BerandaKhazanah Al-QuranKhazanah Alquran tentang Hieroglif Peradaban Mesir Kuno

Khazanah Alquran tentang Hieroglif Peradaban Mesir Kuno

Alquran telah menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah berabad-abad sebelum ditemukan oleh manusia, salah satunya terkait kajian ilmu arkeologi. Salah satu khazanah Alquran yang diturunkan lebih dari 1.400 tahun yang lalu ternyata sudah lebih dahulu membahas hieroglif Mesir Kuno yang baru ditemukan di abad ke-19. Adalah ayat yang termaktub dalam Q.S. ad-Dhukhan [44]: 29, mengomentari tentang tulisan yang terukir di makam Fir’aun.

Sejarah Penemuan Hieroglif Mesir pada Rosseta Stone

Kebudayaan Mesir Kuno lenyap sejak dijajah Bangsa Romawi. Selama 1.800 tahun huruf hieroglif tidak digunakan, sampai akhirnya tidak ada yang bisa membacanya lagi. Pada Juli 1799, seorang insinyur militer Napoleon Bouchard sedang memimpin pembongkaran serta rekonstruksi benteng Delta Nil di Rosetta dan menemukan lempengan tiga prasasti, yang masing-masing tampak sangat berbeda (Susmihara, Sejarah Peradaban Dunia I, h. 51). Satu ditulis dalam bahasa Yunani klasik; satu lagi dalam hieroglif Mesir; dan yang ketiga dalam apa yang dianggap Syriac, tetapi kemudian diidentifikasi sebagai Demotik (aksara Mesir yang digunakan untuk korespondensi sehari-hari) (John Ray, The Rosetta Stone and The Rebirth of Ancient Egypt, h. 3).

Bouchard segera menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang penting dan membawanya ke Institut d’Égypte di Kairo untuk pemeriksaan lebih lanjut. Karena menurutnya prospek itu sangat menarik, batu tersebut dikirim ke Society of Antiquaries di London di mana salinannya dibuat dan disebarluaskan ke kota-kota dan universitas di seluruh dunia. Lalu berbagai pihak berlomba-lomba untuk menerjemahkan bahasa Yunani dan menggunakannya untuk mengungkap rahasia dari dua bahasa lainnya (Richard Parkinson, Cracking Codes: the Rosetta Stone and Decipherment, h. 32).

Baca juga: Pro Kontra Tafsir Ilmi dan Cara Menyikapinya (1): Ulama yang Pro

Seorang pemuda bernama Jean Francois Champollion. Meskipun umurnya masih muda, ia dapat berbahasa Yunani, Latin, Ibrani, Arab, Syiria, dan Palawa berkat pelajaran dari kakaknya. Champollion diajak kakaknya pergi ke Museum Benda Purbakala Mesir. Champollion tertarik pada tulisan hieroglif yang terukir pada tutup makam Fir’aun. Terdapat tulisan simbol burung, ular, serangga, alang-alang, kapak, orang sedang duduk, dan lain-lain. Dari situlah momen pencerahan Champollion pada tahun 1822 dapat membaca tulisan hieroglif. Sejak itu, seluruh dunia tahu cerita tentang kehidupan orang Mesir Kuno (R. Parkinson, Cracking Codes: the Rosetta Stone and Decipherment, h. 37).

Namun sebenarnya butuh beribu-ribu tahun untuk memahami hieroglif, seperti diberitakan dalam artikel yang bertajuk The Rosetta Stone, The Real Ancient Codebreakers dalam bbc.com, bahwa para cendikiawan Arab sudah terlebih dahulu bergulat dengan hieroglif yang mereka temukan pada beberapa monumen Mesir dan lukisan pada makam. Seperti seorang alkemis Irak bernama Ibn Wahshiyya yang mengalihkan perhatiannya untuk menerjemahkan hieroglif dengan harapan menemukan kembali pengetahuan ilmiah yang hilang. Juga nama lain, Athanasius Kircher dan Thomas Young yang bekerja tanpa kenal lelah untuk membongkar misteri skrip kuno tersebut.

Ukiran doa-doa di Piramida Fir’aun oleh Rakyatnya

Hieroglif juga terukir di dinding piramida. Piramida adalah makam para Fir’aun, gelar untuk raja-raja Mesir Kuno. Rakyat Mesir Kuno percaya bahwa Fir’aun adalah keturunan dewa langit, Dewa Ra. Ketika Fir’aun meninggal dunia, untuk mengiringi arwah Fir’aun mereka mengukir doa-doa di dinding piramida. Doa-doa itu ditulis dengan huruf mirip gambar orang sedang melakukan kegiatan, binatang, tanaman, dan lain-lain yang mana huruf itu sekarang disebut hieroglif. Salah satunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, “Langit Menangisimu. Bumi Menangisimu. Saat Kamu Naik Menjadi Bintang.” (C Jung, Vol 5, h. 257).

