Penerapan Amtsal al-Quran atau yang lebih kita kenal sebagai perumpamaan dalam al-Quran adalah salah satu pembahasan dalam ulum al-Quran, yang menunjukkan akan keindahan linguistik al-Quran. Ia mampu menunjukkan akan mulianya bahasa al-Quran dibanding bahasa Arab zaman jahiliah saat itu.
Bahkan di samping itu ia juga memiliki manfaat dan pengaruh luar biasa dalam kehidupan manusia. Seiring berjalannya zaman manfaat amtsal semakin meluas seiring bertambahnya kebutuhan umat manusia, syekh Amru al-Wardani berkata dalam majlisnya:
(العلم يزداد بالحاجة, كلما إزدادة الحاجة إزداد العلم)
ilmu akan terus meluas pembahasannya seiring bertambahnya kebutuhan umat manusia kepadanya. Begitu juga amtsal al-Quran seiring waktu peranannya semakin meluas hingga sampai pada ranah pendidikan. Tidak dapat dipungkiri matsal memiliki peranan mendasar dalam proses belajar mengajar.
Baca juga: Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 79: Manusia Bertanggung Jawab Atas Perbuatan Dosa
Empat Peran Amtsal dalam Dunia Pendidikan
Pertama, amtsal membantu menjelaskan sesuatu yang sulit dinalar oleh akal. Seorang Ulama berkata, (بالأمثلة تتبين الأشياء) , al-Amtsal berguna sebagai penjelas akan hal-hal yang sulit dinalar oleh akal ataupun hal yang tidak kasat mata (ghaib), dengan memberi permisalan yang familiar bagi pendengar sehingga ia mudah untuk membayangkan dan memahami hal tersebut. Seperti yang tertera pada firman Allah SWT Q.S al-Ra’d [13] 35:
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِيْ وُعِدَ الْمُتَّقُوْنَۗ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۗ اُكُلُهَا دَاۤىِٕمٌ وَّظِلُّهَاۗ تِلْكَ عُقْبَى الَّذِيْنَ اتَّقَوْا ۖوَّعُقْبَى الْكٰفِرِيْنَ النَّارُ ٣٥
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.
Baca juga: Tafsir Surat An-Nur Ayat 22 dan Kisah Kekecewaan Abu Bakar As-Siddiq
Ayat di atas menjelaskan tentang sifat dari surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai dan terdapat buah-buahan yang melimpah. Jika kita fikirkan kembali akan sifat surga akal kita tidak akan bisa membayangkannya akan tetapi dengan permisalan yang menggambarkan sifatnya kita semakin mudah membayangkan hal tersebut.
Kedua, amtsal dengan seluruh pelajaran dan peringatan di dalamnya tidak membuat murid bosan dan jenuh dalam proses belajar mengajar karena didalamnya terdapat permisalan yang bermacam-macam, sekaligus teliti dan disertai permisalan yang mudah dipahami. Sehingga seorang murid mudah tertarik dan ingin belajar lebih giat lagi. Contohnya terdapat pada firman Allah SWT Q.S al-Baqarah [2] 265:
وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ وَتَثْبِيْتًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۢ بِرَبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَاٰتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَيْنِۚ فَاِنْ لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ)
Ketiga, memberikan sebuah perumpamaan berupa teladan. Anak kecil yang umurnya masih belia ia akan selalu meniru apa yang dilihat dan didengar, karena pada umurnya yang masih dini ia masih belajar untuk mengenal dunia dengan meniru lingkungan yang disekitarnya, seperti yang kita ketahui bahwa Imam Syafi’i adalah anak yang terlahir dari lingkungannya yakni lingkungan keilmuan dan pembelajaran sehingga ia dapat menjadi seorang mujtahid dan pemilik mazhab yang dianut mayoritas penduduk dunia.
Baca juga: Keseimbangan Hidup Manusia Menurut Al-Quran: Tafsir QS. Al-Qasas Ayat 77
Maka amtsal yang mengandung makna suri tauladan akan bagus jika disampaikan pada anak didik, karena amtsal dapat membantu pembentukan karakternya melalui pengajaran pesan moral didalamnya. Selain itu jika dilihat dari sisi psikologis beberapa orang kadang sulit meneladani sesuatu ketika ia spontan diberi perintah, seperti diperintah untuk membersihkan rumah, mungkin ia mengerjakan perintahnya namun ia tidak akan melakukannya ketika tidak diperintah, karena perintah tanpa disertai suri tauladan dapat membuat orang tersebut benci akan perintah yang selalu tertuju kepadanya.
Seperti sebuah ungkapan “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya” ungkapan ini membuktikkan bahwa anak akan meniru perbuatan yang dilakukan orang tuanya dan disekitarnya. Maka suri tauladan dalam amstal dapat membuat orang meniru dan mengikuti perbuatan atau sifat mulia didalamnya tanpa membuat ia merasa digurui. Seperti penjelesan tentang sifat mulia Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang terdapat pada firman Allah SWT Q.S al-Fath [48] 29:
مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ࣖ
Keempat, perumpaan amtsal yang mengungkapkan esensi sebuah perbuatan yang dapat menjadikan seorang murid lebih tertarik untuk mengerjakan perbuatan baik ataupun menjauhi perbuatan tercela. Karena tidak semua anak akan mengerjakan hal-hal baik dengan sebatas tahu bahwa itu perbuatan baik. Banyak juga dari anak berusia dini yang bisa rutin mengerjakan salat dhuha karena ia mengerti manfaat salat dhuha, misalnya seperti mudah dapat rezeki atau yang lain.
Baca juga: Islam Menyerukan Keadilan Sosial, Begini Penjelasan Para Mufassir
Ada juga seorang anak yang tidak ingin mengerjakan perbuatan baik karena ia tidak mengetahui sesuatu yang ia dapatkan dari amalan tersebut. Begitu juga sebaliknya jika anak mengetahui akan buruknya perbuatan tercela maka ia akan benar-benar manjauhi perbuatan tersebut. Maka amtsal al-Quran datang dengan inovasi yang menarik dapat membantu proses belajar mengajar. Seperti yang terdapat pada firman Allah SWT Q.S al-Baqarah [2] 261:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ )
Ayat diatas menunjukkan akan permisalan yang menginfakkan hartanya dijalan Allah SWT bagaikan sebuah biji yang menumbuhkan tangkai yang pada setiap tangkainya ada seratus biji.