BerandaTafsir TematikKebhinnekaan dalam Al-Quran

Kebhinnekaan dalam Al-Quran

Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu jua. Inilah semboyan negara kita tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep Kebhinnekaan ternyata dapat kita temukan dalam Alquran. Tulisan ini akan menjelaskan tentang Kebhinnekaan dalam Al-Quran.

Penggunaan kata Bhinneka dalam tulisan ini, terinspirasi dari semboyan yang ada pada lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, warisan karya sastra Mpu Tantular dalam kitab Sutasomanya pada abad ke-14. Kebhinnekaan atau lebih gampangnya keragaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari di permukaan bumi ini. Kebhinnekaan dapat dilihat dari beberapa karakteristik, seperti; polarisasi kelompok-kelompok yang memiliki sub-kebudayaan berbeda, struktur sosial yang terbagi dalam lembaga-lembaga, dan beberapa hal lainnya.

Gina Lestari  juga menyebutkan dalam jurnalnya, karkateristik dari kemajemukan ini, terutama dalam sebuah negara terlihat dari keragaman etnisnya, budaya, bahasa, bahkan alamnya. Keragaman yang ada dalam sebuah negara menjadi keistimewaan tersendiri, sebagaimana Indonesia. Keragaman yang dimiliki Indonesia bisa menjadikannya Negara yang besar sebagai multicultural nation-state, namun, disisi lain dapat pula menjadi ancaman. Kebhinnekaan yang ada dalam sebuah negara memang tidak akan terlepas dari gesekan-gesekan, akan tetapi selama konseptual tentang kebinekaan itu sendiri dipahami dengan baik, dan diterima dengan lapang dada, gesekan dalam masyarakat dapat dihindari.

Kebhinnekaan adalah suatu keharusan dalam hidup, karena menjadi sebuah kodrat -Kehendak Tuhan, dan manusia tidak mampu menghalangi semua itu, manusia harus memahami dan menyadari hal tersebut dengan pemahaman pada etika kodrati. Karena, etika dalam masyarakat majemuk sangat diperlukan sebagai bentuk relasi sosial dalam menjaga kedamaian. Jika konseptual ini tidak dipahami dengan benar, maka kebhinnekaan negara multikultural seperti Indonesia akan dirong-rong dan mengalami guncangan.

Konsep kebhinnekaan bukan semata-mata hadir tanpa adanya landasan kebhinnekaan itu sendiri. Kebhinnekaan atau keragaman beberapa kali disinggung dalam Alquran. Salah satu ayat yang paling populer tentang Kebhinnekaan dalam Al-Quran  adalah surat al-Hujurat [49] : 13.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,  menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Kemajemukan yang tertuang dalam surat al-Hujurat di atas, menunjuk keanekaragaman ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin ini semata-mata untuk mendatangkan kebaikan, serta untuk melihat siapa yang senantiasa melangkah pada kebaikan di sisi Allah, meski perbedaan menyelimuti kehidupan. Inilah Kebhinnekaan dalam Al-Quran. (Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 12: Larangan Berprasangka Buruk)

Terbentuknya bangsa-bangsa, suku dalam berbagai periode sejarah menurut Wawan Gunawan Abdul Wahid, dkk., bukan untuk meruntuhkan rumah kemanusiaan, dan menyulut konflik, melainkan untuk menghindari hal-hal tersebut.

Kata li ta’arafu dalam ayat tersebut jika dipahami lebih jauh, mengutip pendapat Husein Muhammad, bahwa li ta’aruf  bukan hanya sekedar berkenalan dengan menanyakan alamat, nomor hp, dan nama, melainkan untuk saling memahami tradisi, pemikiran, adat-istiadat, dan hal lain yang berbeda dengan tujuan agar umat muslim lebih bijaksana. Tentulah, jika Allah berkehendak untuk menjadikan satu-homogen, segala apa yang ada di muka bumi ini, niscaya akan Allah samakan semuanya. Akan tetapi, tidak. Sunnatullah yang dirasakan hingga saat ini adalah heterogen, beragam, majemuk.

Karena telah disebutkan bahwa perbedaan dalam kehidupan adalah kehendak Allah, maka tugas manusia sebagai khalifah fi al-ardl  adalah menciptakan kerukunan, terlebih kerukunan umat beragama, salah satunya saling menjaga keamanan dan kenyamanan dalam beribadah dengan menjaga rumah ibadah satu sama lain. (Baca Juga: Manusia itu Hamba yang Merdeka, Begini Penjelasannya dalam Al Quran)

Penjagaan rumah ibadah umat beragama ternyata juga termaktub dalam surat Al-Hajj [22]:40, dimana penjelasan mengenai ayat tersebut, bahwa sesungguhnya dalam tempat ibadah agama terdapat penjagaan Allah terhadapnya, tidak hanya terbatas pada masjid saja. Ada sawami’ (biara), biya’ (gereja), dan shalawat (sinagong) -tempat ibadah umat Yahudi. Seandainya Allah berkehendak untuk merobohkan, maka telah Ia robohkan tempat-tempat ibadah itu. Lagi-lagi, tidak. Allah tidak merobohkan dan merusaknya. (Baca juga: Potret Romantisme Islam dan Kristen dalam Al Quran)

Keragaman terasa pula dengan adanya perbedaan warna kulit, budaya, dan bahasa yang disinggung dalam surat ar-Rum [30]:22. Kemajemukan yang menghadirkan perbedaan semakin menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa atas apa yang ingin Ia perbuat, dan ciptakan. Selain itu, keragaman juga menjadi bentuk ujian bagi manusia hingga siapa yang paling terlihat bertakwa pada-Nya, menjadikan manusia saling berlomba dalam kebaikan, berinovasi, dan memiliki jiwa kompetitif. Sebagaimana potongan ayat yang sering kali dikutip dari surat  al-Maidah [5] :48; … wa law sya’a Allahu laja’alakum ummatan wahidah, wa lakin liyabluwakum fi maa ataakum , fastabiqu al-khoirot, …., “maka berlombalah dalam berbuat kebajikan.”

Dalam memperlakukan perbedaan yang ada disekitar, juga dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad yang mengajarkan nilai-nilai universal untuk umatnya, yakni perilaku yang berdasarkan pada akhlak Alquran. Nilai-nilai tersebut tidak lain adalah anti-diskriminasi, anti-prasangka, dan toleran terhadap apa saja yang berbeda, baik agama, etnis, ras, atau bahkan perbedaan lainnya. Sehingga sikap yang diajarkan Nabi ini teraplikasikan dengan adanya Piagam Madinah, yang menghimpun kebhinnekaan etnisitas, budaya, dan bahasa.

Singkatnya, jika setiap insan memahami konsep kebhinnekaan dalam Al-Quran dengan memahami, dan menyadari bahwa kebinekaan yang ada adalah  sunnatullah yang tidak seorangpun dapat menolaknya, maka menjaga kerukunan, dan saling toleransi adalah kewajiban. Konsep kebhinnekaan dalam Al-Quran tidak lain untuk ta’aruf, mengakui kekuasaan Allah, dan berlomba dalam kebaikan, serta menjaga ketakwaan pada-Nya.

Wawwahu A’lam Bissowab

*Tulisan ini adalah sebagian bahasan dalam Skripsi yang ditulis penulis dengan bahasa yang lebih dipersingkat dan disederhanakan. “Tafsir Ayat-Ayat Kebhinnekaan (Studi Penafsiran Mufassir Nusantara Terhadap Ayat-Ayat Kebhinnekaan)”

Ulya Nurir Rahmah
Ulya Nurir Rahmah
Pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU