BerandaUlumul QuranGagasan Isytiqaq Kabir Ibn Jinni, Kritik dan Apresiasinya

Gagasan Isytiqaq Kabir Ibn Jinni, Kritik dan Apresiasinya

Berdasarkan literatur-literatur, dari empat jenis Isytiqāq (isytiqaq ṣaghir, isytiqaq kabir, isytiqaq akbar, dan isytiqaq kubbar). Varian yang memunculkan perdebatan di kalangan Ulama ialah Isytiqaq Kabir yang dipelopori oleh Al-Jinni. Perdebatan tersebut juga memunculkan apresiasi dan kritikan dalam sebuah diskusi.

Karakter Isytiqaq Kabir

Pencetus dari Isytiqaq Kabir adalah Abu al-Fath Utsman ibn al-Jinni. Dalam kitab al-Khasa`is, ia menjelaskan bahwa isytiqâq kabîr dapat dirumuskan sebagai proses mengambil dan membolak-balikkan posisi salah satu dari susunan huruf yang ada dalam kosa kata Bahasa Arab sehingga dapat menghasilkan enam macam pembentukan  makna dan kata baru, namun antara satu sama lain memiliki keterkaitan makna.

Sederhananya, Emil Badi’ Ya’qub dalam karyanya, Fiqh al-Lughah wa Khasa`isuha, mendefinisikannya sebagai “dua kata yang memiliki persamaan pada lafadz dan makna tanpa memperhatikan sususnan bunyinya”.

Karakter membolak-balik inilah yang membuat jenis isytiqâq ini disebut juga dengan Isytiqâq al-Qalb atau Isytiqâq al-Taqlîb.

Baca juga: Mengaplikasikan Ilmu Isytiqaq pada Lafadz Salat dalam Al-Quran

Contoh Isytiqaq Kabir

Quraish Shihab dalam Mukjizat Al-Qur`an memberikan contoh kata قال (qâla) misalnya, yang berarti “berkata”, mengisyaratkan gerakan yang mudah dari mulut dan lidah. Dari kata tersebut terbentuk beberapa kata baru dan makna baru juga. Seperti jika kita mendahulukan wawu kemudian qaf dan kemudian lam, sehingga ia menjadi وقل (waqala),  maka salah satu artinya adalah “mengangkat satu kaki dan memantapkan  kaki yang lain di bumi”. Makna ini menunjukkan makna asal dari kata tersebut di atas, yaitu adanya suatu “gerakan”.

Kemudian jika mendahulukan lam, kemudian qaf dan wawu sehingga menjadi لقو (laqwun), maka di antara  maknanya adalah “angin yang menimpa seseorang sehingga menggerakkan wajahnya”. Dalam bahasa medis disebut dengan tekanan darah tinggi atau stroke. Dari akar kata yang sama muncul pula kata لقي (laqiya) yang berarti “bergerak menuju sesuatu untuk bertemu”. Makna ini juga menunjukkan kepada makna asal yaitu “bergerak”.

Baca juga: Peran Ilmu Isytiqaq dalam Kajian Al-Qur’an

Karena Isytiqaq Kabir bergantung dengan susunan huruf-huruf dalam kosakata, maka jumlah perputarannya juga terkait erat dengan jumlah susunan huruf di dalamnya.

Menurut J.A. Haywood dan H. M. Nahmad dalam karyanya, A New Arabic Grammar of the Written Language, menyebutkan bahwa umumnya bahasa Arab memiliki pola linguistik triliterasi (kata-kata yang terdiri dari akar tiga konsonan), akan tetapi selain itu ia juga memiliki pola lain: biliteral atau akar dua konsonan (seperti أَبٌ, ayah), kuadiliteral atau akar empat konsonan (seperti عَقْرَبٌ, kalajengking), pentaliteral atau akar lima konsonan (seperti بُرْهَانٌ, bukti), juga heksaliteral atau akar enam konsonan (seperti عَنْكَبُوْتٌ, laba-laba).

Merujuk pada kitab Al-Arabiyat: Khasaisuha, karya Abdul Ghaffar Hamid Hilal, kosakata yang biliteral membentuk hanya 2 kali putaran, (seperti birr dan barr). Sedangkan  kosakata triliteral membentuk 6 kali putaran, kosakata kuadiliteral membentuk 24 kali putaran, kosakata pentaliteral membentuk 120 kali putaran.

Baca juga: Mengaplikasikan Ilmu Isytiqaq pada Lafadz Salat dalam Al-Quran

Hanya saja, meski potensi jumlah putaran jenis pentaliterasi ini sangat sanyak, penggunaannya hanya sedikit, apalagi untuk kosakata heksaliteral.

Penolakan Isytiqaq Kabir oleh Para Ulama Bahasa

Dalam disertasi M. Suryadinata, “Pertukaran Huruf dalam Kosa Kata Al-Qur`an: Studi Analisis Teori Isytiqaq Taqlib terhadap Pemahaman Al-Qur`an mendiskusikan golongan yang mendukung dan menolak ide mengenai Isytiqaq Kabir.

Golongan yang menolak isytiqaq Kabir diantaranya ialah Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Khalil ibn Ahmad Al-Farahidi, Ibrahim Anis, Subhi Shalih, bahkan tokoh isytiqaq kontemporer, Muhammad Hasan Hasan Jabal.

Landasan penolakan tersebut diantaranya ialah karena: 1) Anggapan bahwa bahasa adalah tauqifi, bukan istilahi 2) Terlalu sulit dan berat untuk menemukan kedekatan makna antar pecahannya (musytaq), 3) Beresiko memberikan makna yang tidak sinkron, jauh dan sama sekali tidak sesuai sehingga terkesan gegabah.

Baca juga: Mengenal Majid Tamim, Mufasir dan Penerjemah Kitab Klasik dari Madura

Apresiasi Ide Isytiqaq Kabir

Meski banyak mendapatkan kritikan, ide Ibn Jinni dianggap sebagai ide yang cemerlang. Ibrahim Anis misalnya, ia mengapresiasi ide yang dihadirkan oleh Ibn Jinni ialah sebuah upaya untuk mengaitkan antara dilalah-dilalah dengan membuat istinbath adanya makna yang umum di dalamnya.

Apresiasi ide Isytiqaq Kabir ini seringkali digaungkan dalam wacana I’jaz al-Qur`an yang mendiskusikan titik khas bahasa Arab sebagai kode komunikasi yang dipilih dalam al-Qur`an. Tokoh yang melakukan apresiasi ini diantaranya ialah tokoh tafsir Indonesia,M. Quraish Shihab, sebagaimana dalam buku Mukjizat Al-Qur`an-nya.

Munculnya perdebatan-perdebatan mengenai status Isytiqaq Kabir ini merupakan sesuatu yang wajar, sebab hal tersebut didasari karena adanya perbedaan sudut pandang di antara mereka. Namun, yang perlu dicatat ialah bahwa diskusi Isytiqaq ini merupakan ide orisinil para ahli bahasa di kalangan Arab. Tradisi ini kemudian yang memberikan pengaruh dalam menetapkan hukum, memahami teks hadis, bahkan menafsirkan ayat al-Qur`an. Wallahu a’lam[]

Salman Al Farisi
Salman Al Farisi
Mahasiswa pasca (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Aktif kajian Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU