BerandaKhazanah Al-QuranImam An-Nawawi: Pembaca Al-Qur’an Perlu Membayangkan Allah Hadir Di Hadapannya

Imam An-Nawawi: Pembaca Al-Qur’an Perlu Membayangkan Allah Hadir Di Hadapannya

Beberapa ulama’ ahli ilmu Al-Qur’an memberikan ilustrasi, bahwa interaksi pembaca Al-Qur’an dengan Allah adalah gambaran seorang hamba yang berdialog dengan Allah. Namun Imam An-Nawawi menyatakan lebih dari itu. Interaksi pembaca Al-Qur’an dengan Allah adalah bentuk seorang hamba yang tidak sekedar berdialog saja, tapi membayangkan Allah berada di depannya. Dengan ini Imam An-Nawawi menyampaikan gagasan yang barangkali cukup jarang diungkapkan oleh ahli ilmu Al-Qur’an, yaitu membawa “ihsan” pada praktek membaca Al-Qur’an.

Menghadirkan Allah Tatkala Membaca Al-Qur’an

Mengumpamakan membaca Al-Qur’an sebagai bentuk interaksi dengan Allah, seperti dengan menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an sama seperti berdialog dengan Allah, adalah sesuatu yang  tidak asing lagi di dalam kajian ilmu Al-Qur’an. Salah satu pernyataan yang cukup terkenal terkait hal ini berbunyi:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ فَعَلَيْهِ بِالْقُرْآنِ

Siapa yang ingin Allah berbincang-bincang dengannya, maka hendaknya membaca Al-Qur’an.

Baca juga: Memahami Selisih Pendapat Tentang Rasm Yang Dilematik

Belum ada keterangan yang jelas mengenai sumber pernyataan ini. Ada yang menyatakan bahwa ini adalah sabda Nabi, dan ada yang menyatakan bahwa ini adalah pernyataan ulama’ salaf. Yang jelas kandungan pernyataan ini sesuai dengan apa yang diterangkan para ulama’ mengenai bahwa salah satu adab di dalam membaca Al-Qur’an adalah, memberi tanggapan kepada ayat yang kebetulan dibaca. Keberadaan tanggapan-tanggapan inilah yang membuat pembacanya seakan berdialog dengan Allah.

Imam An-Nawawi di dalam kitab At-Tibyan dan Al-Adzkar juga menyinggung perihal interaksi seorang hamba dengan Allah di dalam praktik membaca Al-Qur’an. Imam An-Nawawi menyatakan, hal pertama yang harus dilakukan seseorang tatkala membaca Al-Qur’an adalah, berniat ikhlas karena Allah di dalam membaca Al-Qur’an.

Selanjutnya ia perlu menghadirkan kesadaran di dalam hatinya, bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah. Maka hendaknya ia bersikap layaknya orang yang dapat melihat Allah. Apabila tidak bisa, ia harus benar-benar meyakini bahwa Allah melihatnya (Al-Adzkar/106).

Lewat pernyataan ini Imam An-Nawawi seakan hendak menyampaikan, bahwa pembaca Al-Qur’an di dalam membaca Al-Qur’an tidak hanya perlu memposisikan dirinya sebagai hamba yang sedang berkomunikasi dengan tuhannya, tapi juga berhadapan langsung. Sehingga pembaca tidak hanya menfokuskan pikirannya saja di dalam memahami serta menanggapi setiap ayat yang dibaca, akan tetapi juga memposisikan tubuhnya untuk bersikap rendah hati sebab merasa berhadapan langsung dengan Allah.

Baca juga: Tafsir Sufistik Ibn Ajibah: Kesucian Jiwa dalam Surah An-Nur Ayat 21-22

Hadirnya Allah Di Hati Sebagai Bentuk Keikhlasan

Pernyataan Imam An-Nawawi di atas mirip dengan praktik ihsan yang disinggung oleh Nabi Muhammad, di dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari Abi Hurairah dan berbunyi:

قَالَ مَا الإِحْسَانُ قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

Jibril berkata: “Apa ihsan itu?” Nabi berkata: “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat merasa melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Imam Bukhari).

Ihsan dapat diartikan mengerjakan sesuatu dengan cara yang paling baik. Imam Ibn Hajar tatkala membahas hadis di atas menyatakan, salah satu bentuk ihsan dalam beribadah adalah mengerjakan ibadah tersebut dengan ikhlas, mencurahkan perhatian serta mendekatkan diri kepada Allah. Dan hal itu dapat dicapai dengan salah satu dari dua cara.

Cara pertama dan yang paling utama adalah, menghadirkan Allah di dalam hati seperti seakan-akan si hamba menyaksikan Allah dengan mata kepalanya sendiri. Cara yang kedua adalah menghadirkan di dalam hati, bahwa Allah melihat dirinya dan setiap apa yang ia kerjakan. Dua cara inilah yang kemudian akan menarik rasa takut serta makrifat kepada Allah (Fathul Bari/1/80).

Baca juga: Insecure dengan Potensi Diri? Perhatikan Tafsir Surah Al-Isra Ayat 84!

Lewat penjelasan Ibn Hajar di atas kita bisa menarik kesimpulan, bahwa membayangkan Allah ada di hadapan kita tatkala membaca Al-Qur’an, adalah satu cara untuk ikhlas dalam membaca Al-Qur’an. Dan ikhlas inilah yang menurut Imam An-Nawawi, hal yang pertama kali harus dilakukan oleh seseorang tatkala hendak membaca Al-Qur’an.

Imam An-Nawawi membawa kita untuk lebih dalam dalam membangun interaksi dengan Allah tatkala membaca Al-Qur’an. Dari yang sebelumnya berdialog dengan Allah, menuju berhadapan langsung dengan Allah. Wallahu a’lambishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...