Mereka meyakini Fir’aun yang dianggap hebat, jika meninggal dunia maka ia akan naik menjadi bintang di langit. Di langit, para Fir’aun akan mengamati manusia di Bumi. Piramida yang berbentuk lancip di ujungnya, akan memudahkan para Fir’aun untuk meluncur ke langit dan menjadi bintang.

Komentar Alquran kepada Bangsa Mesir Kuno

Menariknya adalah jauh sebelum penguraian hieroglifnya Champollion di Batu Rosetta, sehingga memfasilitasi penerjemahan ratusan teks lain yang sebelumnya tidak dapat dipahami selama berabad-abad, khusunya hieroglif yang terdapat di piramida. Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah, di mana beliau jauh dan tidak pernah sekalipun pergi ke Mesir, juga tidak mengetahui betul seluk-beluk piramida―telah menyebutkan pasal tersebut.

Redaksi ayat dalam Alquran berikut ini hakikatnya mengomentari keyakinan masyarakat Mesir Kuno yang telah dijelaskan di atas. Ayat tersebut berbunyi;

فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ

Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka bukan orang yang ditangguhkan (Q.S. Ad-Dukhan [44]: 29).

Baca juga: Dinamika Perkembangan Tafsir Ilmi di Indonesia

Sebelumnya dijelaskan dalam banyak kitab tafsir, Rasulullah mengabarkan bahwa setiap hamba mempunyai dua pintu di langit; sebuah pintu untuk jalan turun rezekinya, dan yang lainnya untuk naiknya amal. Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia, maka kedua pintu itu merasa kehilangan dan menangisi kepergiannya.

Sebagaimana diterangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Abbas “Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah, ‘Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.’ Maka apakah keduanya itu dapat menangisi kematian seseorang?”

Ibnu Abbas menjawab, “Ya, sesungguhnya tiada seorang makhluk-pun melainkan mempunyai pintu di langit yang darinya turun rezeki dan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan. Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia, pintunya yang di langit tempat naik amalnya dan turunnya rezeki ditutup, lalu ia merasa kehilangan dan menangisinya.”

Baca juga: Maurice Bucaille dan Tafsir Ilmi tentang Siklus Air

Lanjut Ibnu Abbas, “Dan tempat dia biasa berzikir kepada Allah dan mengerjakan salatnya di bumi tatkala dia meninggal, merasa kehilangan dan menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir’aun itu tidak mempunyai jejak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah. Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka.” (Tafsir al-Quran al-Azhim, juz VIII, h. 323-324)

Begitulah kematian Fir’aun dan kaumnya dinilai sangat hina untuk ditangisi oleh langit dan bumi. Bahkan dikatakan bahwa langit dan bumi bergembira karena kebinasaan dan lenyapnya Fir’aun dan kaumnya, sebab mereka tidak meninggalkan jejak apa pun selain apa yang membuat kelam wajah mereka dan mengharuskan mereka mendapatkan laknat serta kemurkaan seluruh alam.

Baca juga: Tafsir Ilmi Kemenag: Bumi yang Dinamis dan Relevansinya Bagi Kehidupan

Sebagai refleksi, Allah membukakan lorong pengetahuan untuk manusia, meskipun memerlukan proses dan waktu yang sangat panjang, seperti dalam pembahasan ini; untuk mengetahui bahasa purba zaman Fir’aun. Peradaban mereka berbeda dengan peradaban umat lain, seperti kaum ‘Ad, Tsamud, dan lainnya yang telah dihancurkan dan hanya ditinggalkan sisa sedikit saja untuk memberitahu bahwa peradaban itu memang ada, tetapi tidak banyak informasi yang bisa didapat.

Maka dari itu seorang muslim harus memahami, bahwa alasan Allah menyelamatkan jasad dan banyak situs peninggalan Fir’aun yang juga kisah itu disebutkan pada banyak ayat dalam Alquran, tidak lain yaitu untuk menjadi pengajaran dan teladan pada umat kemudian. Namun pada faktanya, tetap saja sebagian dari manusia tidak mau mengerti dan memahami. []

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...