BerandaKisah Al QuranKisah Keluarga ‘Imran (Bag. 3): Ketabahan Keluarga Zakariya dan Kelahiran Yahya

Kisah Keluarga ‘Imran (Bag. 3): Ketabahan Keluarga Zakariya dan Kelahiran Yahya

Sebagai manusia biasa, adalah wajar jika keputusasaan menerpa pasangan keluarga Zakariya dan Iisya’ karena mereka belum juga mendapatkan momongan sampai tiba masa tuanya. Perkiraan umur Nabi Zakariya kala itu seratus dua puluh tahun. Adapun istrinya sudah berumur delapan puluh sembilan tahun. Ditambah lagi dengan diagnosa mandul dari tabib. Dunia seakan hilang warna karena sepinya rumah pasangan ini dari tawa-rengek cah cilik. Bayang-bayang meninggalkan dunia dalam keadaan sendirian tanpa seorang anak yang mendoakan mereka kelak mulai menghantui.

Satu hal yang dipegang teguh oleh keluarga Zakariya, bahwa Allah memiliki tujuan tertentu dalam setiap ketentuannya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Harapan dan kesempatan memiliki anak itu ia jumpai lagi saat ia menjenguk keponakannya, Maryam di mihrabnya. Allah Swt. bertajalli di sana dengan melimpahkan Maryam rezeki yang tidak masuk akal (khariq al-‘adat). Menyadari itu, Zakariya langsung berdoa untuk memohon hal yang tidak masuk akal lainnya, yaitu diberikan seorang anak. Silakan merujuk ayat 38 pada surah Ali ‘Imran untuk cerita ini.

Seruan Laki-laki Berpakaian Putih

Sebagai sosok yang paling saleh di antara semua orang, Nabi Zakariya menjabat sebagai pimpinan para rahib. Hingga dia lah yang mengemban tugas-tugas keagamaan, seperti penyembelihan kurban, menjaga dan membukakan pintu masjid untuk para jemaah; hanya setelah diberi izin olehnya baru lah para jemaah dapat masuk beribadah di Bait al-Muqaddas.

Sampai pada suatu hari, para jemaah bingung, “Mengapa pintu masjid tak kunjung dibuka oleh Nabi Zakariya sampai jam segini?” Orang-orang sudah banyak berkerumun dan berdesak-desakan menunggu di luar. Ternyata saat itu, beliau sedang asik-asiknya salat dan berdoa di Mihrab seperti telah dijelaskan di muka.

Di antara para jemaah yang menunggu, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki muda yang berpakaian serba putih. Pemuda itu menyibak kerumunan, berdiri di ambang pintu masjid dan dengan lantangnya kemudian berseru memanggil Nabi Zakariya, ketika jemaah lain tak ada yang berani. Katanya, “Hai Zakariya! Sungguh Allah telah memberikanmu sebuah kabar baik!!”

Tak disangka-sangka doa Nabi Zakariya di Mihrab telah dikabulkan. Ternyata laki-laki itu adalah Malaikat Jibril yang diutus Allah untuk menyampakan kabar gembira atas terkabulnya doa Nabi Zakariya, bahkan belum juga selesai salat yang dilakukannya. (Tafsir Al-Baghawiy, juz 1 hal 297).

Episode ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:

فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (39) قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ قَالَ كَذَلِكَ اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ (40)

“Kemudian malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab, “Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan sebuah kalimat (firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi di antara orang-orang saleh. Dia (Zakariya) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul?” Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”​ (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 39-40).

Baca juga: Kisah Keluarga ‘Imran (Bag. 2): Nabi Zakariya dan Pengasuhan atas Maryam

Hadiah Allah Itu Bernama Yahya

Selian ayat 38 dari surah Ali ‘Imran, terdapat dua ayat lagi yang merekam doa Nabi Zakariya saat memohon pada Allah dengan redaksi yang berbeda. Berikut dua ayat itu:

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5)

Ia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera.” (Q.S. Maryam [19]: 4-5).

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Zakariya, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah pewaris yang paling baik.” (Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 89).

