BerandaTafsir TematikGhazwul Fikri Pada Umat Islam dan Peringatan Al-Qur’an Tentang Ajakan Para Penolak...

Ghazwul Fikri Pada Umat Islam dan Peringatan Al-Qur’an Tentang Ajakan Para Penolak Kebenaran

Kini, Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Pengakuan ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita yang bukan berasal dari Bangsa Arab, tetapi banyak yang beragama Islam. Namun jumlah yang banyak ini tidak menjamin seluruh umat menjalankan ajarannya dengan baik. Sebab, sejatinya di masyarakat banyak beredar pemahaman yang keliru mengenai Islam itu sendiri, hal ini menyebabkan masyarakat terkena ghazwul fikri (perang pemikiran). Terlebih pada pemilihan poin-poin ajaran yang dianggap mudah saja, kemudian meninggalkan yang dianggap sulit untuk dilaksanakan. Fenomena ini tidak luput dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang liberal tentang Islam.

Baca juga: Ragu yang Diperbolehkan, Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 260

Dilansir dari republika, bahwa saat ini banyak musuh-musuh Islam yang menghancurkan Islam melalui perang pemikiran atau ghazwul fikri. Jika dulu para penolak kebenaran memusuhi Islam dengan perang secara fisik, maka kini ini mereka menghancurkan pelan-pelan tanpa disadari dengan mencuci otak kaum Muslimin.

Serangan atau serbuan pemikiran ini bertujuan mengubah pola pikir dan sikap seorang muslim untuk pelan-pelan mengikuti pemikiran dari musuh-musuh Islam, di antaranya Barat, dalam menghancurkan kaum Muslimin. Upaya yang dilakukan misalnya pendangkalan pemahaman ajaran agama, yaitu membuat umat ragu-ragu terhadap agamanya.

Selain itu, langkah-langkah yang dilakukan misalnya dengan pengkaburan terhadap kebenaran-kebenaran Islam dan pelan-pelan memengaruhi umat melalui budaya-budaya Barat yang menggiurkan. Ironisnya, misi ghazwul fikri ini begitu halus sehingga kadang tidak disadari kehadirannya.

Melihat fenonema ini, penting kiranya untuk setiap muslim berhati-hati terhadap berbagai pemikiran yang akan merusak ajaran Islam itu sendiri. Al-Qur’an sejatinya telah memperingatkan hal serupa mengenai orang-orang kafir yang berupaya mengajak umat muslim mengikuti ajaran nenek moyang mereka.

Al-Qur’an mengabadikan kisah tersebut dalam QS. Al-Jatsiyah ayat 18

ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ

Terjemah: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 18)

Baca juga: Tadabbur Al-Hujurat Ayat 6: Membangun Nalar Kritis di Tengah Krisis Literasi Digital

Tafsir Surah Al-Jatsiyah Ayat 18

Imam Al-Qurthubi (2009 425-427) menjelaskan bahwa kata Asy-syarii’ah menurut bahasa adalah al-madzhab (peraturan) dan al-millah (kepercayaan/agama). Dengan demikian syarii’ah merupakan apa yang Allah berlakukan kepada hamba-hamba-Nya yang berupa agama. Qatadah berkata bahwa syariah adalah perintah dan larangan, hukuman dan ketentuan.

Ayat ini memerintahkan manusia untuk melaksanakan syariat yang telah ditetapkan tersebut. Oleh karenanya, dilarang untuk meniru atau mengikuti ajakan orang-orang musyrikin. Ayat ini diturunkan ketika orang-orang Quraisy menyeru Nabi SAW untuk menganut agama nenek moyang mereka yakni Bani Quraizhah dan Bani Nazhir.

Shihab (2009: 354) menegaskan bahwa ayat tersebut mengingatkan kepada Rasulullah beserta umatnya untuk tetap berada pada syariat yang jelas, luas, dan mudah berupa bimbingan dan peraturan yang menyangkut urusan agama. Selain itu juga terdapat larangan untuk mengikuti Bani Israil yang berselisih karena pada hakikatnya mereka hanya mengikuti hawa nafsunya. Kemudian lanjutan ayat tersebut memberikan ancaman berupa siksaan dari Allah jika mengikuti langkah-langkah mereka.

Baca juga: Surah Fathir Ayat 28, Siapakah Ulama yang Dimaksud dalam Al-Quran?

Sementara Syaikh Ali Shabuni (2011: 788) mengutip pendapat Al-Baidhawi berkata, “Yakni, janganlah mengikuti pendapat orang-orang bodoh yang mengikuti kesenangan”. Mereka terdiri dari para petinggi Quraisy yang mengajak untuk kembali kepada agama nenek moyang mereka. Hal ini berarti orang-orang Quraisy yang mempengaruhi Rasulullah beserta umatnya hanya akan membawa kepada keburukan dan akan mendatangkan siksa dari Allah SWT.

Ibrah Ayat dan Kaitannya dengan Ghazwul Fikri

Ayat di atas sejatinya memperingatkan kita tentang menghindari ajakan-ajakan para penolak kebenaran untuk mengikuti ajaran mereka. Hal itu ditegaskan bahwa hendaknya umat Islam tetap berpegang pada syariat yang jelas dan senantiasa menghindari pendapat-pendapat orang-orang yang tidak mengetahui. Orang-orang yang dimaksud adalah kaum kafir tersebut.

Namun, di era sekarang ajakan-ajakan para penolak kebenaran tersebut terkadang dikemas dengan sangat rapi. Salah satunya melalui ghazwul fikri yang kadang begitu meyakinkan untuk diikuti. Sehingga umat Islam kini harus berhati-hati dengan segenap pemikiran yang terlihat bebas dan tanpa dasar yang jelas.

Baca juga: Tafsir Nusantara: Mengenal Tafsir Fatihah Karya Raden Haji Hadjid

Ghazwul fikri menjadi fenomena yang tidak bisa kita hindari pada era sekarang. Ijtihad mempelajari agama kepada yang ahli menjadi kunci dalam menghindari kesalahpahaman ini. Sebab musuh-musuh Islam tak akan bisa berbangga diri sebelum umat Islam goyah dengan ajarannya sendiri.

Keterbukaan pemikiran memang sangatlah penting, tetapi menerima semua pemikiran yang masuk bukanlah langkah tepat. Maka umat harus cermat dalam memilah, berupaya meneliti sebelum menjalani. Sehingga ghazwul fikri dan ajakan para penolak kebenaran dapat difilterisasi agar tidak merusak ajaran Islam yang telah mapan. Wallahu A’lam.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...