BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranBenarkah Mushaf Rotterdam Tertua Se-Nusantara? Ini Data Pembandingnya

Benarkah Mushaf Rotterdam Tertua Se-Nusantara? Ini Data Pembandingnya

Zainal Abidin Sueb dalam Mushaf Nusantara: Jejak, Ragam, dan Para Penjaganya menyebutkan bahwa dalam penelitian benda-benda bersejarah sangat wajar jika terjadi revisi atau perubahan. Zainal mencontohkan dengan hasil kajian terhadap Mushaf Sultan Ternate yang sempat dianggap sebagai mushaf tertua di Nusantara.

Dalam konteks penjelasan Zainal ini, penulis ingin mengajukan pertanyaan terhadap hasil kajian yang telah dilakukan Zainal yang menyimpulkan bahwa mushaf berkode MS 96 D 16, yang tersimpan di perpustakaan di Rotterdam, Belanda, adalah mushaf tertua di Nusantara (baca selengkapnya di Tersimpan di Perpustakaan Rotterdam Belanda, Inilah Mushaf Al Qur’an Tertua dari Nusantara). Benarkah mushaf Rotterdam ini mushaf tertua se-Nusantara?

Kesimpulan Zainal ini, sebagaimana disebutkan dalam ulasannya, didasarkan pada catatan Pak Peter G. Riddell dalam Rotterdam MS 96 D 16: The Oldest Known Surviving Qur’an from The Malay World. Di sana disebutkan, antara bulan Mei hingga Agustus 1606 M. Kesultanan Johor yang terdesak serangan Portugis akhirnya menerima kesepakatan aliansi pihak Belanda dengan menyerahkan mushaf Rotterdam ini sebagai bukti iktikad baik persetujuan.

Riwayat ini sesuai dengan catatan kolofon mushaf, dengan bahasa Belanda, yang kurang lebih artinya menyebutkan, “Tahun 1606. Pada tanggal 20 Juli di lepas pantai Malaka, salinan Al-Qur’an ini didermakan atas desakan Mufti Kesultanan Johor kepada Laksamana Matelief de Jonge.”

Kesimpulan Zainal ini agaknya perlu ditinjau kembali. Dalam sebuah penelusuran terhadap awal kemungkinan adanya aktivitas penyalinan Al-Qur’an di Nusantara, penulis mendapati catatan menarik yang diberikan Ali Akbar dalam Kaligrafi dalam Mushaf Kuno Nusantara, tesis beliau yang kemudian diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun 2019. Beliau menyebutkan bahwa mushaf tertua yang diketahui saat ini berasal dari akhir abad ke-16, tepatnya pada Jumadal Ula 993 H. yang dikonversi ke dalam tahun masehi menjadi 1585. Sebuah mushaf koleksi William Marsden.

Informasi ini diperoleh dari hasil kajian yang dilakukan oleh Bu Annabel Teh Gallop pada naskah-naskah koleksi William Marsden yang tersimpan di perpustakaan School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London. Mushaf ini memiliki kode MS 12716 dengan kolofon berbahasa Arab menyebutkan Jumadal Ula 993. Dari kertas, bentuk buku, dan kaligrafinya, Bu Annabel menyimpulkan bahwa mushaf ini berasal dari Indonesia, mungkin dari Sumatera.

Baca juga: Inilah Potret Mushaf Tertua Nusantara di Rotterdam, Tidak dengan Rasm Usmani

William Marsden sendiri merupakan seorang sejarawan Inggris berdarah Irlandia yang lahir di Dublin. Ia juga terkenal sebagai ahli bahasa, pakar jurnalistik, dan pelopor ethnohistory Hindia Belanda. Ia lahir pada 16 November 1754. Bersama saudaranya, John, ia sempat melayani East India Company di Sumatera bagian barat sebelum akhirnya berangkat ke Inggris pada tahun 1779. Namanya melejit melalui karya fenomenalnya, The History of Sumatra. Beberapa karyanya yang lain seperti A Grammar of The Malayan Language dan A Dictionary of the Malayan Language (Komunitas Bambu dan Britannica).

Melihat perjalanan hidupnya dan beberapa karya yang dituliskannya, boleh jadi memang mushaf koleksi William Marsden ini berasal dari Indonesia, tepatnya Sumatera, sebagaimana disebutkan oleh Bu Annabel. Catatan lain Ali Akbar dalam blognya berjudul Qur’an Nusantara Koleksi Inggris juga sempat menyinggung mushaf koleksi William Marsden ini. “Selain mushaf-mushaf tersebut, ada satu buah fragmen mushaf dalam koleksi William Marsden.

Maka berdasarkan informasi-informasi ini boleh jadi mushaf tertua dari Nusantara adalah koleksi William Marsden, bukan mushaf Rotterdam sebagaimana disimpulkan oleh Zainal.

Namun di sisi lain, kesimpulan yang diberikan Zainal di atas juga barangkali ada benarnya. Mushaf Rotterdam memiliki dua catatan kolofon. Catatan pertama, sebagaimana disebutkan di atas lebih kepada informasi mengenai perpindahan kepemilikan mushaf, bertahun 1606. Sedangkan catatan kedua dengan bahasa Jawa beraksara Arab yang menyebutkan, “Tamat dina tsalats wulan Ramadlan”, boleh jadi merupakan informasi kepenulisan mushaf.

Sehingga jika mushaf dipindahkan kepemilikannya pada tahun 1606, boleh jadi ia telah ditulis jauh sebelum tahun itu. Mengingat bahwa catatan kepenulisan ini menggunakan bahasa Jawa dan dimiliki oleh Kesultanan Johor. Namun hipotesis ini hanya penulis dasarkan pada informasi sekunder yang disebutkan oleh Zainal dalam ulasannya.

Alhasil dari beberapa informasi yang ada, tanggal dan tahun yang tertulis, menunjukkan bahwa mushaf koleksi William Marsden agaknya memang lebih tua jika dibandingkan mushaf Rotterdam. Wallahu a‘lam bi al-shawab.

Baca juga: Naskah-Naskah Mushaf Makna Antarbaris di Nusantara

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...