Hingga saat ini, biografi tentang pakar tafsir dari kalangan perempuan masih banyak yang belum terekspos. Bahkan, dalam kitab yang paling terbaru sekalipun, yaitu Jam’u al-’Abir fi Kutub al-Tafsir. Afifuddin Dimyathi hanya menyebutkan 6 tokoh tafsir perempuan, yang mana tentu masih terdapat tokoh perempuan yang luput dari jangkauan penulis kitab tersebut. Oleh karena itu, melalui artikel ini penulis ingin mengenalkan seorang tokoh perempuan Tunisia yang menjadi pakar di bidang tafsir dan ilmu Al-Qur’an yaitu Hind Shalabi.
Baca Juga: Bint As-Syathi: Mufasir Perempuan dari Bumi Kinanah
Biografi Hind Shalabi
Hind Shalabi merupakan seorang aktivis sekaligus intelektual muslimah yang lahir di Tunisia. Tidak diketahui terkait tanggal ia dilahirkan. Ia merupakan putri dari seorang ulama yang bernama Syaikh Ahmad Shalabi. Sejak kecil, ia hidup di lingkungan keluarga yang religius dan cinta akan ilmu. Buktinya, Hind Shalabi telah menghafalkan Al-Qur’an sejak ia masih kecil.
Shalah al-Din al-Mustawa menceritakan dalam sebuah status facebook atas nama akun Jami’ah al-Zaitunah Tunis, bahwasanya Hind Shalabi mengawali pendidikan tingginya di Universitas Zaitunah. Ia mulai belajar di kampus tersebut kira-kira tahun 60-an. Selama di Zaitunah, ia belajar di bawah bimbingan Syaikh Muhammad al-Fadhil ibn ‘Asyur. Hingga akhirnya ia mampu menyelesaikan program sarjana di Fakultas Syari’ah dan Ushuluddin (Kulliyah al-Syari’ah wa Ushul al-Din) pada tahun 1968.
Tidak berhenti di situ, 13 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1981, ia berhasil menyelesaikan program doktoralnya (S3) di Fakultas Ushuluddin, Universitas Zaitunah. Puncaknya, ia kemudian meraih gelar akademik tertinggi melalui pengangkatannya sebagai guru besar bidang tafsir dan ilmu Al-Qur’an di Universitas Zaitunah, Tunisia.
Selain berguru kepada para dosen di Universitas Zaitunah, Ia juga berguru kepada para ulama terkemuka Tunisia, semisal Syaikh Ali al-Syabi, Syaikh Muhammad al-Habib ibn Khaujah, Syaikh Ahmad ibn Milad, Syaikh al-’Arabi al-’Inabi, Syaikh Muhammad Syadzili al-Naifir, Syaikh Ahmad Mahdi al-Naifir, Syaikh Abd al-Aziz ibn Ja’far, dan Syaikh al-Habib al-Mustawa.
Baca Juga: Mengenal Badriyah Fayumi, Mufasir Perempuan Indonesia Pejuang Keadilan Gender
Kritik Hind Shalabi Kepada Presiden Tunisia
Pada malam 27 Ramadhan tahun 1975 Masehi, terdapat sebuah forum ilmiah perkumpulan ulama Tunisia di Universitas Uqbah ibn Nafi’. Dalam acara tersebut, Habib Burquibah hadir selaku presiden Tunisia beserta para diplomat luar negeri. Namun, tidak seperti biasanya, pada saat itu forum tersebut tampil agak berbeda dikarenakan terdapat seorang perempuan yang menjadi pembicara. Perempuan tersebut tidak lain adalah Hind Shalabi.
Pada forum tersebut Hind Shalabi menyampaikan orasi ilmiah dengan tema “Makanah al-Mar’ah fi al-Islam” (eksistensi perempuan dalam Islam). Ketika orasi, Hind Shalabi banyak menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Habib Burquibah. Yang mana kumpulan hasil kebijakan tersebut telah jauh dari ruh ajaran Al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain mengkritik, Hind Shalabi juga menolak ajakan jabat tangan Habib Burquibah selama acara, akibat kemarahannya terhadap kebijakan sekuler-liberal yang telah dibuat oleh Burquibah.
Selama menjabat sebagai presiden (1959-1987), Habib Burquibah memang banyak membuat kebijakan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Salah satu puncaknya terjadi pada tahun 1981. Pada saat itu, Habib Burquibah menerapkan kebijakan larangan penggunaan jilbab bagi kaum perempuan. Akibat kebijakan tersebut, para perempuan yang ingin masuk kampus harus disuruh melepas jilbab/hijabnya terlebih dahulu.
Mendengar hal tersebut, maka Hind Shalabi segera menolak kebijakan tersebut dan beralih menggunakan pakaian tradisional Tunisia yang bernama safseri (al-safsariy). Pakaian safseri merupakan sebuah kain putih yang oleh Hind Shalabi digunakan untuk menutupi bagian kepala hingga bawah telapak kaki.
Keberanian tersebut dikenang oleh Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Zaitunah saat ini, yaitu Syaikh Ilyas Dardour, seraya menyampaikan bahwa Hind Shalabi merupakan perempuan pertama yang menggunakan hijab di kampus. Akibat pakaian tersebut, ia kemudian mendapat kunyah (panggilan) dari Syaikh Muhammad al-Syadzili al-Naifir dengan sebutan shahib al-zai al-shalabi (pemilik mode pakaian shalabi).
Baca Juga: Emansipasi Tiga Sahabat Perempuan dan Asbab Nuzul Turunnya Ayat-Ayat Kesetaraan
Karya-karya Hind Shalabi
Pada tanggal 24 Juni 2021, umat Islam harus kehilangan sosok ulama wanita hebat kebanggaan warga Tunisia. Hind Shalabi wafat pada tanggal tersebut akibat terpapar wabah virus Corona. Selama hidupnya, Hind Shalbi telah menghasilkan kurang lebih lima karya tulis ilmiah keislaman, yaitu:
- Melakukan tahqiq terhadap manuskrip kitab al-Tasharif: Tafsir al-Qur’an mimma Isytabahat Asma’uhu wa Tasharrufat Ma’anihi karya Yahya ibn Salam, diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 kemudian dicetak ulang pada tahun 2008
- al-Qira’at bi Ifriqiyyah min al-Fath ila Muntashaf al-Qarn al-Khamis al-Hijriy (1980)
- al-Tafsir al-’Ilmiy li al-Qur’an: Baina al-Nadhariyat wa al-Tathbiq (1985)
- I’jaz al-Qur’an fi Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir (1987)
- Melakukan tahqiq terhadap manuskrip kitab ‘Unwan al-Dalil min Marsum Khath al-Tanzil karya Abu al-Abbas Ahmad ibn al-Buna’ (1990)
Hind Shalabi merupakan satu dari banyak yang perempuan yang perlu dikenalkan, kiprah dan semangatnya dalam pengembangan keilmuan dan kepeduliaannya terhadap isu keadilan perempuan juga kemanusiaan harus diketahui oleh dunia. Tulisan ini hanyalah perkenalan awal tentang perempuan inspiratif ini. Selamat jalan profesor, dan semoga kita semua bisa meneladaninya. Laha wa lana al-fatihah