BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir IndonesiaKajian Naskah Riwayah Isra Mikraj Karya Kiai Ahmad Fauzan Jepara

Kajian Naskah Riwayah Isra Mikraj Karya Kiai Ahmad Fauzan Jepara

Isra Mikraj merupakan perjalanan spiritual Nabi Muhammad yang memiliki peran penting bagi umat Islam. Demikian karena pada Isra Mikraj ini Nabi Muhammad mendapatkan perintah dari Allah untuk melaksanakan salat lima waktu. Selain itu, perjalanan Nabi ini hanyalah dalam satu malam saja, yaitu dari Makkah menuju Masjidilaqsa dan kemudian naik ke Sidratulmuntaha. Jumhur ulama menyatakan bahwa peristiwa healing Nabi Muhammad saw. ini terjadi pada sekitar 620-621 M atau setahun sebelum hijrah (Qutni & Damayanti, 2021).

Salah satu ulama Nusantara yang membahas tentang peristiwa Isra Mikraj adalah K.H. Ahmad Fauzan Jepara dalam kitabnya yang berjudul Riwayah Isra Mikraj. Kiai Ahmad Fauzan adalah salah satu ulama yang sangat berperan bagi masyarakat Jepara (Jawa Tengah). Beliau lahir di Mayong, Jepara pada tahun 1905 dan merupakan putra keempat dari lima bersaudara oleh pasangan H. Abdurrasul dan Ny. Thohiroh. Beliau merupakan seorang ulama yang menjadi salah satu keturunan dari Kesunanan Surakarta. Kakeknya (H. Ahmad Sanwasi) menurut salah satu sumber, merupakan menantu dari Kiai Umar Al-Samarani yang menikah dengan Ny. Darojah, kakak dari Kiai Soleh Darat (Dahlar et al., 2019).

Ilmu-ilmu tentang agama serta cara bersosial kemasyarakatan beliau dapatkan langsung dari ayah tercinta. Namun, pengajaran langsung dari sang ayah terhenti ketika beliau menghembuskan nafas terakhirnya saat sedang menunaikan rukun Islam terakhir di Tanah Suci. Setelah itu, beliau, Kyai Fauzan menimba ilmu di beberapa pesantren, seperti Pesantren Balekambang, Pesantren Kasingan Rembang, Pesantren Gemiring, dan Pesantren Tayu. Karena masih haus akan ilmu, pada tahun 1924-1926 beliau berkesempatan untuk belajar di Makkah dan Madinah. Karena proses menimba inilah yang akhirnya melahirkan berbagai pemikiran-pemikiran cemerlang dari diri beliau (Dahlar et al., 2019).

Karakteristik naskah

Dalam kitab Riwayah Isra Mikraj tersebut, penyebutan judul naskah terdapat pada sampul naskah. Naskah ini sesuai judulnya yaitu berisi tentang periwayatan Isra Mikraj menurut pemikiran pengarangnya. Dalam judul tersebut telah disebutkan bahwa pengarangnya adalah K.H. Fauzan Jepara yang ditulis oleh K.H. Bisri Musthofa Rembang. Menurut pemaparan salah satu keluarga beliau, yakni Kiai Noor Rohman, bahwa K.H. Fauzan dan K.H. Bisri Musthofa Rembang adalah teman akrab waktu mondok di salah satu pesantren kota Rembang.

Baca juga: Mufasir-Mufasir Indonesia: Biografi Sholeh Darat As-Samarani

Naskah yang berukuran 29,9 cm x 25,4 cm ini berjumlah 54 halaman dengan tulisan tangan bertinta hitam. Bahasa yang digunakan dalam naskah (kitab) tersebut adalah bahasa Indonesia dan Arab. Keadaan fisik naskah ini masih layak. Pada sampulnya terdapat satu staples agar naskah tidak rusak dan bersampul biru pada sampul depan dan belakangnya. Naskah ini tersimpan di kediaman salah satu keluarga beliau, yaitu Bapak BN.

Pada halaman pertama naskah ini (setelah sampul) terdapat tulisan basmalah beserta Q.S. Al-Isra ayat 1 dan beberapa penafsirannya. Di atas tulisan basmalah tersebut terdapat tulisan tangan yang menunjukkan tahun 1954 oleh Ahmad Nur Kafrawi yang merupakan keponakan dari mushannif (pengarang). Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebut bahwa setiap naskah atau tulisan tangan kalau dia sudah berumur 50 tahun, maka termasuk kategori manuskrip atau naskah kuno.

Pembahasan kitab

Dalam kitab Riwayah Isra Mikraj, Kiai Ahmad Fauzan tidak hanya fokus pada penafsiran tentang Isra Mikraj dalam Q.S. Al-Isra ayat 1. Akan tetapi, di dalamnya juga dikaitkan dengan dengan ayat-ayat lain, kutipan-kutipan, syair-syair, dan lain sebagainya. Selain itu, mengingat kitab ini ditulis pada masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, maka tidak tidak heran jika penafsiran beliau sangat kental dengan jiwa nasionalisme dan revolusi perubahan. Berikut di antara poin-poin penafsiran beliau:

Baca juga: Pemahaman Malam Isra Mikraj Secara Semiotik

“1. Maksud yang tersebar dalam isinya Isra dan Mikrajnya Nabi besar kita Muhammad saw. akan menghadapi beberapa hal yang sangat besar dan sulit, yaitu “Revolusi Perubahan Alam”. Baik mengenai jasmani yang membutuhkan beberapa bimbingan, maupun mengenai ruhani yang membutuhkan beberapa didikan, atau mengenai ekonomi yang membutuhkan beberapa tuntunan, atau mengenai ekonomi yang membutuhkan beberapa tuntunan, atau mengenai peperangan yang membutuhkan beberapa gemlengan, atau mengenai perdamaian yang membutuhkan beberapa kebijaksanaan, atau mengenai kebutuhan hidup sehari-hari yang membutuhkan beberapa adab dan cara terutama mengenai perubahan negara yang membutuhkan beberapa peraturan dan siasat untuk menjamin keselamatan serta kehormatan negara dan rakyatnya. Terutama perubahan yang sangat berkenaan dengan agama. Dari itu, Nabi besar kita Muhammad saw. dalam Isra Mikrajnya diberi petunjuk dan contoh-contoh yang dapat dipergunakan menjadi pedoman untuk mengatasi dan menyempurnakan akan datangnya perubahan-perubahan tersebut di atas.”

“2. Mencoba sampai di mana kepercayaan para pengikut kepadanya.”

Baca juga: Isyarat Ilmiah dalam Peristiwa Mikraj dalam Pembacaan Bisri Musthofa

“3. Dalam Isra Mikraj mengandung isi berupa pelajaran-pelajaran dan didikan-didikan yang sangat penting bagi umat yang dalam kemudian hari akan ditinggalkan nabinya.”

“4. Mempersatukan seluruh umat kearah tujuan utamadan luhur, ialah menegakkan negara, bangsa, dan negara.”

“5. Memberi contoh bagaimana cara melaksanakan cita-cita umat dengan disertai pertanggungjawaban yang penuh dengan merasa bahwa dirinya untuk kepentingan umat.”

Oleh: Muhammad Khusnu Zain dan Sintia Yuliani Reseta Dewi

Muhammad Khusnu Zain
Muhammad Khusnu Zain
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kudus
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...