Ketentuan Menyentuh Kemaluan yang Batalkan Wudu Menurut Mazhab Syafii

Ketentuan Menyentuh Kemaluan yang Batalkan Wudu Menurut Mazhab Syafii
Ilustrasi

Mazhab Syafii yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia menetapkan bahwa menyentuh kemaluan termasuk yang membatalkan wudu. Namun mereka menyatakan bahwa tidak setiap menyentuh kemaluan dengan tangan dapat membatalkan wudu. Menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu apabila anggota yang digunakan menyentuh adalah telapak tangan bagian dalam. Bukan punggung telapak tangan atau lengan. Berikut penjelasannya:

Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudu

Allah berfirman dalam surah Annisa’ ayat 43:

اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ

Atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci) (Annisa’ [4]: 43).

Tatkala mengulas ayat di atas, beberapa ahli tafsir menambahkan “menyentuh kemaluan” dalam kategori hal-hal yang membatalkan wudu. Hanya saja, Imam al-Khazin dan al-Baghawi menyebutkan mazhab Syafii meyakini bahwa menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu apabila anggota yang digunakan menyentuh adalah telapak tangan bagian dalam. Bagian ini mencakup telapak tangan serta jari-jari bagian dalam yang umumnya berwarna putih. Untuk selainnya, tidak membatalkan wudu saat bersentuhan dengan kemaluan (Tafsir Ma’alimut Tanzil/219 dan Tafsir Lubabut Ta’wil/2/101).

Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj menyatakan, pandangan batalnya wudu sebab menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam adalah pandangan mayoritas ulama. Sedangkan mazhab Hanafiyah berbeda pendapat dalam permasalahan ini (Tafsir al-Munir/6/107).

Imam al-Syirazi, ulama mazhab Syafii, menjelaskan dasar dari pendapat menyentuh kemaluan membatalkan wudu bila bagian tangan yang digunakan untuk adalah telapak bagian dalam, adalah hadis yang diriwayatkan dari Busrah bint Safwan yang berbunyi:

إِذَا أَفْضَى أَحَدُكُمْ بِيَدِهِ إِلَى فَرْجِهِ فَلْيَتَوَضَّأْ

Jika salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya dengan tangannya, hendaknya ia berwudu (H.R. al-Nasa’i dan al-Baihaqi).

Hadis di atas menggunakan kata afdha’ (menyentuh) sebagai ganti kata massa (menyentuh) dalam redaksi hadis lain. “Afdha” adalah praktik menyentuh dengan telapak tangan bagian dalam, berbeda dengan “massa” yang lebih umum.

Dalam konteks terjemah Bahasa Indonesia, “afdha” lebih tepat diterjemahkan dengan “menyentuh” yang meniscayakan adanya anggota tertentu yang biasa digunakan untuk menyentuh. Sedangkan “massa” lebih tepat diterjemahkan dengan “bersentuhan” yang tidak mengharuskan anggota tertentu dalam mewujudkan praktik bertemunya dua bagian tubuh. Selain soal redaksi afdha ini, semua orang tahu bahwa punggung telapak tangan bukanlah perantara untuk menyentuh (al-Muhadzdzab/1/49).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Menyentuh Kemaluan Termasuk Membatalkan Wudhu

Imam al-Nawawi menambahkan, menurut pendapat yang disahihkan mayoritas ulama, wudu tidak batal apabila bagian tangan yang digunakan menyentuh kemaluan adalah bagian antara jari-jari, ujung jari, tepi jari, dan tepi telapak tangan. Ia lalu mengutip keterangan Imam al-Rafi’i yang menjelaskan bahwa perbedaan ini bermuara pada perbedaan ulama dalam mendefinisikan batnul kaffi (telapak tangan bagian dalam) (al-Majmu’/2/37-38).

Imam al-Mawardi menjelaskan, telapak tangan bagian dalam dibedakan dengan anggota lain dalam permasalahan ini, selain sebab redaksi hadis di atas, juga karena telapak tangan bagian dalam adalah sumber potensial munculnya syahwat yang dapat membatalkan wudu. Imam al-Mawardi juga menyebutkan pendapat di luar mazhab Syafii, yang meyakini bahwa menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian punggung juga tetap membatalkan wudu. Ini pendapat Imam Atha’, Ahmad, dan Malik (al-Hawi al-Kabir/1/349).

Penutup

Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa salah satu muara perbedaan pendapat tentang bagian tangan yang dapat membatalkan wudu tatkala menyentuh kemaluan, adalah redaksi hadis “afdha”. Kata ini menurut mazhab Syafii mengarah pada praktek menyentuh sebagaimana yang kita kenal, yakni dengan telapak tangan bagian dalam, bukan dengan bagian luar telapak tangan atau anggota tubuh yang lain. Wallahu a’lam bishshawab.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Benarkah Bersentuhan dengan Lawan Jenis itu Membatalkan Wudhu?