BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al An’am Ayat 93-95

Tafsir Surat Al An’am Ayat 93-95

Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai sikap orang Yahudi yang tidak konsisten dalam menerima kitab Allah swt, yaitu menerima Taurat namun menolak Alquran. Dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 93-95 ini merupakan penjelasan mengenai pelegitimasian sikap mereka.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 91-92


Dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 93-95 ini juga dipaparkan mengenai orang-orang dari kalangan Yahudi yang mengaku-ngaku mendapatkan wahyu Allah swt. Salah duanya adalah Musailamah al-Kazzab di Yamamah dan Aswad al-Insi di Yaman.

Selanjutnya Tafsir Surat Al An’am Ayat 93-95 berbicara mengenai nasib orang-orang zalim pada hari kiamat. Mereka datang kepada Allah swt tanpa embel-embel apapun yang dulu mereka bangga-banggakan ketika di dunia.

Ayat 93

Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwa tidak ada orang yang lebih zalim dari orang-orang Yahudi yang mengingkari kebenaran Alquran yang diturunkan kepada Muhammad.

Perkataan mereka telah mengkhianati ajaran agama tauhid. Begitu juga perkataan mereka yang mengaku menerima wahyu dari Allah, seperti Musailamah al-Kazzab di Yamamah, al-Aswad al- Ansi di Yaman, Tulaihah al-Asadi dari Bani Asad, dan orang-orang yang mengaku dirinya mampu membuat kitab seperti Alquran.

Firman Allah ini mengandung sindiran halus bagi para pendeta Yahudi yang dipuja-puja oleh pengikut-pengikutnya karena mereka itu mengaku mendapat wahyu dari Allah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang sukar dipahami dari Taurat.

Menurut kenyataan, mereka inilah yang selalu memusuhi Muhammad. Alquran juga mengandung sindiran kepada sastrawan-sastrawan Arab yang merasa mampu menyusun kitab-kitab yang dapat menyamai Alquran seperti firman Allah:

لَوْ نَشَاۤءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هٰذَا

… jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (al-Anfal)/8: 31)

Allah menyebutkan ancaman dan siksaan yang akan diterima oleh orang-orang yang zalim itu, dikala mereka menghembuskan nafas yang terakhir, sebagai imbalan kejahatan dan dosa yang mereka lakukan.

Alangkah dahsyatnya seandainya Nabi Muhammad dan kaum Muslimin melihat penderitaan yang diderita oleh orang-orang yang jahat itu pada waktu mereka menghadapi sakaratul maut, yaitu penderitaan yang akan mereka alami menjelang kematian, tidak terlukiskan kedahsyatannya. Pada waktu itu malaikat maut mengulurkan tangannya untuk merenggut nyawa mereka yang bergelimang dengan dosa, dengan renggutan yang keras.

Allah menggambarkan saat-saat yang dahsyat itu dengan nada mencela mereka. Malaikat seakan-akan berkata, “Kalau memang kamu merasa mampu, lepaskanlah nyawamu dari badanmu agar terhindar dari renggutan ini.” Perintah ini tidak akan dapat mereka lakukan, karena masalah ini di luar kemampuan mereka.

Pada saat itu mereka tidak dapat menghindarkan diri dari siksa yang pedih dan menghinakan, karena mereka telah berani memutarbalikkan kebenaran, berkata dusta, dan sikap mereka yang congkak dan sombong terhadap ayat-ayat Allah, seperti perkataan mereka bahwa mereka mampu menurunkan kitab seperti Alquran.

Dalam ayat ini terdapat bandingan yang jelas antara ketidakmampuan mereka untuk membuat kitab semacam Alquran dengan ketidakmampuan mereka menghindarkan diri dari malaikat maut. Maksudnya agar mereka dapat menyadari bahwa apa yang mereka katakan itu sebenarnya hanya dusta belaka, sedang Alquran adalah datang dari Allah kepada Muhammad, yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun juga.

Ayat 94

Allah menjelaskan nasib orang-orang zalim di hari Kiamat. Mereka datang menghadap Allah sendiri-sendiri dengan tidak membawa harta benda, anak dan pangkat, terlepas dari kebanggaan, dukungan dan kedudukan duniawi.

