BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanKecaman Alquran atas Tindakan Memecah Belah Agama

Kecaman Alquran atas Tindakan Memecah Belah Agama

Menjaga keutuhan bangsa dari upaya memecah belah agama merupakan suatu keharusan yang mendesak dalam konteks keberagaman Indonesia. Agama sendiri telah menjadi salah satu pilar utama dari identitas dan kebudayaan masyarakat. Pemahaman tentang pentingnya saling menghormati dan memelihara perbedaan agama kiranya dapat menjadi sebuah solusi dalam menjaga keutuhan bangsa.

Alquran sendiri memberikan kecaman bagi siapa pun–terutama umat Islam–yang memecah belah agama mereka sendiri hingga menjadi beberapa golongan dan saling berseberangan. Hal ini menunjukkan bahwa Allah melalui firman-Nya hendak menyampaikan akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menjalankan ajaran agama. Perpecahan dalam agama hanya akan melemahkan umat dan melemahkan kekuatan bangsa yang seharusnya bersatu untuk kebaikan bersama.

Ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan tindakan memecah belah agama dirasa perlu untuk diartikan lebih luas dalam konteks masyarakat yang multikultural dan multiagama seperti halnya di Indonesia. Melalui ayat-ayat ini, diharapkan dapat memantik kesadaran untuk saling memahami dan menghormati perbedaan keyakinan agar terhindar dari perpecahan yang dapat mengancam stabilitas sosial.

Memecah Belah Agama Perspektif Alquran

Pertama, firman Allah Swt. dalam surah Al-An’am [6]: 159.

اِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

“Benar-benar orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun Anda (Nabi Muhammad) tidak bertanggung jawab terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) hanya kepada Allah. Kemudian, Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan.”

Dalam Jami’u al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, Al-Tabari menuliskan beberapa riwayat pendapat mengenai orang-orang yang memecah belah agama. Sebagian besar riwayat berpendapat bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Yahudi dan Nasrani. Namun, ada pendapat juga yang mengatakan bahwa perpecahan agama bisa timbul dari mereka yang hanya mengikuti hal-hal mutasyabihat dalam Alquran, tetapi tidak mengikuti makna yang sebenarnya.

Baca juga: Habib Luthfi bin Yahya: Surah Alfatihah Ajarkan Persatuan dan Kerukunan

Al-Tabari juga menjelaskan bahwa orang-orang yang memecah belah agama dan memisahkan diri dari kebenarannya bukanlah termasuk dari umat Allah Swt. dan terbebas dari tanggung jawab Nabi Muhammad. Mereka inilah yang biasa disebut sebagai ahli bidah, ahli syubhat, dan orang-orang yang tersesat dari agama Allah yang lurus (Islam)–agama Ibrahim (Jami’u al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, Jilid 10, hal. 32-33).

Kedua, firman Allah Swt. dalam surah Al-Mu’minun [23]: 53.

فَتَقَطَّعُوْٓا اَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًاۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“Lalu mereka (para pengikut rasul) terpecah belah dalam urusan (agama)-nya menjadi beberapa golongan. Setiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing).”

Menurut Muhammad Asad dalam karya tafsirnya, The Message of The Quran, ayat ini ditujukan kepada seluruh manusia–apa pun agama dan keyakinannya–yang benar-benar beriman pada Allah Swt. Asad sendiri menganggap bahwa Alquran dengan jelas telah mengisyaratkan bahwa seluruh manusia sebenarnya diilhami dan memiliki satu landasan kebenaran fundamental yang sama.

Baca juga: Tafsir Surah Ali Imran Ayat 103: Dalil Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia

Begitulah hal tersebut pada awalnya, terlepas dari adanya perbedaan dalam hal ritual dan hukum-hukum khusus tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman dan perkembangan sosial dari setiap umat manusia. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu kesatuan ini kemudian terpecah menjadi kelompok keagamaan yang berbeda-beda, sehingga muncullah sikap eksklusif, ekstrem, dan intoleran terhadap kelompok lainnya.

Kecaman dalam ayat ini dipahami oleh Asad dapat berlaku juga bagi umat Nabi Muhammad–terutama yang berniat untuk memecah belah agama. Dengan kata lain, ayat ini dapat dijadikan renungan atas perpecahan agama dan perbedaan ajaran dalam Islam yang tengah terjadi di zaman sekarang (Muhammad Asad, The Message of The Quran, hal. 718-719).

Ketiga, firman Allah Swt. dalam surah Al-Rum [30]: 32.

مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“(yaitu) orang-orang yang memecah-belah agama mereka sehingga menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.”

Baca juga: Surah al-Anfal Ayat 46: Cara Menjaga Persatuan

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah memberikan penafsiran dengan menyebutkan ciri-ciri dari orang-orang yang berpotensi memecah belah agama. Mereka itulah yang menyimpang dari agama karena hawa nafsunya, menciptakan bidah yang bertentangan dengan syariat, ekstrem dan taklid buta terhadap kelompok beserta pemimpinnya, dan selalu mencela lagi merendahkan kelompok yang berbeda lainnya.

Bagi Shihab, ajaran agama Islam merupakan suatu keyakinan yang mendambakan persatuan dan kesatuan umat manusia. Menurutnya, kehadiran agama seharusnya menjadi pemersatu setiap manusia, bukan malah sebaliknya. Adapun perihal perbedaan penafsiran dalam agama Islam selama masih bersandar pada kaidah kebahasan dan disiplin keilmuan, maka hal ini menurut Shihab masih bisa untuk ditoleransi (Tafsir Al-Mishbah, Jilid 11, hal. 62-63).

Demikian ketiga ayat di atas memberikan pemahaman tentang kecaman Alquran terhadap tindakan memecah belah agama. Kecaman ini pun perlu direnungi pula oleh umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia, sebab keutuhan bangsa juga akan sulit diwujudkan apabila antara sesama muslim sendiri tidak bisa menjaga kerukunan, bersikap intoleran, dan justru menjadi pemicu perpecahan.

Menghindari Perpecahan Agama

Penting untuk diingat bahwa ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga bagi umat beragama lainnya. Pesan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menjalankan ajaran agama dapat diterapkan oleh siapa pun yang ingin membangun masyarakat yang lebih terbuka dan toleran terhadap sesama.

Dalam ajaran Islam, keselamatan dari perpecahan agama hanya akan tercapai saat umat muslim–dan semoga seluruh umat beragama lainnya–benar-benar kembali kepada syariat yang semestinya. Selain itu, umat Islam akan tetap terjaga dari bahaya terpecah belah selama memperhatikan tiga perkara; menjaga fitrah, salat, dan taat kepada Allah Swt. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7, hal. 5520).

Baca juga: Upaya Penguatan Pertahanan Nasional dalam Perspektif Mufasir Nusantara

Hal tersebut kiranya dapat dipegang teguh oleh setiap umat Islam terlebih yang berada di Indonesia dengan segala keberagaman keyakinan dan budayanya. Tindakan memecah belah agama sendiri memiliki dampak negatif bagi keutuhan umat Islam maupun bangsa Indonesia. Dengan kata lain, pada akhirnya perpecahan agama hanya akan melahirkan konflik yang dapat merusak hubungan antarwarga, membahayakan tatanan sosial, dan bahkan mengancam kestabilan negara.

Dengan demikian, Alquran telah mengungkapkan kecaman terhadap semua tindakan memecah belah agama yang muncul dari sikap egoisme dan intoleran karena pengaruh hawa nafsu semata. Melalui pemahaman ini, umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia diharapkan dapat mengurangi potensi perpecahan agama dan lebih berperan aktif secara kolektif dalam berupaya menjaga keutuhan bangsa.

Adi Swandana E. P.
Adi Swandana E. P.
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

kisah pengkhianatan bani Quraizhah

Kisah Pengkhianatan Bani Quraizhah di ‘Bulan Haram’

0
Di antara peristiwa yang terjadi di bulan haram (mulia) dan disinggung oleh Alquran adalah pengkhianatan Bani Quraizhah terhadap Rasulullah saw. dan umat Islam. Hal...