Jika kita amati ketiga doa Nabi Zakariya tersebut, akan tampaklah bahwa beliau selalu menggunakan kata hab li. Lafal Hab (هَبْ) adalah kata perintah yang berakar dari wahaba-yahibu, yang memiliki arti hibahkan, hadiahkanlah. Pilihan diksi ini tidak sembarangan Nabi Zakariya comot.  Kata al-Alusi:

وَجَاءَ الطَّلَبُ بِلَفْظِ الْهِبَةِ لِأَنَّ الْهِبَةَ إِحْسَانٌ مَحْضٌ لَيْسَ فِي مُقَابِلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ يُنَاسِبُ مَا لَا دَخْلَ فِيْهِ لِلْوَالِدِ لِكِبَرِ سِنِّهِ وَلَا لِلْوَالِدَةِ لِكَوْنِهَا عَاقِرَةً لَا تَلِدُ فَكَأَنَّهُ قَالَ: أَعْطِنِي ذُرِّيَةً مِنْ غَيْرِ وَسَطِ مُعْتَادٍ

“Zakariya menggunakan frasa hibah/hadiah di sini karena hakikat hadiah adalah pemberian cuma-cuma, tanpa sebab dan alat tukar apapun. Ini relevan dengan situasi Zakariya yang tak dapat lagi dapat mengusahakan apapun karena ia telah lanjut usia, ditambah istrinya telah mandul sehingga tak dapat mengandung lagi. Maka seakan-akan, ia (Zakariya) berkata, “(Allah) berikanlah aku keturunan meski tidak dengan cara yang biasa,” (Ruh al-Ma’aniy, juz 2 hal 139).

Dapat kita lihat bagaimana dalam doa-doanya, Nabi Zakariya begitu merendah di hadapan Allah. Ia telah sadar, bahwa sekarang manusia tidak lagi memiliki kuasa apapun. Hanya uluran tangan Allah yang dapat mewujudkan keinginan-keinginannya. Yahya adalah hadiah Allah atas ketabahan hati keluarga Zakariya yang telah memberikan teladan atas sikap anti berputus asa.

Baca juga: Konsekuensi Logis dalam Kisah Nabi Zakariya Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi

Pertanda Semenjak dalam Kandungan

Kata Yahya sendiri adalah serapan dari kata Yohanes dalam Bahasa Ibrani. Sebenarnya, Nabi Zakariya dengan bekal ilmu nubuwwah-nya telah mengetahui bakal munculnya seorang Nabi bernama Yahya; ia akan lahir dari keluarga Zakariya yang memiliki kedudukan sangat mulia di sisi Allah. Maka tatkala Allah menyebut nama putranya adalah Yahya, bertambah senang dan gembiralah hati Nabi Zakariya. (Al-Tafsir al-Kabir, juz 4 hal 35).

Nabi Yahya yang tak lain paman Nabi Isa ini memiliki selisih umur 6 bulan lebih dahulu dari Nabi Isa, begitu menurut kebanyakan ahli. Diriwayatkan bahwa suatu ketika, saat Iisya’ berbincang-bincang dengan Maryam, bayi di dalam perutnya itu menendang-nendang -dalam riwayat yang lain dikatakan janin itu bersujud hormat pada kandungan Maryam-.

Kejadian ini mengandung pertanda bahwa kelak Nabi Yahya akan menjadi pembenar  atas risalah yang dibawa oleh Nabi Isa (mushaddiq kalimah Allah). Ia lah orang pertama yang akan datang membela dan mendukung dakwah Nabi Isa as. dalam membenahi akidah kaumnya yang telah banyak melenceng dari jalan Allah swt. (Al-Bahr al-Muhith, juz 2 hal 466).

Wa Allahu A’lamu

Baca juga: Kisah Nabi Yahya dalam Al-Quran: Dapat Hikmah dan Maksum Sejak Kecil

 

Maulana Nur Rohman
Maulana Nur Rohman
Mahasantri Ma'had Aly Marhalah Ula Sukorejo Situbondo, gemar dalam kajian fikih dan usul fikih. Bisa disapa di @maulanarahm03
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...