BerandaKhazanah Al-QuranDoa Al-QuranAyat-Ayat Keramat dalam Kitab Sanjata Mu’min Karya K.H. Husin Qadri

Ayat-Ayat Keramat dalam Kitab Sanjata Mu’min Karya K.H. Husin Qadri

Di masa silam, sebelum ajaran Islam merangsek masuk, dihayati lantas ditunaikan oleh masyarakat Nusantara, kepercayaan lokal menjadi pedoman yang ditaati secara turun-temurun. Kepercayaan ini di kemudian hari dilebur dalam rupa diksi yang bisa dibilang mereduksi; animisme dan dinamisme. Termasuk halnya masyarakat Banjar sebelum memeluk ajaran Islam seperti sekarang ini.

Misalnya upacara Mayanggar Banua yang ditunaikan agar keberadaan roh-roh jahat tidak mengganggu kehidupan sehari-hari. Begitu juga upacara Mambuang Pasilih, upacara dengan sesaji dengan harapan saudara gaib dari keluarganya tidak mengganggu. Dua upacara ini lantas peroleh kritik dari ulama kenamaan Banjar, Syaikh Arsyad al-Banjari. Kritik ini juga menjadi penanda mulai masuknya ajaran Islam di tanah Banjar.

Baca juga: Ahli Qiraat dan Lukis: Sisi Lain Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dari Manuskrip Alquran Peninggalannya

Laku ini diteruskan oleh keturunan kelima Syaikh Arsyad, Husin Qadri dari jalur ibunya Hj. Sannah putri Niangah putri Hamidah, putri Mufti H. Jamaluddin bin Muhammad Arsyad al-Banjari. Husin Qadri, ulama kelahiran Tunggul Irang, Martapura pada 17 Ramadhan 1327 H/1906 M ini mengarang kitab Sanjata Mu’min (Senjata Mukmin). Kitab yang berisi sekian ayat di kitab suci Alquran yang dinilai oleh Husin Qadri memiliki sisi keramat ketika dibaca-amalkan.

Kemunculan kitab Sanjata Mu’min ini dilatarbelakangi oleh konteks masyarakat Banjar saat itu yang dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kepercayaan masyarakat Islam yang termaktub dalam runtutan di rukun Iman. Hanya saja yang membedakan dengan rukun iman pada umumnya, masyarakat Banjar memasukkan unsur jin dengan pembagian Jin Islam dan Jin Kapir.

Baca juga: Ayat Alquran Disisipkan ke dalam Mantra: Fenomena Unik Masyarakat Banjar

Selanjutnya, ada kepercayaan yang dianut oleh keluarga kesultanan pada masa silam yang dikenal dengan sistem Bubuhan. Sistem ini bersandar pada kekerabatan ambilineal. Dari sini, masyarakat Banjar bisa menarik garis keturunan ke atas pada tokoh atau figur masa lampau yang bertalian erat dengan naga, macan, dan atau buaya. Ada juga yang menganggap memiliki garis keturunan dari seorang ulama yang semasa hidupnya dibantu oleh muwakkal. Kepercayaan ini akhirnya memproduksi bentuk upacara tertentu di setiap tahunnya. Tentu saja dengan regulasi dan ketentuan yang telah dirawat secara turun-temurun.

Terakhir, kepercayaan yang berhubungan dengan interpretasi masyarakat terhadap alam lingkungannya. Kepercayaan ini masih berkaitan dengan sistem Bubuhan. Lantaran siapa saja yang wafat dari kerabat dalam sistem tersebut, dimitoskan akan menjadi tokoh gaib yang memelihara keseimbangan kosmos sekaligus tradisi di tanah Banjar.

Sketsa Kitab Sanjata Mu’min

Adapun kitab Sanjata Mu’min ditulis dengan bahasa Indonesia menggunakan huruf Arab-Melayu. Lazimnya di dalam kitab-kitab seperti ini juga disertai keterangan kapan dan berapa kali ayat-ayat dan atau amalan yang mesti dibaca. Keterangan di dalamnya terbilang ringkas dan lugas. Hal ini secara tidak langsung, juga memudahkan bagi orang awam untuk mengamalkannya.

Di bagian mukadimahnya, Husin Qadri menulis ajakan: “Risalah ini bernama Sanjata Mu’min, yang termuat di dalamnya ayat-ayat yang besar fadilahnya, amalan-amalan yang penting diamalkan, doa-doa dan kalimat-kalimat yang mujarabat, dan asma-asma yang mengandung khasiat yang besar dan penting diamalkan di zaman sekarang oleh kaum muslimin dan muslimat.” Ajakan mengamalkan ajaran Islam dari ayat-ayat di kitab suci yang dinilai memiliki kekeramatan layaknya upacara tertentu di masa sebelum kedatangan ajaran Islam.

Baca juga: Dialektika Alquran dan Budaya dalam Kerangka Pikir Ingrid Mattson

Di dalam artikel Kitab Sanjata Mu’min: Sebuah Bentuk Tafsir Awam di Tanah Banjar (2018) yang ditulis Wardatun Nadhiroh, ada dua sikap berbeda dari orang-orang Banjar bila dihadapkan dengan kitab tersebut.

Pertama, mereka yang menilai kitab ini memiliki nilai guna sebagai bentuk perlindungan dan penjagaan diri. kitab tersebut teramalkan kendati mereka tidak lagi mukim di tanah Banjar. Pun khasiatnya juga dinilai tidak hanya dalam bentuk kenyamanan personal, tetapi juga kesejahteraan pangan dan sosial kepada anak-cucunya.

Baca juga: Keistimewaan Doa Nabi Yunus yang Dibaca Masyarakat Banjar pada Arba Musta’mir

Selanjutnya, mereka yang memilih mengamalkan bagian tertentu dari kitab ini dengan tujuan tertentu. Misalnya mengamalkan Ayat Seribu Dinar agar memperoleh kemapanan ekonomi di keluarga. Ayat tersebut sebenarnya diambil Husin Qadri dari Q.S. at-Talaq (65): 2-3 yang dibaca masing-masing sebanyak tiga kali setiap harinya. Ada juga Tasbih Nabi Yunus yang dibaca saat malam Nisfu Sya’ban dari bacaan ayat di Q.S. al-Anbiya’ (21): 87 sebanyak 2735 kali.

Dari sini bisa dilihat bentuk resepsi terhadap beberapa ayat-ayat di kitab suci Alquran sebagai bentuk perlindungan diri. Bahkan lebih dari itu, ayat-ayat yang termaktub dalam kitab Sanjata Mu’min ini juga turut menggeser paradigma masyarakat Banjar menjadi lebih qur’ani. Begitu.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Alumnus Magister Studi Agama-agama, Konsentrasi Sosiologi Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU