BerandaUlumul QuranKajian Korelasi ayat al-Quran Persepektif Neal Robinson dan Raymond Farrin

Kajian Korelasi ayat al-Quran Persepektif Neal Robinson dan Raymond Farrin

Kajian korelasi ayat al-Qur’an dalam dunia tafsir adalah salah satu wilayah kajian yang penting. Pemahaman atas makna suatu ayat jika seseorang bisa membaca keterkaitan antara ayat atau bahkan surat. Ulama tafsir ketika memahami korelasi ayat pada umumnya mengacu pada tiga metode. (1) Memahami hubungan setiap ayat dengan ayat yang sebelumnya. (2) Mendeteksi hubungan ayat akhir suatu surat dengan awal surat tersebut. (3) Melacak hubungan ayat akhir suatu surat dengan ayat pertama di surat berikutnya. Cara-cara demikian sudah banyak dipraktekkan oleh berbagai pengkaji tafsir untuk mengahdirkan konteks yang lebih utuh.

Neal Robinson dan Raymond Farrin menawarkan cara baca baru terhadap al-Qur’an. Walaupun pendekatannya berbeda, tetapi tujuan akhirnya sama, menemukan kaitan ayat dan main idea-nya. Ujungnya akan ditemukan sebuah tawaran teori, yang bisa disebut sebagai Teori Cincin (The Rings Theory). Kedua tokoh memang bukan pakar yang terkenal di bidang tafsir. Terlepas dari itu, tawaran-tawaran perspektifnya rasanya tetap relevan untuk memudahkan pengkaji pemula dalam memahami korelasi ayat dalam al-Qur’an.

Robinson dalam bukunya Discovering the Qur’an: A contemporary Approach to a Veiled Text mengawali tulisannya dengan ketakjubannya terhadap seni baca al-Qur’an, terutama ritmenya. Cara ia membaca saya kira bisa digunakan untuk mendeteksi korelasi ayat di seluruh al-Qur’an, walaupun ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Baca Juga: Ilmu Isytiqaq dan Diskursus Klasik Pelacakan Makna Term Al-Qur’an

Robinson menawarkan nilai berupa angka jika hendak membaca ayat al-Qur’an. Ini aturannya. Setiap huruf yang dibaca panjang (apapun jenis mad-nya, termasuk mad karena waqaf) diberi angka 2-dengan kode L (long). Sedangkan setiap huruf yang dibaca pendek (termasuk huruf yang bertasydid dihitung satu angka) diberi angka 1-dengan kode S (short). Lalu setiap huruf yang dibaca sukun (termasuk karena waqaf akhir ayat) diberi angka 0.

Agar idenya jelas, ia mencontohkan aplikasi ini pada Q.S. Al-Alaq [96]: 1-5. Mari kita cek dulu ayatnya.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Di ayat pertama dan kelima anda akan menemukan jumlah; 1L+10S=1(2)+10=12.  Sedangkan di ayat kedua dan keempat anda akan menemukan jumlah; 1L+8S=1(2)+8=10. Dan di ayat ketiga anda akan menemukan jumlah; 0.L+8S=0(2)+10=8.

Lihat susunan aritmatika dari penjumlahan ritme bacanya, 12-10-8-10-12. Ayat pertama dan kelima jumlahnya sama; 12. Pun demikian, ayat kedau dan keempat jumlahnya sama; 10. Hanya ayat ketiga yang berbeda jumlahnya; 8. Ayat ketiga ini menurut Neal Robinson merupakan ide pokok dari lima ayat tersebut. Jadi, dengan pola ini kita bisa menyimpulkan bahwa membaca apapun;fenomena alam, keilmuan, hingga kasus sosial, harus tetap berpegang teguh dengan mengagunggkan kemulyaan Sang Pencipta. Adalah Dia di balik semua kejadian itu.