Berhala-berhala yang dikira dapat memberikan syafa’at, tidak ada gunanya sama sekali. Keadaan mereka seperti diciptakan pada pertama kalinya, pada waktu mereka berada dalam kandungan ibu, seperti dijelaskan dalam hadis:

أَيُّهَا النَّاسُ: إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ إِلَى اللهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيْدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِيْنَ

(رواه البخاري ومسلم عن ابن عبّاس)

“Wahai manusia, sebenarnya kamu akan dikumpulkan kehadirat Allah di padang Mahsyar dalam keadaan tidak bersepatu, tidak berpakaian dan tidak berkhitan sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama kali, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati, bahwa kami benar-benar akan melaksanakannya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)

Mereka meninggalkan di dunia apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, yang menjadi kebanggaan mereka, yaitu harta benda, anak, istri dan kedudukan yang menyebabkan mereka congkak dan tidak mau beriman kepada Rasul-rasul. Semuanya tidak dapat menolong mereka dari siksa Allah di akhirat.

Allah menjelaskan bahwa Dia tidak akan mempedulikan apa saja yang mereka anggap dapat memberi syafa’at; baik itu berupa berhala-berhala yang mereka persekutukan dengan Allah atau pendeta-pendeta yang mereka anggap sebagai perantara yang dapat menghubungkan doa mereka kepada Allah.

Tegasnya pada hari itu tidak dipedulikan syafa’at dan tebusan, masing-masing orang bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri-sendiri. Pada hari itu masing-masing manusia terpisah dari segala sesuatu yang biasanya menjadi kebanggaan mereka di dunia.

Harapan mereka telah pupus karena apa yang mereka sangka tidak pernah tiba. Syafa’at dan tebusan yang mereka duga akan dapat menolong mereka, sedikit pun tidak memenuhi harapan mereka.


Baca juga: Hari Sumpah Pemuda: Ini 3 Artikel Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda dalam Al-Quran dan Tafsir


Ayat 95

yaitu Allah. Allah mengembang biakkan segala macam tumbuh-tumbuhan dari benih-benih kehidupan, baik yang berbentuk butiran-butiran ataupun biji-bijian.

Diwujudkan demikian adalah dengan maksud agar mudah dipahami oleh manusia, sesuai dengan pengetahuan mereka secara umum; termasuk pula segala jenis kehidupan yang oleh ilmu pengetahuan digolongkan pada tumbuh-tumbuhan yang berkembang biak dengan spora atau dengan pembelahan sel yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang tertentu.

Kesemuanya itu berkembang biak menurut hukum sebab dan akibat yang telah ditentukan oleh Allah.

Uraian ilmiah tentang ayat ini adalah sebagai berikut:  mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, merupakan siklus kehidupan (life cycle) dari semua makhluk hidup atau living organisms (sering hanya ditulis organisms), utamanya dari jenis makhluk tingkat tinggi, seperti manusia, hewan ataupun tumbuhan.

Jika berbicara tentang tanaman/tumbuhan, maka kalimat mengeluarkan yang hidup dari yang mati, mengisyaratkan bahwa tanaman (yang hidup itu) keluar dari biji-biji yang ditanam. Biji-biji ini dapat dianggap sesuatu yang mati. Sebab jika tidak menemukan kondisi yang sesuai, ia tetap merupakan benda mati.

Sedangkan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, mengisyaratkan bahwa biji-biji (yang mati itu) keluar atau dihasilkan oleh tanaman (yang hidup). Siklus kehidupan organisma merupakan proses metabolisme yang terjadi pada semua makhluk hidup; dan dikendalikan oleh sistem gen yang kompleks. Inilah yang merupakan kekuasaan atau ayat Allah.

Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa yang menciptakan segala-galanya mempunyai sifat yang Mahasempurna yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dan mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi, yaitu Allah. Dengan demikian, hanya Allah yang seharusnya disembah, dan tidak boleh disekutukan dengan yang lain.

Allah mencela orang-orang musyrik, mengapa mereka menyimpang dari ibadah yang benar yaitu menyimpang dari agama tauhid menuju penyembahan tuhan selain Allah, padahal kalau mereka mau memperhatikan kejadian alam semesta ini, niscaya mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka itu adalah perbuatan yang tidak benar.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 96


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...