Tidak ada satu ayat Alquran pun di masa Rasulullah saw. yang terlewatkan dari tulisan dan hafalan para sahabat, meski tulisan tersebut belum terkumpulkan dalam satu mushaf. Pembukuan (kodifikasi) Alquran dalam satu mushaf baru dimulai pada saat Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq atas usulan Umar bin Khattab.
Paling tidak, sebagai langkah ihtiyath (kehati-hatian), dalam proses Jam’ al-Qur’an (kodifikasi Alquran) ini, pencatat wahyu di zaman Rasulullah saw. menetapkan bahwa selain berdasarkan pada bukti tulisan, juga harus ada dua penghafal ayat yang bersaksi bahwa ayat tersebut telah ditulis di hadapan Rasulullah saw.
Baca juga: Hikmah dalam Polemik Rumah Tangga Zayd bin Haritsah dan Zainab binti Jahsyi
Sikap kehati-hatian ini juga dikisahkan oleh al-Suyuti dalam al-Itqan. Dia meriwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit, salah satu pencatat wahyu dalam menghimpun Alquran tidak cukup hanya berdasarkan dengan apa yang ditemuinya secara tertulis, melainkan harus benar-benar disaksikan oleh orang yang menerima dan mendengarkannya secara langsung dari Rasulullah saw. Meskipun, sebenarnya Zaid sendiri hafal ayat tersebut.
Keharusan terdapat dua sahabat yang hafal sebagai saksi ini tidak berlaku pada Surah Alahzab ayat 23 berikut ini:
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu (menang atau mati syahid). Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).”
Pasalnya, ayat di atas hanya ditemukan pada hafalan seorang sahabat yang bernama Khuzaimah bin Tsabit. Zaid sebagai salah satu tim pencatat wahyu yang juga diberi tugas untuk menulis ulang dan mengumpulkan Alquran mengisahkan bahwa ketika para sahabat sedang menyalin mushaf ada satu ayat dari surat Alahzab yang hilang. Padahal, dia yakin pernah mendengar Rasulullah saw. membaca ayat itu. Kami berusaha mencarinya, lalu kami menemukannya pada Khuzaimah bin Tsabit, yaitu Surah Alahzab ayat 23. Lalu, ayat tersebut kami masukkan ke dalam Mushaf. (al-Itqan, hlm. 133)
Baca juga: Tafsir Surat Yasin ayat 63-65: Ketika Seluruh Tubuh Bersaksi di hadapan Allah Swt
Uniknya, jauh-jauh hari, Rasulullah saw. telah menegaskan bahwa kesaksian Khuzaimah sudah mencukupi. Rasulullah saw. memberikan keistimewaan ini kepada Khuzaimah lantaran suatu ketika Rasulullah saw. membeli seekor kuda dari seorang Badui. Setelah melangsungkan jual beli, Nabi saw. segera berjalan. Tetapi orang Badui itu memperlambat jalannya. Hingga datang beberapa orang yang tidak mengerti kalau kuda itu telah dibeli oleh Nabi saw., menemui si Badui dan menawar kudanya.
Si Badui tadi berteriak memanggil Nabi saw.:“Hai Muhammad jika memang kamu serius membeli kudaku ini bayarlah segera, kalau tidak akan aku jual kepada orang lain!”
Rasulullah saw. menjawab: “Bukankah aku telah membelinya darimu?”
Si Badui membantah: “Tidak, Demi Tuhan aku belum menjual kepadamu.”
Nabi saw. menegaskannya kembali: “Sungguh, aku telah membelinya darimu!”
Badui itu menimpali:“Kalau begitu datangkanlah seorang saksi!”
Lalu, khuzaimah bin Tsabit maju memberikan kesaksiannya dengan mengatakan “Sungguh aku menyaksikan bahwa engkau telah membelinya Ya Rasulullah.”
Setelah kerumunan itu bubar, Rasulullah saw. bertanya kepada Khuzaimah, “Atas dasar apa kamu bersaksi, sedangkan kamu tidak hadir ketika berlangsungnya transaksi antara aku dan si badui itu?” Khuzaimah menjawab “Atas dasar keyakinanku akan kebenaranmu, Ya Rasulullah. Mungkinkah aku mempercayaimu terkait segala berita dari langit yang engkau bawa lalu aku mendustakanmu dalam masalah ini?”
Baca juga: Mengenal Tiga Istilah Manusia dalam Alquran: Nas, Insan, dan Basyar
Setelah kejadian ini, Rasulullah saw. menetapkan bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang laki-laki. Sejak itulah, Khuzaimah mendapat julukan Dzu Syahadatain (orang yang memiliki dua kesaksian). Kisah ini bisa dibaca dalam buku Kedudukan Muhammad saw. karya Mutawalli al-Sya’rawi.
Dengan demikian, ketika pembukaan Surah Alahzab ayat 23 hanya ditemukan dalam hafalan Khuzaimah bin Tsabit, para sahabat langsung menerimanya karena kesaksian Khuzaimah sama dengan kesaksian dua orang laki-laki berdasarkan penetapan dari Nabi Muhammad saw. Itulah satu-satunya ayat yang menyimpang dari kaidah keharusan adanya minimal dua orang saksi yang menghafal ayat, yang akan ditulis ulang dan dikumpulkan dalam satu mushaf.
Wallahu a’lam.