Jika Neal Robinson mengamati ritme baca untuk, Farrin dalam bukunya Structur and Qur’anic Interpretation; Astudy of Symmetry and Coherence in Islam’s Holy Text menyoroti kesesuaian (korespondensi) antara yang pertama-entah ayat, surat, juz, hingga keseluruhan al-Qur’an- dengan yang terakhir. Korespondensi itu biasanya menyangkut pengulangan kata atau kalimat dan juga harus ada koneksi tema yang jelas antara dua sisi itu. Sisi yang ujung yang satu harus menemukan kaitan dengan sisi ujung yang lain dan seterusnya hingga mengerucut pada titik tengah yang tidak memiliki padanan.

Model itu menurut Farrin mengikuti pola cincin. Sebagaimana cincin, titik utama yang disorot adalah titik tengah yang sangat menonjol yang tidak memiliki padanan. Di sinilah Farin berargumen-dengan mengutip perkataan Douglas dalam Thinking in Circles: An Essay on Ring Composition bahwa di titik tengah (the middle) itulah inti artinya, baik kelompok ayat maupun surat. Farin mengklaim cara ini setidaknya dapat memperbaiki cara pemahaman dan penafsiran terhadap al-Qur’an.

Salah satu hasil aplikasinya dapat dilihat pada bagaimana ia membaa inti al-Qur’an dengan memetakan keseluruhan ayat al-Qur’an. Langkah ini dilakukan dengan terlebih dahulu melacak koherensi seluruh surat. Hasil aplikasi teorinya pada kesuluruhan surat al-Qur’an menghasilkan konklusi yang menarik.

Melalui pola koherensi, Farrin membagi surat dalam al-Qur’an menjadi lima bagian tema. Pertama; The Introductory Chapter- yang mengandung tentang pujian dan permohonan pertunjuk kepada Tuhan. Ini diwakili oleh al-Fatihah. Kedua; The Concluding Chpater- yang berisi permohon perlindungan (refuge) yang dapat ditelusuri melalaui dua surat terakhir (al-Falaq dan an-Nas).

Sementara kelompok kedua pertama; Q.S. al-Hajj [22] sampai an-Nur [24], dan kedua terakhi;Q.S al-Ghasyiyah [89] sampai al-Lail [92], bercerita megenai konteks Mekkah. Di sinilah Farrin memandang Makkah sebagai tempat manifestasi nilai ketuhanan di dunia (manifestation of God on earth). Dua bagian ini bercerita mengenai tanda-tanda keberadaa Tuhan yang dapat dikenali manusia di bumi sepanjang hidupnya.

Baca Juga: Menelisik Epistemologi Tafsir Susfistik Abu Hamid al-Ghazali

Titik tengah (the middle part) dari seluruh surat al-Qur’an menurutnya ada pada Q.S. Qaf [50] sampai Q.S. al-QWaqi’ah [56]. Di kelompok surat inilah inti al-Qur’an menurut Farrin yang mencakup tema kebangkitan, pengadilan akhirat, surga dan neraka. Yusuf Ali dalam The Glorious Qur’an menyebut surat-surat ini bercerita tema keakhiratan dan eskatologi.

Dua teori ini, meskipun sama-sama berangkat dari konsep koherensi, belum sepenuhnya sempurna. Teori Neal Robinson mungkin akan bermasalah jika menggunakan mushaf qira’at selain imam Hafs yang pasti akan ditemui perbadaan huruf hidup dan mati serta huruf madnya.

Jika teori Robinson agak mudah diaplikasikan oleh peneliti pemula, teori Farrin justru agaknya terlihat cukup sulit. Ini karena ada keharusan penguasaan bahasa Arab yang mumpuni untuk mengetahui korelasi ayat dan surat.Terlepas dari itu, setidaknya hadirnya dua teori ini akan mampu menyemarakkan penggalian pesan-pesan al-Qur’an dengan ragam perspektif yang berbeda. Wallahu A’lam

Mukhammad Nur Hadi
Mukhammad Nur Hadi
Guru Madrasah Ponpes Azharul Ulum Malang, minat kajian Hukum Islam dan Tafsir Al-Quran
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...