ṭayyib dalam Tumbuh Kembang Anak
Refleksi ayat tentang makanan halal dan ṭayyib dalam konteks pencegahan stunting ini menunjukkan bahwa salah satu langkah nyata yang ditawarkan oleh Alquran ialah dengan menjaga asupan pola makan yang tidak hanya halal, tetapi juga harus ṭayyib, yaitu makanan yang baik, bernutrisi, dan bergizi. Dalam kaitannya dengan pencegahan stunting, penting bagi manusia, khususnya ibu hami maupun orang tua yang memiliki anak yang sedang dalam masa tumbuh kembangnya, supaya memilih makanan yang baik demi memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi.
Stunting merupakan hasil dari kekurangan nutrisi kronis yang terjadi pada periode awal kehidupan anak, khususnya dalam 1.000 hari pertama, yaitu sejak masa kehamilan hingga usia dua tahun. Selama periode ini, asupan gizi yang tepat dan seimbang sangat krusial untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal [Melek Stunting: Program Penumbuhan Pengetahuan dan Kesadaran Keluarga Mengenai Pentingnya Kesehatan dan Gizi, 124].
Baca juga: Tafsir Surah Al-Mu’minun Ayat 51: Perihal Makanan dan Amal Saleh
Sebagaimana tercermin dalam ayat yang telah disebutkan, makanan yang baik dan halal harus diperhatikan agar tumbuh kembang anak tidak terganggu dan terhambat. Hal ini juga menjadi pedoman untuk para ibu hamil agar memperhatikan jenis makanan yang mereka konsumsi demi kesehatan janin.
Lebih lanjut, konsep ṭayyib juga mengarahkan manusia pada kesadaran untuk mengonsumsi makanan yang tidak hanya bernutrisi, tetapi juga aman, bebas dari zat berbahaya seperti pestisida, bahan pengawet kimia, atau racun lainnya yang dapat merusak kesehatan. Makanan yang diolah dengan cara alami, tanpa bahan tambahan berbahaya, akan lebih menjaga kesehatan dan memastikan asupan yang aman bagi anak-anak.
Baca juga: Manna dan Salwa: Makanan Bersejarah yang Diabadikan dalam Alkitab dan Alquran
Dengan demikian, perintah makan makanan halal dan ṭayyib menggarisbawahi pentingnya menjaga kualitas makanan dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam hal ini dapat menjadi upaya strategis dalam pencegahan stunting. Mengonsumsi makanan halal dan ṭayyib secara seimbang juga merupakan salah satu bentuk ketakwaan kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam akhir ayat, sehingga aspek kesehatan menjadi bagian integral dari ibadah dan ketaatan kita kepada-Nya.
Wallāhu a’lamu.